RUMUSAN MASALAH
1.
Apa pengertian perang salib?
2.
Bagaimana Periodisasi Perang Salib?
3.
Apa sebab-Sebab terjadinya perang salib?
4.
Bagaimana Penaklukan Yerussalem oleh pasukan
Salib?
5.
Bagaimana Reaksi Umat Islam terhadap perang
salib?
6.
Bagaimana Penaklukan Yerussalem oleh Salahuddin
Al Ayyubi?
7.
Apa akibat perang salib bagi dunia barat
(kristen) dan timur (Islam)?
PEMBAHASAN
A. Pengertian perang salib
Perang Salib
adalah serangkaian ekspedisi militer yang diorganisasikan oleh Eropa Kristen
terhadap kekuatan kaum muslimin di Timur Dekat untuk mengambil alih control
atas Kota Suci Jerusalem. Perang ini berlangsung sekitar 2 abad lebih, yaitu
sejak tahun 1096 M ketika perang pertama diserukan oleh pihak Eropa Kristen
hingga tahun 1291 M saat tentara Salib di Timur dipaksa keluar dari Acre-Suriah
yang merupakan pertahanan terakhir mereka.[1]
Sebelum
terjadi perang besar di antara dua umat tersebut, pertamakali bangsa Eropa yang
mayoritas beragama Kristen dan Islam di Timur bertemu. Pertemuan itu terjadi
akibat kebijakan-kebijakan ekspansi negara muslim baru yang terbentuk setelah
wafatnya Nabi Muhammad (w.632 M).
Satu abad
kemudian, orang-orang Islam telah menyeberangi barisan pegunungan di antara
Prancis dan Spanyol dan menaklukan wilayah-wilayah yang membentang dari India
utara hingga Prancis selatan. Dua ratus tahun berikutnya, kekuasaan Islam
secara meluas hingga bisa membentuk kesejahteraan dari tahun 750 dan seterusnya
yang dibawah pemerintahan Dinasti Abbasiyah.
Namun pada
abad kesepuluh dan kesebelas, perpecahan mulai terjadi di tubuh Dinasti
Abbasiyah di Baghdad terus berlangsung. Kondisi tersebut memicu timbulnya
renaissance Kristen di Spanyol dan bangsa Eropa di Mediterania timur.[2]Jalur-jalur
perdagangan diikuti dengan keberhasilan di bidang kelautan berhadapan dengan
kaum muslim. Bangsa Norman merebut Sisilia dari tangan kaum muslim dan kaum
Kristen di utara Spanyol merebut kembali Toledo dan tidak tertahankan lagi
bergerak ke selatan. Tetangga dekat dunia Islam, Byzantium berhasil melakukan
penyerbuan ke utara Suriah pada akhir abad kesepuluh dan dalam waktu yang tidak
lama menguasai kota-kota di negeri itu.[3]
Selama
abad-abad pertama kekuasaan kaum muslim, para peziarah Kristen dari Eropa
mengunjungi tempat suci agama mereka di Yerusalem dan Tanah Suci. Di sisi lain
terdengar kabar tentang gaya hidup yang luar biasa dan tingginya kemajuan
peradaban dunia Islam sampai ke Eropa. Dan abad kesebelas, Paus dan
kerajaan-kerajaan Eropa juga mendapat kabar kemunduran dan desentralisasi
kekuasaan militer dan politik umat Islam.[4]Pada
abad ini juga banyak sekali ditemukan tanda-tanda kemunduran dan kehancuran
dari Islam. Seperti dalam kekuasaan Dinasti Fatimiyah yang menganut Syiah
Ismailiyah yang ditentang oleh kaum Sunni dan Khalifah Abbasiyah dan masih
banyak perselisihan intemal dalam Islam sendiri.[5]
B. Tokoh-Tokoh Perang Salib
1.
Dari Islam
a.
Imaduddin Zanky (Penakluk Negara Salib)
Imaduddin
Zanky (yang di Barat terkenal dengan nama Zengi) adalah panglima perang muslim
yang mengagumkan, yang upayanya diarahkan untuk memerangi kaum Frank,
Ekspansionis awal yang menamakan diri sebagai tentara salib. Imaduddin Zanky
berhasil menaklukkan Negara pertama dari Negara-negara tentara salib bagi
Islam, ketika ia merebut Edessa (Raha) pada tahun 1144 M, yang merupakan Negara
pertama kaum salib.
