Langsung ke konten utama

Makalah Sejarah Hubungan kausalitas kebijakan politik pemerintahan dengan berbagai peristiwa ditanah air tahun 1948 1965


BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang
Pada masa penjajahan banyak terjadi pergolakan – pergolakan yang terjadi baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Tentunya dengan cara mengupas pergolakan yang terjadi di dalam negeri siswa dapat dengan mudah mempelajari perjuangan yang di lakukan baik pemerintah maupun para pejuang kita dalam menghadapinya.
Munculnya gejolak sosial dan pergolakan sosial akibat dari ketidakpuasan terhadap pemerintah yang lamban dalam mengadakan perbaikan – perbaikan Ekonomi, Sosial, maupun Politik.Usaha untuk mencari identitas – identitas baru untuk menghadapi kekusaan asing dan persiapan penataan negara baru menjadi skala prioritas di awal kemerdekaan. Munculnya berbagai peristiwa dan gangguan keamanan pada masa itu, semua sangat menggangu stabilitas nasional sehingga program – program pembangunan tidak bisa berjalan dengan lancar.
Revolusi yang menjadi alat tercapainya kemerdekaan bukan hanya merupakan suatu kisah sentral dalam sejarah Indonesia melainkan merupakan unsur yang kuat dalam persepsi bangsa Indonesia.Munculnya berbagai peristiwa dan gangguan keamanan pada masa kabinet Ali I seperti Pemberontakan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) 23 Januari di Bandung,pemberontakan Andi Aziz pada 1950 di Makassar,berdirinya Republik Maluku Selatan (RMS) bulan Juli-November 1950 di Ambon,peristiwa Tanjung Morawa di Sumatra Timur pada masa kabinet Wilopo,berkobarnya semangat anti-Cina di beberapa kota besar pada masa kabinet Ali II semuanya sangat mengganggu stabilitas nasional sehingga program-program pembangunan tidak bisa berjalan dengan lancar.Sementara di sisi lain, kelompok-kelompok masyarakat yang telah mengikuti tahap demi tahap perjuangan untuk meraih dan mempertahankan kemerdekaan, baik di jalur Diplomasi atau konfrontasi, pada perasaan superior dan merasa diri sebagai kelompok yang paling berhak memuai hasil-hasil perjuangan bangsa.
Sikap tersebut dapat kita lihat pada peristiwa-peristiwa sebagai berikut:
1.           Munculnya semangat kedaerahan di Sumatra dan Sulawesi karena tidak puas terhadap kebijakan pusat sehingga mereka menuntut di perluasnya Otonomoi Daerah.
2.           Munculnya ketegangan antara kelompok parlemen dengan angkatan darat ( 17 Oktober1952)
3.           Pada tanggal 27 Juni 1955 terjadi pemboikotan oleh perwira – perwira senior Angkatan Darat
4.           Berkembangnya sparasi dengan semangat kesukuan dan kedaerahan
Maka dari itu melalui makalah ini penulis akan membahas mengenai berbagai hubungan kausalitas kebijakan politik dan pemerintahan dengan berbagai peristiwa di tanah air tahun 1948-1965.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa hubungan kausalitas serta kebijakan politik dan pemerintahan dengan berbagai peristiwa di tanah air tahun 1948-1965?
2.      Bagaimana Peristiwa pemberontakan PKI Madiun?
3.      Bagaimana Peristiwa pemberontakan DI/TII?
4.      Bagaimana Peristiwa pemberontakan Andi Aziz?
5.      Bagaimana Peristiwa pemberontakan RMS?
6.      Bagaimana Peristiwa pemberontakan PERMESTA?
7.      Bagaimana Peristiwa pemberontakan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA)?

C.     Tujuan Penulisan
1.      Memahami hubungan kausalitas serta kebijakan politik dan pemerintahan dengan berbagai peristiwa di tanah air tahun 1948-1965.
2.      Memahami Peristiwa pemberontakan PKI Madiun.
3.      Memahami Peristiwa pemberontakan DI/TII.
4.      Memahami Peristiwa pemberontakan Andi Aziz.
5.      Memahami Peristiwa pemberontakan RMS.
6.      Memahami Peristiwa pemberontakan PERMESTA.
7.      Memahami Peristiwa pemberontakan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA).