Pada prasasti
di Aleppo yang bertuliskan Muharram 537 H/Agustus 1142 M, Imaduddin Zanky
dijuluki sebagai penakluk orang-orang kafir dan orang-orang musyrik, pemimpin
pra pejuang jihad, penolong para pasukan, dan pelindung wilayah-eilayah muslim.
Imaduddin Zanky adalah putra Kasim Ad-Daulah Aqsankar, ketika Kasim meninggal
secara mengenaskan di tangan Tutuch, saudara Malik Syah, karena iri atas
kesuksesannya meredam kekacauan politik di Halab pada tahun 1092 M, akhirnya
posisinya digantikan oleh Imaduddin Zanky. Kemudian ia terkenal setelah
menaklukkan Al-Mustarsyid (Khalifah Abbasiyah) pada tahun 1126 M.
Imaduddin
Zanky menduduki beberapa posisi strategis. Pertama, menjadi syahnakiyyah (wakil
sultan) di Damaskus, yang bertugas mengawasi gerak-gerik kekhalifahan Abbasiyah
yang telah bertekuk lutut. Kedua, menjadi attabek (kesultanan wilayah) pada
tahun 1127 M di Mousul. Ketiga, mewakili Sultan Mahmud meredam pemberontakan di
Halab Bani Artaq dan Bani Saljuk setelah Izzuddin Mas’ud al-Bursuqi wafat.
Keempat, mematahkan serbuan gabungan tentara salib dari Raha, Suruj, dan
Piraios yang ingin menguasai wilayah Carrhae.
b.
Nuruddin Mahmud (Propagandis Semangat Perang
Umat Muslim)
Nuruddin
Mahmud adalah putra kedua imaduddin Zanky. Ia sebagai panglima Islam ketika
pecah Perang Salib II pada tahun 1148 M, serta pengambil alih Raha (Edessa) dan
Aleppo dari pihak tentara salib. Tahun 1149 M, berhasil memukul mundur kaum
Frank. Atas pencapaiannya tersebut, Nuruddin Mahmud disebut sebagai tokoh
pemimpin kaum muslimin terbesar kedua setelah Shalahuddin al-Ayyubi dalam
sejarah Perang Salib.
Selama
kepemimpinannya, Nuruddin Mahmud menuai banyak kesuksesan dalam menaklukkan
tentara salib, yang dianggap sebagai fase kebangkitan kaum muslimin kedua
setelah periode kepemimpinan Imaduddin Zanky. Nuruddin Mahmud secara perlahan
dapat menyatukan Mesir dan Syria, serta menaklukkan kaum salib Frank yang
dikomandoi oleh Kaisar Jerman (Conrad III), Raja Prancis (Lois VII) dari
Anthiokia, dan Roha (Edessa).
Seusai dinasti
Fatimiyah di Mesir dikuasainya, Nuruddin Mahmud meletakkan fondasi penyatuan
kaum muslimin dan menegaskan kembali Legitimasi satu-satunya Khalifah Abbasiyah
yang bemadzhab Sunni. Perang Salib II di nilai sebagai titik balik bangkitnya
kaum muslimin dari kekalahan. Semangat jihad pertama kali didengungkan pada
masa-masa ini. Itu semua berkat peran besar Nuruddin Mahmud. Dalam ambisinya
menyatukan kaum muslimin, Nuruddin Mahmud terpaksa melakukannya dengan cara
memerangi dan menguasai kekuatan-kekuatan penting kaum Islam Sunni di Syria dan
Syi’ah Ismailiyah sekaligus fraksi-fraksi lain di Mesir untuk menyadarkan
mereka bahwa musuh utama kaum muslimin adalah kaum salib Frank.
c.
Asaduddin Shirkuh (Panglima Perang Muslim
Terbesar)
Asaduddin
Shirkuh adalah seorang jenderal yang gagah berani. Ia merupakan Komandan
Angkatan Perang Syria yang telah memukul mundur tentara salib, baik di Syria
maupun Mesir. Sekitar tahun 1130 M ketika Shaddadid digulingkan, Sa’di
memindahkan keluarganya ke Baghdad, kemudian Tikrit, yang disana ia diangkat
sebagai Gubernur Tikrit. Ayyub menggantikan ayahnya sebagai Gubernur Tikrit
ketika Sa’di meninggal dunia. Asaduddin Shirkuh menjabat sebagai panglima
perang. Pada suatu kali, ia bersitegang dengan seorang Kristen secara sangat a
lot sehingga ia membunuhnya. Lalu, karena dianggap sebagai pengacau perdamaian
dengan kaum salib, ia dan saudara-sudaranya (termasuk Ayyub) diasingkan. Itu
terjadi pada tahun 1138 M.
Konon,
keponakan Asaduddin Shirkuh yang bernama Yusuf (kemudian dikenal sebagai
Shalahuddin) lahir pada waktu malam ketika mereka sedang dalam perjalanan.
Asaduddin Shirkuh, keluarga, dan saudara-saudaranya meminta suaka ke Dinasti
Zengi (Zanky) di Mosul. Zanky menerima mereka dengan baik dan penuh suka cita.
Setelah beberapa lama diketahui bahwa Asaduddin Shirkuh memiliki kecakapan
militer yang bagus, kemudian Nuruddin Mahmud, putra Zanky, menariknya sebagai
tentara anggota. Asaduddin Shirkuh dipercayai memerintah kota Homs sebagai
Negara bahan Mosul. Sementara itu, Ayyub diserahi tanggung jawab sebagai
Gubernur Baalbek dan Damaskus atas Rekomendasi Nuruddin Mahmud pada tahun 1154
M. Asaduddin Shirkuh dan pasukannya berhasil membekuk pasukan Shawar-Amalric I,
serta menyerang daerah-daerah kekuasaan tentara salib di Timur Dekat. Bahkan,
ia hampir memenangkan dan menguasai Kerajaan Antiokhia (salah satu Kerajaan
Salib terbesar).
d.
Shalahuddin al-Ayyubi (Tokoh Terbesar Kesatria
Muslim Sepanjang Sejarah Perang Salib)
Diantara tokoh
perang salib di pihak Islam yang paling terkenal ialah Shalahuddin al-Ayyubi.
Ia sebagai pendiri Dinasti Ayyubiyah di Mesir yang memiliki wilayah kekuasaan
meliputi Syria, Yaman, Irak, Hijaz, dan Diyar Bakr. Shalahuddin al-Ayyubi tidak
hanya terkenal dan dihormati di dunia Timur, tetapi juga di Barat. Itu
dikarenakan kepemimpinan, kekuatan militer, sifatnya yang kesatria, bijaksana,
dan pengampun saat ia berperang melawan tentara salib. Selain sebagai Sultan
dan Panglima Perang, Shalahuddina al-Ayyubi juga sebagai seorang ulama dan
Sufi. Ia banyak men-syarah-i kitab hadits Abu Dawud dan melaksanakan ritual
kesufian.
Pada masa
remaja, Shalahuddin al-Ayyubi belajar Agama Islam 10 tahun di Damaskus, sejak
usia belasan tahun, ia selalu bersama ayahnya diberbagai medan pertempuran
melawan tentara salib dan menumpas para pemberontak terhadap sultan Nuruddin
Mahmud. Shalahuddin al-Ayyubi merevitalisasi perekonomian dan politik Mesir, mengorganisir
ulang kekuatan militer, serta menggalakan pendidikan dengan meresmikan dan
menjadikan Universitas Al-Azhar sebagai pusat pendidikan Ahlussunnah wal
Jamaah. Shalahuddin al-Ayyubi menyatukan Syria dengan Mesir, kemudian membangun
Dinasti Al-Ayyubiyah dengan dirinya sendiri sebagai sultannya yang pertama.
Tidak lam
kemudian , ia dapat menggabungkan negeri An-Nubah, Sudan, Yaman, Maroko,
Mousul, dan Hijaz kedalam kekuasaannya yang besar. Shalahuddin al-Ayyubi
menghukum mati Count Rainald de Chatillon yang keji dan kejam terhadap
orang-orang islam. Namun, ia membiarkan Guy de Lusignan pergi Karena ia tidak
melakukan kekejaman yang serupa. Sekali lagi, terlihatlah arti keadilan yang
sebenarmya.
2.
Dari kristen
a.
Bohemond I; The New Buamundus Gigas
Bohemond I
lahir pada tahun 1058 M di san Marco rgentano, Calabria, normandia. Ia adalah
putra dari keluarga bangsawan normandia. Ayahnya bernama norman robet
Guiscard, raja Apulia dan Calabria, sedangkan ibunya ialah alberada dari
buonalbergo. Bohemond I (1058-1111 M) adalah pangeran Taranto dan raja
antiokhia. Ia merupakan pemimpin perang salib I. pada perang salib itu, kaum
Frank (sebutan bagi tentara salib Kristen) belum memiliki pemimpin militer
secara langsung, dan hanya tentara nonprofessional yang diisi oleh berbagai
elemen masyarakat eropa yang menjadi relawan perang atas provokasi dari pihak
gereja, terutama oleh pemimpinnya, Urbanus II. Bohenmond I mendampingi ayahnya
dalam serangan besar ke kekaisaran Byzantium pada rentang waktu
1085 M, serta memerintahkan tentara normandia selama absennya Guiscard dalam
perang karena adanya sebuah urusan kerajaan selama 2 tahun. Ketika bohemond I
memerintah antiokhia, tentara salib lainnya pindah ke selatan hingga
direbutnya jarusalem oleh pihak salib dari dinasti Seljuk. Ini prestasi
terbesar kedua bagi bohemand I dalam perang salib.
b.