BAB II
PEMBAHASAN

A.     Pemberontakan PKI Madiun Tahun 1948
Jatuhnya kabinet Amir disebabkan oleh kegagalannya dalam Perundingan Renville yang sangat merugikan Indonesia dan menguntungkan Belanda. Wilayah Republik Indonesia semakin berkurang,sehingga wilayah indonesia menjadi sempit. Ditambah lagi dengan adanya Blokade Ekonomi yang dilakukan oleh Belanda.
Sebab itu pada tangal 23 Januari 1948 Amir Syarifuddin menyerahkan mandatnya kepada Presiden Republik Indonesia. Presiden kemudian menunjuk Moh.Hatta untuk membentuk kabinet. Moh.Hatta menyusun kabinet tanpa campur tangan golongan sayap kiri atau sosialis.Setelah menyerahlan mandatnya kepada pemerintah Republik Indonesia  Untuk merebut kembali kedudukannya pada tanggal 28 Juli 1948 Amir Syarifuddin membentuk Front Demokrasi (FDR) yang mempersatukan semua golongan sosialis kiri dan komunis.
Untuk memperkuat basis massa FDR membentuk organisasi petani & buruh selain itu memancing bentrokan dengan menghasut buruh. Puncaknya ketika terjadi pemogokan di pabrik karung Delangu (Jawa Tengah) pada tanggal 5 Juli 1948.
Pada tanggal 11 Agustus 1948, Musso tiba dari Moskow.kemudian Musso dikirim olen pimpinan gerakan Komunis Internasional ke Indonesia dengan tujuan untuk merebut pimpinan atas negara Republik Indonesia dari tangan kaum Nasionalis. Amir dan FDR segera bergabung dengan Musso. Untuk memperkuat organisasi, maka disusunlah doktrin bagi PKI. Doktrin itu bernama “Jalan Baru”.
Sesuai dengan doktrin itu,ia melakukan fusi antara Partai Sosialis,Partai Buruh,dan lain-lain menjadi PKI. Ia bersama Amir Syarifuddin mengambil alih pimpinan PKI baru tersebut.
 Pokok-pokok Jalan Baru atau koreksi besar yang dilakukan oleh Musso berisi:
1.      PKI sejak proklamasi seharusnya sudah muncul dan berperan sebagai pemimpin revolusi.
2.      Persetujuan Renville adalah kesalahan besar yang mencelakakan dan berbau reaksioner.
3.      Kabinet Amir seharusnya tidak mengundurkan diri sebab pokok di setiap revolusi adalah kekuasaan negara.
4.      Untuk sementara perlu dibentuk Front Nasional.
PKI melakukan provokasi terhadap Kabinet Hatta dan menuduh pimpinan nasional pada waktu itu seoloa-olah bersikap kompromistis terhadap musuh. Kabinet Hatta tetap melaksnakan program reorganisasi & rasionalisasi. Cara yang ditempuh antara lain :
a.       Melepaskan para prajurit dengan suka rela untuk meninggalkan ketentaraan dan kembali    kepada pekerjaan semula.
b.      Mengambil 100 ribu orang laskar dari masyarakat dan menyerahkan penampungan kepada             Kementerian Pembangunan & Pemuda.
c.       Program resionalisasi itu dapat mendapat tantangan hebat dari kaum komunis. Karena menimpa sebagian besar pasukan bersenjatanya. Akan tetapi,politik ofensif Musso itu tidak menggoyahkan Kabinet Hatta , yang didukung oleh dua partai politik besra pada saat itu seperti PNI dan Masyumi serta beberapa organisasi pemuda yang bergabung dalam Badan Perjuangan Seberang di bawah pimpinan Latuharhary.
Puncak gerakan yang dilakukan oleh PKI terjadi pada tanggal18 Setember 1948,yaitu dengan pernyataan tokoh-tokoh PKI tentang berdirinya Soviet Republik Indonesia yang bertujuan mengganti dasar pancasila dengan dasar Komunis. Para pemberontak PKI melancarkan aksinya dengan menguasai seluruh Karesidenan Pati. PKI juga melakukan pembunuhan dan penculikan secara besar-besaran terhadap setiap golongan yang dianggap musuhnya.
PKI banyak melakukan kekacauan, terutama di Surakarta. Oleh PKI daerahSurakarta dijadikan daerah kacau (wildwest). Sementara Madiun dijadikan basis gerilya. Pada tanggal 18 September 1948, Musso mempr0klamasikan berdirinya pemerintahan Sovietdi Indonesia. 
Tujuannya untuk meruntuhkan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan menggantinya dengan negara komunis. Pada waktu yang bersamaan, gerakan PKI dapat merebut tempat-tempat penting di Madiun.
Untuk menumpas pemberontakan PKI, pemerintah melancarkan operasi militer. Dalam hal ini peran Divisi Siliwangi cukup besar. Di samping itu, Panglima Besar Jenderal Soedirman memerintahkan Kolonel Gatot Subroto di Jawa Tengah dan Kolonel Sungkono di Jawa Timur untuk mengerahkan pasukannya menumpas pemberontakan PKI di Madiun.
Dengan dukungan rakyat di berbagai tempat, pada tanggal 30 September 1948, kota Madiun berhasil direbut kembali oleh tentara Republik. Pada akhirnya tokoh-tokoh PKI seperti Aidit dan Lukman melarikan diri ke Cina dan Vietnam. Sementara itu, tanggal 31 Oktober 1948 Musso tewas ditembak. Sekitar 300 orang ditangkap oleh pasukan Siliwangi pada tanggal 1 Desember 1948 di daerah Purwodadi, Jawa Tengah.
Dengan ditumpasnya pemberontakan PKI di Madiun,maka selamatlah bangsa dan negara Indonesia dari rongrongan dan ancaman kaum komunis yang bertentangan dengan ideologi Pancasila. Penumpasan pemberontakan PKI dilakukan oleh bangsa Indonesia sendiri, tanpa bantuan apa pun dan dari siapa pun. Dalam kondisi bangsa yang begitu sulit itu, ternyata RI sanggup menumpas pemberontakan yang relatif besar oleh golongan komunis dalam waktu singkat.