Guy de Lusignan; si Bijak yang paling dihujat
Setelah tiba
ditanah suci tahun 1170 M, Guy de Lusignan berupaya mencegah insiden politik di
kerajaan salib Jerusalem yang kala itu dipimpin oleh Baldwin IV. Dalam beberapa
tahun, Baldwin sakit parah dan terus memburuk. Gut de Lusignan pun diangkat
menjadi gubernur Jerusalem dan dianugerahi mahkota oleh putri Jerusalem tahun
1186 M. Pertempurannya dengan Shalahudin al-Ayyubi, akhirnya ia ditangkap dan
Jerusalem jatuh di tangan Sshalahudin al –Ayyubi. Setelah satu tahun di penjara
Damaskus, ia dibebaskan oleh shalahudin al-Ayyubi, tetapi ia menolak masuk ke
Tirus, salah satu benteng terakhir tentara salib oleh Condrad of Montferrat.
Guy de Lusigan
berada dibarisan Conrad sebagai raja Jerusalem sedangkan Richard lebih
mendukung Guy dibanding Conrad. Conrad dibunuh oleh Hashshashin diduga karena
keterlibatan Richard dan Guy. Guy diberikan kompesansi atas pencabutan
mahkotanya oleh Conrad dulu, denagn diberi kekuasaan di Siprus pada tahun 1192
M. Pada tahun 1174 M, keberhasilan Guy di Jerusalem tidak dapat dipisahkan
denagn dukungan sosial dan politik raja Jerusalem, Baldwin IV. Ketika Baldwin
IV menyerah pada penyakitnya tahun 1185 M, Baldwin V diangkat menjadi raja
sayangnya, ia sakit-sakitan dan akhirnya meninggal dunia 1 tahun kemudian pada
1186 M. Akhirnya Guy de Lusignan dinobatkan sebagai raja Jerusalem walaupun ada
konflik dari oposisi.
c.
Richard the Lion Heart; Panglima terbesar
Pasukan salib
Richard lahir
pada 8 September 1157 M di Beaumont Palace, sebagai anak dari raja Henry II of
England dan Matilda.pada tahun 1169 M, raja Henry II membagi wilayah kerajaan
untuk ketga putranya. Henry III akan menjadi raja Inggris dan memiliki kendali
atas Anjou, Maine, dan Normandia. Godfrey atas Brittany dan Richard ats
Aquitaine dan Poitiers. Srjak tahun 1180 M hingga 1183 M, terjadi ketegangan
antara Henry II dan Richard. Pasalnya, Richard disur jormat pada Henry III
sebagai raja muda akhirnya pada tahun 1183 M, ayahnya menginvasi aquitane
terhadap Henry III dan Godfrey namun, Richard dan pasukannnya mampu menahan
serangan mereka, konflik berhenti ketika pada juni 1183 M, Henry III meninggal.
Pada 6 Juli 1189 M, Henry II meningga dunia dan Richard pun ditahbiskan sbagai
raja Inggris pada 20 Juli 1189
M.
Usaha Richard
yang pertama ialah membasmi pemeluk yahudi Inggris atau memaksa mereka dibabtis
sebagai pemeluk kristen. Setelah berhasil mengusir orang yahudi dari daratan
Inggris, Richard berkonsentrasi pada perang salib. Richard mulai membuat
tentara salib baru yang ia himpun di tanah Eropa, ia rela menghabiskan warisan
ayahnya, menjual tanah jajahan dan membebaskan [ara tawanan untuk ikut pernag
bersamanya. Akhirnya, Richar berhasil membenuk tentara salib yang tediri atas
4000 tentara bersnjata, 4000 tentara pejalan kaki dan sekitar 100 armada kapal.
Tahun 1190 M, Richard dan philip II bersama angkatan perangnya berangkat menuju
Jerusalem.
C. Penyebab secara umum terjadinya perang
salib
Perang Salib
adalah gerakan umat Kristen di Eropa yang memerangi umat Muslim di Palestina
secara berulang-ulang mulai abad ke-11 sampai abad ke-13, dengan tujuan untuk
merebut Tanah Suci dari kekuasaan kaum Muslim dan mendirikan Gereja dan
kerajaan Latin di Timur. Dinamakan Perang Salib, karena setiap orang Eropa
yang ikut bertempur dalam peperangan memakai tanda salib pada bahu, lencana dan
panji-panji mereka.[6]
Istilah ini
juga digunakan untuk ekspedisi-ekspedisi kecil yang terjadi selama abad ke-16
di wilayah di luar Benua Eropa, biasanya terhadap kaum pagan dan kaum
non-Kristiani untuk alasan campuran; antara agama, ekonomi, dan
politik. Skema penomoran tradisional atas Perang Salib memasukkan 9
ekspedisi besar ke Tanah Suci selama Abad ke-11 sampai dengan Abad ke-13.
“Perang Salib” lainnya yang tidak bemomor berlanjut hingga Abad ke-16 dan
berakhir ketika iklim politik dan agama di Eropa berubah secara signifikan
selama masa Renaissance.
Perang Salib
pada hakikatnya bukan perang agama, melainkan perang merebut kekuasaan daerah.
Hal ini dibuktikan bahwa Tentara Salib dan Tentara Muslim saling bertukar ilmu
pengetahuan.[7]
Selain faktor
perebutan kekuasaan, dalam buku yang ditulis Carole Hillenbrand dijelaskan,
bahwa Kepausan memiliki alasan yang mendorong untuk menyerang umat Islam.
Maklumat penting telah dikelurkan Paus Urbanus II pada tanggal 17 November 1097
di Clermont menyeru umat Kristen agar membebaskan kota Yerusalem dari
penindasan umat Islam.[8]Namun
versi Barat mencatat pada tahun 1905 Paus Urbanus II menyerukan maklumat perang
sucinya.[9]Kemudian,
mulailah rangkaian operasi militer oleh kaum Eropa barat melawan Islam Timur
Dekat yang kemudian disebut sebagai Perang Salib.[10]Salah
satu contoh dari faktor tersebut yang mendorong umat Kristen untuk melancarkan
serangan ke wilayah Islam seperti ketika Paus mendengar kabar bahwa reputasi
buruk dari Dinasti Fatimiyah yang pada saat itu dibawah kepemimpinan al-Hakim
telah menghancurkan Gereja Makam Suci Yerusalem pada 1009-1010.[11]
Secara singkat
pada akhir dekade abad kesebelas Islam mulai menunjukan kelemahan,
ketidakstabilan dan perpecahan poltik yang sebelumnya tidak terjadi.
Pertikaianpun dalam perebutan kekuasaan Islam Timur dan Mesir juga terjadi.
Dengan semangat yang lebih berkobar kaum Eropa barat melawan Islam Timur Dekat
yang kemudian dikenal sebagai Perang Salib.[12]
Perang Salib
berpengaruh sangat luas terhadap aspek-aspek politik, ekonomi dan sosial, yang
mana beberapa bahkan masih berpengaruh sampai masa kini. Karena konfilk intemal
antara kerajaan-kerajaan Kristen dan kekuatan-kekuatan politik, beberapa
ekspedisi Perang Salib (seperti Perang Salib Keempat) bergeser dari tujuan
semulanya dan berakhir dengan dijarahnya kota-kota Kristen, termasuk ibukota
Byzantium, Konstantinopel-kota yang paling maju dan kaya di benua Eropa saat
itu. Perang Salib Keenam adalah perang salib pertama yang bertolak tanpa restu
resmi dari Gereja Katolik, dan menjadi contoh preseden yang memperbolehkan
penguasa lain untuk secara individu menyerukan perang salib dalam ekspedisi
berikutnya ke Tanah Suci. Konflik intemal antara kerajaan-kerajaan Muslim dan
kekuatan-kekuatan politik pun mengakibatkan persekutuan antara satu faksi
melawan faksi lainnya seperti persekutuan antara kekuatan Tentara Salib dengan
Kesultanan Rum yang Muslim dalam Perang Salib Kelima.
D. Faktor Penyebab Terjadinya Perang Salib
1.
Faktor Agama
Salah satu
faktor agama yang menyebabkan terjadinya Perang Salib adalah perebutan Bait
al-Maqdis oleh Dinasti Saljuk (w. 471 M) dari Dinasti Fatimiyah. Karena, Bait
al-Maqdis adalah tempat orang-orang Kristen dapat berziarah suci. Mereka merasa
tidak nyaman ketika kekuasaan Bait al-Maqdis jatuh ke tangan Dinasti Saljuk
dengan peraturan yang telah di buat. Dari situlah yang mendorong Paus Urbanus
II (w. 1095 M) untuk mengajak seluruh Umat Kristiani Eropa melancarkan serangan
Perang Salib Pertama.[13]
2.