B.     Gerakan DI/TII Sebuah Pemberontakan
Penandatanganan Perjanjian Renville pada tanggal 17 Januari 1948 sebagai salah satu upaya untuk mengakhiri pertikaian Indonesia Belanda, ternyata telah menimbulkan dampak baru terhadap fase perjuangan bangsa Indonesia dalam mempertahankan proklamasi kemerdekaan yang dikumandangkan oleh Soekarno Hatta. Penandatangan perjanjian tersebut tidak saja mempunyai akibat di bidang politik, melainkan juga berpengaruh di bidang militer Negara RI, sebagai konsekwensi logis dari hasil kristalisasi nilai-nilai pertemuan antara pihak-pihak yang mengadakan perundingan.
KOndisi ini dijelaskan oleh Disjarahad (1982) bahwa di dalam bidang politik pemerintahan RI dapat kita lihat dengan jelas. Daerah RI sesuai dengan keputusan Linggajati hanya meliputi pulau Jawa, Sumatra dan Madura semakin dipersempit, lebih-lebih lagi beberapa kota besar dari ketiga pulau tersebut di atas diduduki Belanda.
Sedangkan dalam bidang militer, pasukan-pasukan RI harus mundur dari kantong-kantong perjuangan menuju wilayah yang masih dikuasai republic. Hal ini senada dengan pernyataan Kahin (1995) bahwa pasukan-pasukan terbaik republik harus meninggalkan banyak kantong gerilya yang mereka duduki di balik garis Van Mook dan pindah ke wlayah yang masih dikuasi oleh republic.
Menurut perjanjian Renville, daerah Jawa Barat dala hal ini adalah daerah yang terletak di luar wilayah RI. Hijrahnya pasukan Siliwangi dari wilayah Jawa Barat yang dikuasai Belanda menuju wilayah Jawa Tengah yang dikuasai RI, telah menimbulkan adanya suatu kekosongan pemerintahan RI di Jawa Barat. Kondisi inilah yang kemudian dijadikan sebuah kesempatan oleh apa yang dinamakan Gerakan DI/TII untuk mendirikan Negara Islam Indonesia.
Sehubungan dengan hal ini, Anne Marie The (1964) menyatakan bahwa masa vacuum (kekosongan) pemerintah RI di Jawa Barat tidak disia-siakan oleh Kartosuwirjo untuk menjadikan idenya suatu kenyataan. Sedangkan Kahin menyatakan bahwa akhirnya di Jawa Barat, di daerah yang terletak di luar wilayah menurut ketentuan Perjanjian Renville ada suatu organisasi politik yang baru terbentuk tapi kuat dan juga mencita-citakan kemerekaan republic. Organisasi tersebut tidak mengakui Perjanjian Renville dan tidak mau berperang melawan Belanda, dikenal dengan nama Darul Islam.
Darul Islam (dalam bahasa Arab dar al-Islam), secara harfiah berarti “rumah” atau “keluarga” islam, yaitu “dunia atau wilayah Islam”. Yang dimaksud dengan ungkapan tersebut adalah bagian dari wilayah Islam yang di dalamnya keyakinan dan pelaksanaan syariat Islam serta peraturannya diwajibakan. Lawannya adalah Darul Harb, yakni “wilayah perang, dunia kafir”, yang berangsur-angsur akan dimasukkan ke dalam dar al Islam.
Gerakan DI/TII yang dipimpin oleh SM Kartosuwirjo ini memang merupakan suatu gerakan yang menggunakan motif-motif ideology agama sebagai dasar penggeraknya, yaitu mendirikan Negara Islam Indonesia. Adapun daerah atau tempat GErakan DI/TII yang pertama dimulai di daerah pegunungan di Jawa Barat, yang membentang sekitar Bandung dan meluas sampai ke sebelah timur perbatasan Jawa Tengah, yang kemudian menyebar ke bagian-bagian lain di Indonesia.
Perbedaan-perbedaan ideologis mengenai dasar Negara sebenarnya telah ada sebelum proklamasi Negara Islam Indonesia itu sendiri. Namun adanya musuh bersama, dalam hal ini Belanda, mendorong para pemimpin bangsa Indonesia untuk mengesampingkan perbedaan-perbedaan ideologis tersebut. Van Dijk (1995) menyatakan bahwa melucuti kesatuan-kesatuan Jepang yang mundur, menentang campur tangan Inggris dan menentang kembalinya Belanda meminta perhatian setiap orang sepenuhnya dan untuk sementara menggeser perbedaan-perbedaan ideologis ke latar belakang.
Kristalisasi dari gerakan ini semakin nyata setelah ditanda tanganinya Perjanjian Renville. Adapun upaya-upaya yang dilakukan SM. Kartosuwirjo untuk membentuk Negara Islam, pertama-tama adalah dengan mengadakan Konferensi di Cisayong Tasikmalaya Selatan tanggal 10-11 Februari 1948. Keputusan yang diambil adalah merubah system ideology Islam dari bentuk kepartaian menjadi bentuk kenegaraan, yaitu menjadikan Islam sebagai ideology Negara. Konferensi kedua diadakan di Cijoho tanggal 1 Mei 1948, dimana hasil yang dicapai adalah apa yang disebut Ketatanegaraan Islam, yaitu dibentuknya suatu Dewan Imamah yang dipimpin langsung oleh SM. Kartosuwirjo. Selain itu disusun semacam UUD yang disebut Kanun Azazi, yang menyatakan pembentukan Negara Islam Indonesia dengan hokum tertinggi Al-Quran dan Hadist (PInardi 1964).
Adanya Aksi Polisional Belanda yang melancarkan Agresi Militer II tanggal 18 Desemer 1948, tampaknya semakin mempercepat kea rah pembentukan Negara Islam Indonesia, dimana Agresi MIliter Belanda II tersebut telah berhasil merebut ibukota RI Yogyakarta dan menawan Presiden, Wapres beserta sejumlah Menteri. Momentum inilah yang kemudian dianggap sebagai kehancuran RI, dan kesempatan tersebut digunakan untuk membentuk Negara Islam Indonesia yang diproklamirkan tanggal 7 Agustus 1949. Peristiwa tersebut merupakan titik kulminasi subversi dalam negeri pada masa itu.
Satu hal yang menarik dari gerakan ini dibandingkan dengan gerakan separatisme lainnya, adalah perkembangannya yang cukup lama di atas wilayah yang cukup luas. Keuletan ini tidak terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhi munculnya gerakan DI/TII, yang kemudian mendorong sebagian rakyat untuk ikut mendukung gerakan itu, yang akhirnya memberi kekuatan dan keuletan pada Gerakan DI/TII selama hampir 13 tahun.
Namun dalam perkembangan selanjutnya, gerakan ini ternyata hanya menimbulkan penderitaan dan penindasan terhadap rakyat. Kewajiban-kewajiban yang dibebankan kepada rakyat seringkali menjadi sumber penderitaan dari kekejian yang semena-mena. Kahin (1995) dalam hal ini menyatakan bahwa kerja sama perani dengan Darul Islam makin lama makin disebabkan oleh terror yang dilakukan Darul Islam dan petani tidak mendukung organisasi tersebut karena nasonalisme dan agama. Namun rakyat kota relative lebih r eada. Lebih buruk keadaannya di pedalaman, tempat desa-desa diserbu, dalam beberapa daerah sangat sering barang-barang dan hasil panen dirampas, dan rumah, jembatan, mesjid dan lumbung padi dibakar atau dimusnahkan.
Tidak sedikit penderitaan yang ditanggung rakyat Jawa Barat khususnya, karena gerakan ini melakukan terror terhadap mereka. Untuk kepentingan gerakannya mereka merampok rakyat yang tinggal dipelosok-pelosok terpencil di lereng gunung, sehingga menurut Ricklef (1995) sulit membedakan gerakan DI dari tindak perampokan, pemerasan, dan terorisme dalam ukuran luas.
Kondisi yang demikian mau tidak mau menjadi suatu masalah yang seriusdalam kehidupan bangsa Indonesia. Kekacauan-kekacauan politik yang terjadi pada masa itu, ternyata telah menimbulkan dampak yang luas dalam sendi-sendi kehidupan masyarakat yang lain seperti social, budaya, dan ekonomi (Ismaun 1997).
Gerakan DI/TII akhirnya tetap menjadi sebuah pemberontakan daerah, sampai akhirnya SM. Kartosuwirjo tertangkap tanggal 4 JUni 1962 dalam sebuah operasi yang bernama Pagar Betis. Dengan penangkapan dan pelaksanaan hukuman mati terhadap SM. Kartosuwirjo, maka berakhirlah pemberontakan yang terorganisir di Jawa Barat selama lebih dari 10 tahun. Namun hal itu tidak cukup membuat peristiwa tersebut mudah dilupakan, katena walau bagaimanapun gerakan ini tidak saja menimbulkan kesengsaraan bagi masyarakat biasa, melainkan juga sebuah tragedy dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia menegakkan kehidupan berbangsa dan bernegara
Pemberontakan DI/TII Presentation Transcript
1.      Gerakan ini bertujuan menjadikan Indonesia sebagai negara teokrasi dengan agama Islam sebagai dasar negara. Dalam proklamasinya bahwa "Hukum yang berlaku dalam Negara Islam Indonesia adalah Hukum Islam", lebih jelas lagi dalam undang-undangnya dinyatakan bahwa "Negara berdasarkan Islam" dan "Hukum yang tertinggi adalah Al Quran dan Hadits". Proklamasi Negara Islam Indonesia dengan tegasmenyatakan kewajiban negara untuk memproduk undang- undang yang berlandaskan syariat Islam, dan penolakan yang keras terhadap ideologi selain Alquran dan Hadits Shahih.
2.      DI/TII Jawa BaratPemimpin = Sekar Marijan Kartosuwiryo Tujuan awal = Untuk menentang penjajah Belanda di Indonesia. Latar Belakang-kekecewaan SM Kartosuwiryo terhadap kebijakan Soekarnomengenai faham komunis-Keinginan Darul Islam untuk mendirikan negara islam indonesia(NII)
3.      Akan tetapi, setelah makin kuat, Kartosuwiryomemproklamasikan berdirinya Negara Islam Indonesia (NII) pada tanggal 17 Agustus 1949 dan tentaranya dinamakan Tentara Islam Indonesia (TII). Upaya penumpasan dengan operasi militer yang disebut Operasi Bharatayuda. Dengan taktis Pagar Betis. Pada tanggal 4 juni 1962, Kartosuwiryo berhasil ditanggap oleh pasukan Siliwangi diGunung Geber, Majalaya, Jawa Barat. Akhirnya Kartosuwiryo dijatuhi hukuman mati 16 Agustus 1962.
4.      DI/TII KalimantanPemimpin : Ibnu Hajar (bekas Letnan dua TNI) Di daerah Kalimantan Selatan, Ibnu Hajar beserta dengan pasukan yang diberi nama Kesatuan Rakyat yan Tertindas, melakukan berbagai aksi penyerangan terhadap pos-pos TNI di daerah tersebut
5.      Selanjutnya, karena Ibnu Hajar tidak mau menyerah maka pemerintah terpaksa mengambil tindakan tegas guna menumpas gerombolan Ibnu Hajar.Pada Tahun 1959 gerombolan tersebut berhasil dihancurkan dan Ibnu Hajar berhasil ditangkap.
6.      DI/TII Jawa Tengah Pemimpin = Amir Fatah bekerja sama dengan Kartosuwiryo bergerak di daerah Tegal, Brebes dan Pekalongan Setelah bergabung dengan Kartosuwiryo, Amir Fatah kemudiandiangkat sebagai komandan pertemburan Jawa Tengah dengan pangkat Mayor Jenderal Tentara Islam Indonesia
7.      Untuk menghancurkan gerakan ini, Januari 1950 dibentuk Komando Gerakan Banteng Negara (GBN) dibawah Letkol Sarbini.Pemberontakan di Kebumen dilancarkan oleh Angkatan Umat Islam (AUI) yang dipimpin oleh Kyai Moh. Mahfudz Abdulrachman (Romo Pusat atau Kiai Sumolanggu)
8.      Gerakan ini berhasil dihancurkan pada tahun 1957 dengan operasi militer yang disebut Operasi Gerakan Banteng Nasional dari Divisi Diponegoro. Gerakan DI/TII itu pernah menjadi kuat karena pemberontakan Batalion 426 di Kedu dan Magelang/ Divisi Diponegoro. Didaerah Merapi- Merbabu juga telah terjadi kerusuhan-kerusuhan yang dilancarkan oleh Gerakan oleh Gerakan Merapi-MerbabuComplex (MMC). Gerakan ini juga dapat dihancurkan. Untuk menumpas gerakan DI/TII di daerah Gerakan Banteng Nasional dilancarkan operasi Banteng Raiders.
9.      . DI/TII Aceh Pemimpin : Tengku Daud Beureueh Latar BelakangAdanya berbagai masalah antara lain masalah otonomi daerah,pertentangan antargolongan, serta rehabilitasi dan modernisasi daerah yang tidak lancar menjadi penyebab meletusnya pemberontakan DI/TII di Aceh.
10.  Pada tanggal 20 September 1953 Tengku Daud Beureuehmemproklamasikan daerah Aceh sebagai bagian dari Negara Islam Indonesia dibawah pimpinan Kartosuwiryo.Pemberontakan DI/TII di Aceh diselesaikan dengan kombonasioperasi militer dan musyawarah. Hasil nyata dari musyawarah tersebut ialah pulihnya kembali keamanan di daerah Aceh.
11.  DI/TII Sulawesi Selatan Pemimpin : Kahar MuzakarPemerintah berencana membubarkan Kesatuan Gerilya SulawesiSelatan (KGSS) dan anggotanya disalurkan ke masyarakat. TenyataKahar Muzakar menuntut agar Kesatuan Gerilya Sulawesi Selatandan kesatuan gerilya lainnya dimasukkan delam satu brigade yang disebut Brigade Hasanuddin di bawah pimpinanya.
12.  Tuntutan itu ditolak karena banyak diantara mereka yang tidak memenuhi syarat untuk dinas militer. Pada saat dilantik sebagai Pejabat Wakil Panglima Tentara danTetorium VII, Kahar Muzakar beserta para pengikutnya melarikan diri ke hutan dengan membawa persenjataan lengkap dan mengadakan pengacauan. Kahar Muzakar mengubah nama pasukannya menjadi Tentara Islam Indonesia dan menyatakan sebagai bagian dari DI/TII Kartosuwiryo pada tanggal 7 Agustus 1953. Tanggal 3 Februari 1965, Kahar Muzakar tertembak mati oleh pasukan TNI.