Faktor Politik
Faktor dari politik
ini muncul ketika Dinasti Saljuk yang telah menguasai Byzantium yang mengancam
kota Konstantinopel. Sehingga Kaisar Alexius I minta bantuan kepada Paus II
untuk melakukan Perang menentang aggressor muslim.[14]
3.
Faktor Ekonomi
Pada saat itu perdagangan
dikuasai oleh pedagang besar muslim yang ingin menguasai kota dagang sepanjang
pantai timur dan selatan laut tengah terutama di kota Venerica, Genoa dan Pisa.
Berawal dari ketidak terimaan dari bangsa Kristen Eropa inilah sehingga
terbentuknya misi dari mereka untuk memerangi Islam.[15]
E. Periodisasi Perang Salib
1.
Perang Salib Periode Pertama
a.
Kondisi Umum Dunia Islam Menjelang Perang Salib
Pertama.
Secara umum
Perang Salib pertama di menangkan oleh pihak barat (umat Kristen), karena waktu
itu kaum Muslim tengah mengalami perpecahan dan kemunduran akibat kehilangan
para pemimpin yang benar-benar kuat dan karena terjadinya pertikaian
agama. Kalau saja Tentara Salib datang sepuluh tahun lebih awal, pasti
mereka mendapat perlawanan keras karena bersatunya berbagai kelompok di negara
yang diperintah oleh Maliksyah, Sultan besar dari tiga Sultan Besar Turki
Saljuk. Wilayah kekuasaan Barat meliputi Irak, Suriah, dan Palestina.[16]
b.
Penyebab Langsung Perang Salib Pertama.
Penyebab
langsung dari Perang Salib Pertama adalah permohonan Kaisar Alexius I kepada
Paus Urbanus II untuk menolong Kekaisaran Byzantium dan menahan laju invasi
Tentara Muslim ke dalam wilayah kekaisaran tersebut. Hal ini dilakukan
karena sebelumnya pada tahun 1071, Kekaisaran Byzantium telah dikalahkan oleh
pasukan Seljuk yang dipimpin oleh Sulthan Alp Arselan di Pertempuran Manzikert,
yang hanya berkekuatan 15.000 prajurit, dalam peristiwa ini berhasil
mengalahkan Tentara Romawi yang berjumlah 40.000 orang, terdiri dari Tentara
Romawi, Ghuz, al-Akraj, al-Hajr, Perancis dan Armenia. Dan kekalahan ini
berujung kepada dikuasainya hampir seluruh wilayah Asia Kecil (Turki modem).
Meskipun Pertentangan Timur-Barat sedang berlangsung antara Gereja Katolik
Barat dengan Gereja Ortodoks Timur, Alexius I mengharapkan respon yang positif
atas permohonannya. Bagaimanapun, respon yang didapat amat besar dan hanya
sedikit bermanfaat bagi Alexius I.[17]Paus
menyeru bagi kekuatan invasi yang besar bukan saja untuk mempertahankan
Kekaisaran Byzantium, akan tetapi untuk merebut kembali Yerusalem, setelah
Dinasti Seljuk dapat merebut Baitul Maqdis pada tahun 1078 dari kekuasaan
dinasti Fatimiyah yang berkedudukan di Mesir. Umat Kristen merasa tidak lagi
bebas beribadah sejak Dinasti Seljuk menguasai Baitul Maqdis.
c.
Jalannya Perang Salib Pertama.
Ketika Perang
Salib Pertama didengungkan pada 27 November 1095, para pangeran Kristen dari
Iberia sedang bertempur untuk keluar dari pegunungan Galicia dan Asturia,
wilayah Basque dan Navarre, dengan tingkat keberhasilan yang tinggi, selama
seratus tahun. Kejatuhan bangsa Moor Toledo kepada Kerajaan León pada tahun
1085 adalah kemenangan yang besar. Ketidakbersatuan penguasa-penguasa Muslim
merupakan faktor yang penting dan kaum Kristen yang meninggalkan para wanitanya
di garis belakang amat sulit untuk dikalahkan. Mereka tidak mengenal hal lain
selain bertempur.
Mereka tidak
memiliki taman-taman atau perpustakaan untuk dipertahankan. Para ksatria
Kristen ini merasa bahwa mereka bertempur di lingkungan asing yang dipenuhi
oleh orang kafir sehingga mereka dapat berbuat dan merusak sekehendak hatinya.