C.     Gerakan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) atau Kudeta 23 Januari
APRA adalah peristiwa yang terjadi pada 23 Januari 1950 dimana kelompok milisi Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) yang ada di bawah pimpinan mantan Kapten KNIL Raymond Westerling yang juga mantan komandan Depot Speciale Troepen (Pasukan Khusus) KNIL, masuk ke kota Bandung dan membunuh semua orang berseragam TNI yang mereka temui. Aksi gerombolan ini telah direncanakan beberapa bulan sebelumnya oleh Westerling dan bahkan telah diketahui oleh pimpinan tertinggi militer Belanda. 
Gerakan APRA didasari adanya kepercayaan rakyat akan datangnya seorang Ratu Adil yang akan membawa mereka ke suasana yang aman dan tentram serta memerintah dengan adil dan bijaksana, seperti yang terdapat dalam ramalan Jayabaya.
Tujuan Gerakan APRA adalah mempertahankan bentuk Negara federal di Indonesia dan memiliki tentara tersendiri pada Negara-negara bagian RIS.
Pada bulan November 1949, dinas rahasia militer Belanda menerima laporan, bahwa Westerling telah mendirikan organisasi rahasia yang mempunyai pengikut sekitar 500.000 orang. Laporan yang diterima Inspektur Polisi Belanda J.M. Verburgh pada 8 Desember 1949 menyebutkan bahwa nama organisasi bentukan Westerling adalah "Ratu Adil Persatuan Indonesia" (RAPI) dan memiliki satuan bersenjata yang dinamakan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA). Pengikutnya kebanyakan adalah mantan anggota KNIL dan yang melakukan desersi dari pasukan khusus KST/RST.
Dia juga mendapat bantuan dari temannya orang Tionghoa, Chia Piet Kay, yang dikenalnya sejak berada di kota Medan. Pada 5 Desember malam, sekitar pukul 20.00 Westerling menelepon Letnan Jenderal Buurman van VreedenPanglima Tertinggi Tentara Belanda, pengganti Letnan Jenderal Spoor. Westerling menanyakan bagaimana pendapat van Vreeden, apabila setelah penyerahan kedaulatan Westerling berencana melakukan kudeta terhadap Sukarno dan kliknya. Van Vreeden memang telah mendengar berbagai kabar, antara lain ada sekelompok militer yang akan mengganggu jalannya penyerahan kedaulatan. Juga dia telah mendengar mengenai kelompoknya Westerling.
Jenderal van Vreeden, sebagai yang harus bertanggung-jawab atas kelancaran "penyerahan kedaulatan" pada 27 Desember 1949, memperingatkan Westerling agar tidak melakukan tindakan tersebut, tapi van Vreeden tidak segera memerintahkan penangkapan Westerling
Pada 22 Januari pukul 21.00 dia telah menerima laporan, bahwa sejumlah anggota pasukan RST dengan persenjataan berat telah melakukan desersi dan meninggalkan tangsi militer di Batujajar.
Mayor KNIL G.H. Christian dan Kapten KNIL J.H.W. Nix melaporkan, bahwa kompi "Erik" yang berada di Kampemenstraat malam itu juga akan melakukan desersi dan bergabung dengan APRA untuk ikut dalam kudeta, namun dapat digagalkan oleh komandannya sendiri, Kapten G.H.O. de Witt. Engles segera membunyikan alarm besar. Dia mengontak Letnan Kolonel TNI Sadikin, Panglima Divisi Siliwangi. Engles juga melaporkan kejadian ini kepada Jenderal Buurman van Vreeden di Jakarta.
Antara pukul 8.00 dan 9.00 dia menerima kedatangan komandan RST Letkol Borghouts, yang sangat terpukul akibat desersi anggota pasukannya. Pukul 9.00 Engles menerima kunjungan Letkol. Sadikin. Ketika dilakukan apel pasukan RST di Batujajar pada siang hari, ternyata 140 orang yang tidak hadir. Dari kamp di Purabaya dilaporkan, bahwa 190 tentara telah desersi, dan dari SOP di Cimahi dilaporkan, bahwa 12 tentara asal Ambon telah desersi.
Namun upaya mengevakuasi Regiment Speciale Troepen (RST), gabungan baret merah dan baret hijau telah terlambat untuk dilakukan. Dari beberapa bekas anak buahnya, Westerling mendengar mengenai rencana tersebut, dan sebelum deportasi pasukan RST ke Belanda dimulai, pada 23 Januari 1950, Westerling melancarkan kudetanya. Subuh pukul 4.30, Letnan Kolonel KNIL T. Cassa menelepon Jenderal Engles dan melaporkan: "Satu pasukan kuat APRA bergerak melalui Jalan Pos Besar menuju Bandung."
Westerling dan anak buahnya menembak mati setiap anggota TNI yang mereka temukan di jalan. 94 anggota TNI tewas dalam pembantaian tersebut, termasuk Letnan Kolonel Lembong, sedangkan di pihak APRA, tak ada korban seorang pun.Sementara Westerling memimpin penyerangan di Bandung, sejumlah anggota pasukan RST dipimpin oleh Sersan Meijer menuju Jakarta dengan maksud untuk menangkap Presiden Soekarno dan menduduki gedung-gedung pemerintahan. Namun dukungan dari pasukan KNIL lain dan Tentara Islam Indonesia (TII) yang diharapkan Westerling tidak muncul, sehingga serangan ke Jakarta gagal dilakukan.
Setelah puas melakukan pembantaian di Bandung, seluruh pasukan RST dan satuan-satuan yang mendukungnya kembali ke tangsi masing-masing. Westerling sendiri berangkat ke Jakarta, dan pada 24 Januari 1950 bertemu lagi dengan Sultan Hamid II di Hotel Des Indes. Hamid yang didampingi oleh sekretarisnya, dr. J. Kiers, melancarkan kritik pedas terhadap Westerling atas kegagalannya dan menyalahkan Westerling telah membuat kesalahan besar di Bandung. Tak ada perdebatan, dan sesaat kemudian Westerling pergi meninggalkan hotel.
Setelah itu terdengar berita bahwa Westerling merencanakan untuk mengulang tindakannya. Pada 25 Januari, Hatta menyampaikan kepada Hirschfeld, bahwa Westerling, didukung oleh RST dan Darul Islam, akan menyerbu Jakarta. Engles juga menerima laporan, bahwa Westerling melakukan konsolidasi para pengikutnya di Garut, salah satu basis Darul Islam waktu itu.
Aksi militer yang dilancarkan oleh Westerling bersama APRA yang antara lain terdiri dari pasukan elit tentara Belanda, menjadi berita utama media massa di seluruh dunia. Hugh Laming, koresponden Kantor Berita Reuters yang pertama melansir pada 23 Januari 1950 dengan berita yang sensasional. Osmar White, jurnalis Australia dari Melbourne Sun memberitakan di halaman muka: "Suatu krisis dengan skala internasional telah melanda Asia Tenggara." Duta Besar Belanda di Amerika Serikat, van Kleffens melaporkan bahwa di mata orang Amerika, Belanda secara licik sekali lagi telah mengelabui Indonesia, dan serangan di Bandung dilakukan oleh "de zwarte hand van Nederland" (tangan hitam dari Belanda).



D.     Pemberontakan Andi Aziz
Andi Aziz merupakan seorang mantan perwira KNIL. Pada tanggal 30 Maret 1950, ia bersama dengan pasukan KNIL di bawah komandonya menggabungkan diri ke dalam APRIS di hadapan Letnan Kolonel Ahmad Junus Mokoginta, Panglima Tentara dan Teritorium Indonesia Timur.
Pemberontakan dibawah pimpinan Andi Aziz  ini terjadi di Makassar diawali dengan adanya kekacauan di Sulawesi Selatan pada bulan April 1950. Kekacauan tersebut terjadi karena adanya demonstrasi dari kelompok masyarakat yang anti-federal, mereka mendesak NIT segera menggabungkan diri dengan RI. Sementara itu terjadi demonstrasi dari golongan yang mendukung terbentuknya Negara federal. Keadaan ini menyebabkan muncul kekacauan dan ketegangan di masyarakat.Untuk menjaga keamanan maka pada tanggal 5 April 1950, pemerintah mengirimkan 1 batalion TNI dari Jawa. Kedatangan pasukan tersebut dipandang mengancam kedudukan kelompok masyarakat pro-federal. Selanjutnya kelompok pro-federal ini bergabung dan membentuk “Pasukan Bebas” di bawah pimpinan Kapten Andi Aziz. Ia menganggap masalah keamanan di Sulawesi Selatan menjadi tanggung jawabnya.
Pada 5 April 1950, pasukan Andi Aziz menyerang markas TNI di Makassar dan berhasil menguasainya bahkan Letkol Mokoginta berhasil ditawan. Bahkan Ir.P.D. Diapari (Perdana Mentri NIT) mengundurkan diri karena tidak setuju dengan tindakan Andi Aziz dan diganti Ir. Putuhena yang pro-RI. Tanggal 21 April 1950, Wali Negara NIT, Sukawati mengumumkan bahwa NIT bersedia bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Untuk mengatasi pemberontakan tersebut pemerintah pada tanggal 8 April 1950 mengeluarkan perintah bahwa dalam waktu 4 x 24 Jam Andi Aziz harus melaporkan diri ke Jakarta untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Kepada pasukan yang terlibat pemberontakan diperintahkan untuk menyerahkan diri dan semua tawanan dilepaskan. Pada saat yang sama dikirim pasukan untuk melakukan operasi militer di Sulawesi Selatan yang dipimpin oleh A.E. Kawilarang.
Pada tanggal 15 April 1950 Andi Aziz berangkat ke Jakarta setelah didesak oleh Presiden NIT, Sukawati. Tetapi Andi Aziz terlambat melapor sehingga ia ditangkap dan diadili sedangkan pasukan yang dipimpin oleh Mayor H. V Worang terus melakukan pendaratan di Sulawesi Selatan. Pada 21 April 1950 pasukan ini berhasil menduduki Makassar tanpa perlawanan dari pasukan pemberontak.
Tanggal 26 April 1950, pasukan ekspedisi yang dipimpin A.E. Kawilarang mendarat di Sulawesi Selatan. Keamanan yang tercipta di Sulawesi Selatan tidak berlangsung lama karena keberadaan pasukan KL-KNIL yang sedang menunggu peralihan pasukan APRIS keluar dari Makassar. Mereka melakukan provokasi dan memancing bentrokan dengan pasukan APRIS.
Pertempuran antara APRIS dengan KL-KNIL terjadi pada 5 Agustus 1950. Kota Makassar pada waktu itu berada dalam suasana peperangan. APRIS berhasil memukul mundur pasukan lawan. Pasukan APRIS melakukan pengepungan terhadap tangsi-tangsi KNIL.
8 Agustus 1950, pihak KL-KNIL meminta untuk berunding ketika menyadari bahwa kedudukannya sudah sangat kritis.Perundingan dilakukan oleh Kolonel A.E Kawilarang dari pihak RI dan Mayor Jendral Scheffelaar dari KL-KNIL. Hasilnya kedua belah pihak setuju untuk dihentikannya tembak menembak dan dalam waktu dua hari pasukan KL-KNIL harus meninggalkan Makassar.