Seluruh faktor ini kemudian akan dimainkan kembali di lapangan pertempuran di
Timur. Ahli sejarah Spanyol melihat bahwa Reconquista adalah kekuatan besar
dari karakter Castilia, dengan perasaan bahwa kebaikan yang tertinggi adalah
mati dalam pertempuran mempertahankan ke-Kristen-an suatu Negara.[18]
Islam juga
sangat menyadari ketika pertempuran itu berlangsung, Tentara Salib berjumlah
besar telah lebih dulu menduduki Konstantinopel dan mereka juga menuju Suriah
melalui Anatolia. Di Anatolia, pasukan Salib di ganggu oleh bangsa Turki yang
dilakukan oleh Qilij Arslan I ia menuju terowongan, jalur dan jalan yang harus
dilalui kaum Frank, dan sama sekali tidak menunjukan rasa belas kasihan kepada
mereka yang tertangkap di tangannya. Pasukan Turki juga membakar armada-armada
Tentara Salib dan menghadang jalur-jalur perairan. Armada-armada kaum Frank
muncul di pelabuhan konstantinopel dengan membawa 300.000 pasukan. Pemimpin
mereka ada enam. Mereka berjanji kepada Byzantium bahwa mereka akan menyerahkan
benteng pertama yang mereka taklukan kepadanya tetapi mereka tidak menepati
janji tersebut.[19]
Meskipun
Perang Salib pertama dilancarkan dengan sejumlah pemimpin di lapangan, termasuk
Raymond dari Toulouse, Bohemond dari Sisilia, dan Godfrey dari Bouillon,
mencapai keberhasilan militer yang bemilai penting pada saat manusia berada
dalam perjalanan melalui Anatolia. Dan akhimya banyak Wilayah-wilayah besar
dikuasai Tentara Salib seperti Antiokhia, kota Saljuk di Iznik dan juga wilayah
Tripoli tempat dimana didirikan Negara Salib terakhir oleh kaum Frank tahun 1109.
Mereka juga mendirikan empat kerajaan Temtara Salib di Timur Dekat yaitu
Yerusalem, Edessa, Antiokhia, dan Tripoli. Namun, meski Tentara Salib mengalami
kemenangan, Tentara Salib tak mampu menaklukan dua kota utama yaitu Aleppo dan
Damaskus.[20]
2.
Perang Salib Periode Kedua
Periode ini
bisa dikatakan sebagai periode reaksi umat Islam atas Pasukan Salib. Karena,
pada periode pertama kemenangan di pihak orang Kristen. Di bawah komando
Imaduddin Zanki Islam berhasil merebut kembali Aleppo dan Edessa pada tahun 1144
M. Kemudian setelah Imaddudin meninggal pada tahun 1146 digantikan oleh anaknya
Nuruddin Zanki.[21]Nuruddin
menggabungkan politik senjata yang kuat dengan propaganda agama yang sangat
lihai. Dalam konteks ambisi pribadi dan keluarga, ia berhasil menguasai daerah
Anthiokia (w. 1149), Damaskus (w. 1154) dan Mesir (w. 1169), ia juga mengangkat
dirinya sendiri sebagai pemimpin kaum muslim di Suriah.[22]
Kemudian
Nuruddin dan Tentara Salib memusatkan perhatiannya ke mesir dan dinasti
Fatimiyah. Ascalon di taklukan kaum Frank pada 1153 dan beberapa di istana
Fatimiyah memberikan bantuan akomodasi untuk mereka. Sementara yang lain
meminta bantuan dari Nuruddin.[23]
Selain
Nuruddin, pahlawan islam lain yang terkenal sukses melawan Tentara Salib adalah
Shalahudin al-Ayyubi. Debut Shalahudin ketika di mintai bantuan Nuruddin
bersama Syirkuh untuk melawan pasukan Syawar (Wazir Dinasti Fatimiyah).
Kemudian, Shalahudin berhasil membebaskan Bait al-Maqdis tanggal 2 Oktober
1187, dan menguasai Dinasti Fatimiyah[24](versi
Carole Hillenbrand pada tahun 1171.
Keberhasilan
Shalahudin mengalahkan Pasukan Salib membuat umat Kristen geram, dan menggalang
pasukan kembali untuk menyerang Islam. Di bawah kepemimpinan raja Eropa yang
besar yaitu Frederick I, Richard I, Philip II telah terbagi dalam Ekspedisi
yang memiliki beberapa divisi. Frederick I memimpin divisi darat dan yang lain
memimpin divisi laut. Frederick I tewas dalam perjalanannya di dekat kota
al-Ruha’. Sedangkan Richad dan Philip bertemu di Sicilia, mereka menempuh jalur
darat. Karena terjadi kesalahpahaman antara keduanya, mereka akhimya berpisah.