E.     Republik Maluku Selatan (RMS)
RMS adalah daerah yang diproklamasikan merdeka pada 25 April 1950 dengan maksud untuk memisahkan diri dari Negara Indonesia Timur (saat itu Indonesia masih berupa Republik Indonesia Serikat). Namun oleh Pemerintah Pusat, RMS dianggap sebagai pemberontakan dan setelah misi damai gagal, maka RMS ditumpas tuntas pada November 1950. Sejak 1966 RMS berfungsi sebagai pemerintahan terror di pengasingan, Belanda.
Pemerintah RMS yang pertama di bawah pimpinan dari J.H. Manuhutu, Kepala Daerah Maluku dalam Negara Indonesia Timur (NIT).
Setelah Mr. dr. Chris Soumokil (Mantan Jaksa Agung NIT yang merupakan underdog Belanda) dibunuh secara ilegal atas perintah Pemerintah Indonesia, maka dibentuk Pemerintah dalam pengasingan di Belanda di bawah pimpinan Ir. [Johan Alvarez Manusama], pemimpin kedua [drs. Frans Tutuhatunewa] turun pada tanggal 24 april 2009. Kini mr. John Wattilete adalah pemimpin RMS pengasingan di Belanda. Tagal serangan dan aneksasi ilegal oleh tentara RI, maka Pemerintah RMS, di antaranya, Mr.
Dr. Soumokil, terpaksa mundur ke Pulau Seram dan memimpin guerilla di pedalaman Nusa Ina (pulau Seram). Ia ditangkap di Seram pada 2 Desember 1962, dijatuhi hukuman mati oleh pengadilan militer, dan dilaksanakan di Kepulauan SeribuJakarta, pada 12 April 1966.
Pada bulan September 2011, Jendral Kivlan Zen purn. mengaku dalam wawancara dengan Global Post bahwa Kerusuhan Ambon sebenarnya rekayasa dari para elit RMS dan Pendukung RMS di Belanda. Mereka membuat skenario yang seolah-olah TNI dan Pemerintah Republik Indonesia telah melakukan destabilisasi Maluku secara politik dan ekonomis. Dalam skenario ini dibuat seolah-olah RMS dipersalahkan dengan sengaja dan dikambinghitamkan. Mereka memakai kalimat-kalimat seperti:
"Pada saat Kerusuhan Ambon yang terjadi antara 1999-2004, RMS kembali mencoba memakai kesempatan untuk menggalang dukungan dengan upaya-upaya provokasi, dan bertindak dengan mengatas-namakan rakyat Maluku.
Pada tanggal 29 Juni 2007, beberapa elemen aktivis RMS berhasil menyusup masuk ke tengah upacara Hari Keluarga Nasional yang dihadiri oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, para pejabat dan tamu asing. Mereka menari tarian Cakalele seusai gubernur Maluku menyampaikan sambutan. Para hadirin mengira tarian itu bagian dari upacara meskipun sebenarnya tidak ada dalam jadwal. Mulanya aparat membiarkan saja aksi ini, namun tiba-tiba para penari itu mengibarkan bendera RMS. Barulah aparat keamanan tersadar dan mengusir para penari keluar arena.


F.      Pemberontakan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia / Perjuangan Rakyat Semesta  ( PRRI-Permesta)
Pemberontakan PRRI/Permesta didahului dengan pembentukan dewan-dewan di beberapa daerah di Sumatera, antara lain Dewan Banteng di Sumatera Barat oleh Letnan Kolonel Achmad Husein (20 Desember 1956) ; Dewan Gajah di Medan oleh Kolonel Maludin Simbolon (22 Desember 1956) dan Dewan Manguni di Manado oleh Letnan Kolonel Ventje Sumuai (18 Februari 1957). Tanggal 10 Februari 1958 didirikan organisasi yang bernama Gerakan Perjuangan Menyelamatkan Negara Republik Indonesia yang diketuai oleh Letnan Kolonel Achamad Husein.
Gerakan Husein ini akhirnya mendirikan PRRI (Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia) yang berkedudukan di Bukittinggi dengan Syafruddin Prawiranegara sebagai pejabat presiden. Permesta (Perjuangan Rakyat Semesta) pada hari berikutnya mendukung dan bergabung dengan PRRI sehingga gerakan bersama itu disebut PRRI/Permesta. Permesta yang berpusat di Manado tokohnya adalah Letnan Kolonel Vantje Sumual, Mayor Gerungan, Mayor Runturambi, Letnan Kolonel D.J. Samba, dan Letnan Kolonel Saleh Lahade.
Untuk menumpas pemberontakan PRRI/Permesta dilaksanakan operasi gabungan yang terdiri atas unsur-unsur darat, laut, udara, dan kepolisian. Serangkaian operasi yang dilakukan adalah sebagai berikut :
1.      Operasi Tegas dengan sasaran Riau dipimpin oleh Letkol Kaharudin Nasution. Tujuan mengamankan instansi dan berhasil menguasai kota. Pekanbaru pada tanggal 12 Maret 1958.
2.      Operasi 17 Agustus dengan sasaran Sumatera Barat dipimpin oleh Kolonel Ahmad Yani berhasil menguasai kota Padang pada tanggal 17 April 1958 dan menguasai Bukittinggi 21 Mei 1958.
3.      Operasi Saptamarga dengan sasaran Sumatera Utara dipimpin oleh Brigjen Jatikusumo.
4.      Operasi Sadar dengan sasaran Sumatera Selatan dipimpin oleh Letkol Dr. Ibnu Sutowo.
5.      Sedangkan untuk menumpas pemberontakan Permesta dilancarkan operasi gabungan      dengan nama Merdeka di bawah pimpinan Letkol Rukminto Hendraningrat, yang terdiri dari:
a.       Operasi Saptamarga I dengan sasaran Sulawesi Utara bagian Tengah, dipimpin oleh Letkol Sumarsono.
b.      Operasi Saptamarga II dengan sasaran Sulawesi Utara bagian Selatan, dipimpin oleh Letkol Agus Prasmono.
c.       Operasi Saptamarga III dengan sasaran Kepulauan Sebelah Utara Manado, dipimpin oleh Letkol Magenda.
d.      Operasi Saptamarga IV dengan sasaran Sulawesi Utara, dipimpin oleh Letkol Rukminto Hendraningrat




BAB III
PENUTUP

A.     Kesimpulan
Dari pembahasan makalah diatas dapat disimpulkan bahwa bentuk kebijakan politik pemerintahan yaitu mengatasi berbagai bentuk pergolakan yang ada didaerah:
1.      Peristiwa konflik dan pergolakan yang berkaitan dengan ideologi.Termasuk dalam kategori ini adalah pemberontakan PKI Madiun, pemberontakan DI/TII dan peristiwa G30S/PKI. Ideologi yang diusung oleh PKI tentu saja komunisme, sedangkan pemberontakan DI/TII berlangsung dengan membawa ideologi agama.
Perlu diketahui bahwa menurut Herbert Feith, seorang akademisi Australia, aliran politik besar yang terdapat di Indonesia pada masa setelah kemerdekaan (terutama dapat dilihat sejak Pemilu 1955) terbagi dalam lima kelompok : nasionalisme radikal (diwakili antara lain oleh PNI), Islam (NU dan Masyumi), komunis (PKI), sosialisme demokrat (Partai Sosialis Indonesia/ PSI), dan tradisionalis Jawa (Partai Indonesia Raya/ PIR, kelompok teosofis/ kebatinan, dan birokrat pemerintah/pamongpraja). Pada masa itu kelompok-kelompok tersebut nyatanya memang saling bersaing dengan mengusung ideologi masing-masing.
2.      Peristiwa konflik dan pergolakan yang berkait dengan kepentingan (vested interest).Termasuk dalam kategori ini adalah pemberontakan APRA, RMS dan Andi Aziz.Vested Interest merupakan kepentingan yang tertanam dengan kuat pada suatu kelompok. Kelompok ini biasanya berusaha untuk mengontrol suatu sistem sosial atau kegiatan untuk keuntungan sendiri.
3.      Peristiwa konflik dan pergolakan yang berkait dengan sistem pemerintahan.Termasuk dalam kategori ini adalah persoalan negara federal dan BFO (Bijeenkomst Federal Overleg), serta pemberontakan PRRI dan Permesta. Masalah yang berhubungan dengan negara federal mulai timbul ketika berdasarkan perjanjian Linggajati, Indonesia disepakati akan berbentuk negara serikat/federal dengan nama Republik Indonesia Serikat (RIS).

B.     Saran
Hendaknya kita sebagai generasi muda mampu memahami sejarah berkenaan dengan kebijakan politik pemerintahan dengan berbagai fakta atau sumber yang memadai agar kita semakin memahami bentuk perjuangan bangsa Indonesia dalam pergolakan yang terjadi.


DAFTAR PUSTAKA

http://mkssej6.blogspot.com/2012/10/pemberontakan-andi-azis.html
http://zainulhasansejarah.blogspot.com/2014/05/hubungan-kausalitas-kebijakan-politik.html
http://gurusejarahlokal.blogspot.com/2015/11/konflik-dan-pergolakan-di-indonesia.html
http://mkssej19.blogspot.com/2012/10/pergolakan-daerah.html
https://www.slideshare.net/bpangisthu/sejarah-indonesia-kelas-xii-k13-buku-siswa
http://serbasejarah.blogspot.com/2011/10/pemberontakan-pemberontakan-di.html

Komentar

  1. Promo Fans^^poker :
    - Bonus Freechips 5.000 - 10.000 setiap hari (1 hari dibagikan 1 kali) hanya dengan minimal deposit 50.000 dan minimal deposit 100.000 ke atas
    - Bonus Cashback 0.5% dibagikan Setiap Senin
    - Bonus Referal 20% Seumur Hidup dibagikan Setiap Kamis

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makalah Perlawanan bangsa Indonesia terhadap Kolonialisme dan Imperialisme bansga eropa di Nusantara

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Kedatangan bangsa barat (Portugis, Inggris, dan Belanda) di wilayah Indonesia, yang diikuti dengan penguasaan terhadap wilayah-wilayah di Indonesia dalam periode tertentu ternyata menimbulkan reaksi dari rakyat Indonesia. Reaksi tersebut bentuknya bermacam-macam, tetapi pada pokoknya hanya dua, yaitu kerjasama dan perlawanan. Kerjasama kebanyakan dilakukan bilamana rakyat Indonesia baik secara individu maupun kelompok ingin mendapatkan kekuasaan, sebaliknya perlawanan dilakukan bila bangsa barat tersebut berusaha mengambil alih aset yang dimilikinya, apakah itu berbentuk tempat berdagang, bertani atau berkuasa. Selain itu perlawanan juga dilakukan rakyat Indonesia terhadap bangsa Barat yang disebabkan bangsa-bangsa tersebut berusaha memaksakan kehendaknya dengan cara ingin memperluas kekuasaannya di Indonesia sambil merampas hak-hak tradisional kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia. Perlawanan rakyat Indonesia terhadap ...

Makalah Hukum Administrasi negara (HAN)

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Masalah Dalam cabang ilmu hukum, ada beberapa istilah yang digunakan untuk menyebut Hukum Administrasi Negara. Misalnya ada yang menggunakan istilah Hukum Tata Pemerintahan, dan ada juga yang menggunakan istilah Hukum Tata Usaha Negara. Meskipun dalam ruang penyebutan istilah yang berbeda, namun dalam perkembangan selanjutnya pemakaian istilah untuk bidang ilmu hukum ini diganti lagi menjadi istilah Hukum Administrasi Negara, setelah sebelumnya sempat menggunakan istilah Hukum Tata Pemerintahan pada tahun 1972 atas dasar Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada tanggal 30 Desember 1972 Nomor 198/U/1972 tentang pedoman kurikulum minimal. Hukum Administrasi Negara ini menguji hubungan hukum istimewa yang diadakan dan yang memungkinkan para pejabat administrasi Negara melakukan tugas istimewa mereka (definisi Logemann). Administrasi Negara diberi tugas mengatur kepentingan umum, misalnya kesehatan masyarakat, ...

Makalah 10 Tantangan Masa Depan (Administrasi Pembangunan)

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Perkembangan dalam dunia ilmu pengetahuan dan teknologi yang demikian pesat seperti yang apat disaksikan dewasa ini, telah menyebabkan terjadinya berbagai perubahan besar menyangkut aktivitas kehidupan manusia. Perkembangan dan perubahan aktivitas manusia dan masyarakat suatu negara menuntut Pemerintah suatu negara untuk memiliki kualitas dan kemampuan mengatur dan melayani kebutuhan, harapan dan tuntutan yang semakin lama semakin kritis dan semakin besar dan kompleks. Sejalan dengan perkembangan tersebut, dimana negara negara di dunia semakin menglobal seolah tanpa batas menyebabkan administrasi negara harus mampu untuk dapat mengimbangi berbagai tuntutan dan kebutuhan untuk mengatasi dan mengantisipasi perubahan yang sangat cepat tersebut. Tidak hanya peningkatan aspek praktis yang perlu diperhatikan, tetapi hal yang berkaitan dengan aspek teoritis dan ilmiah perlu juga mengadaptasi perhatian. Berkaitan dengan persoala...