Richad menuju Cyprus, sedangkan Philip menuju Akka. Di Akka, pasukan Philip
bertemu dengan pasukan Shalahudin dan tak lama pasukan Richad datang yang
akhimya terjadi pertempuran sengit. Karena tidak seimbang, akhimya pasukan
Shalahudin mundur untuk mempertahankan Mesir. Mereka berhasil menduduki Jaffa,
namun tak bisa merebut Bait al-Maqdis.[25]
3.
Perang Salib Periode Ketiga
Jatuhnya
Yerusalem dalam kekuasaan Salahuddin menimbulkan keprihatinan besar kalangan
tokoh-tokoh Kristen. Seluruh penguasa negeri Kristen di Eropa berusaha
menggerakkan pasukan salib lagi. Ribuan pasukan Kristen berbondong-bondong
menuju Tyre untuk berjuang mengembalikan prestis kekuatan mereka yang telah
hilang. Menyambut seruan kalangan gereja, maka kaisar Jerman yang bemama
Frederick Barbarosa, Philip August, kaisar Perancis yang bemama Richard,
beberapa pembesar Kristen membentuk gabungan pasukan salib. Dalam hal ini
seorang ahli sejarah menyatakan bahwa Perancis mengerahkan seluruh pasukannya
baik pasukan darat maupun pasukan lautnya. Bahkan wanita-wanita Kristen turut
ambil bagian dalam peperangan ini. Setelah seluruh kekuatan salib berkumpul di
Tyre, mereka segera bergerak mengepung Acre.
Salahuddin
segera menyusun strategi untuk menghadapi pasukan salib. Ia menetapkan strategi
bertahan di dalam negeri dengan mengabaikan saran para Amir untuk melakukan
pertahanan di luar wilayah Acre. ”Demikianlah Salahuddin mengambil sikap yang
kurang tepat dengan memutuskan pandangannya sendiri’” ungkap salah seorang ahli
sejarah. Jadi Salahuddin mestilah berperang untuk menyelamatkan wilayahnya
setelah pasukan Perancis tiba di Acre.
Pada tanggal
14 September 1189 M. Salahuddin terdesak oleh pasukan salib, namun kemenakannya
yang bemama Taqiyuddin berhasil mengusir pasukan salib dari posisinya dan
mengembalikan hubungan dengan Acre. Dalam hal ini Ibn al-Athir menyatakan,
“pasukan muslim mesti melanjutkan peperangan hingga malam hari sehingga mereka
berhasil mencapai sasaran penyerangan. Namun setelah mendesak separuh kekuatan
Perancis, pasukan muslim kembali dilemahkan pada hari berikutnya.[26]
Kota Acre
kembali terkepung selama hampir dua tahun. Sekalipun pasukan muslim
menghadapi situasi yang serba sulit selama pengepungan ini, namun mereka tidak
patah semangat. Segala upaya pertahanan pasukan muslim semakin tidak membawa
hasil, bahkan mereka merasa frustasi ketika Richard dan Philip August tiba
dengan kekuatan pasukan salib yang maha besar.
Sultan
Salahuddin merasa kepayahan menghadapi peperangan ini, sementara itu pasukan
muslim dilanda wabah penyakit dan kelaparan. Masytub, seorang komandan
Salauhuddin akhimya mengajukan tawaran damai dengan kesediaan atas beberapa
persyaratan sebagaimana yang pemah diberikan kepada pasukan Kristen sewaktu
penaklukan Yerusalem dahulu. Namun sang raja yang tidak mengenal balas budi ini
sedikit pun tidak memberi belas kasih terhadap ummat muslim. la membantai
pasukan muslim secara kejam.
Setelah
berhasil menundukkan Acre, pasukan salib bergerak menuju Ascalon dipimpin oleh
Jenderal Richard. Bersamaan dengan itu Salahuddin sedang mengarahkan operasi
pasukannya dan tiba di fucalon. Ketika tiba di Ascalon, Richard
mendapatkan kota ini telah dikuasai oleh pasukan Salahuddin. Merasa tidak
berdaya mengepung kota ini, Richard mengirimkan delegasi perdamaian menghadap
Salahuddin.
Setelah
berlangsung perdebatan yang kritis, akhimya sang sultan bersedia menerima
tawaran damai tersebut. ”Antar pihak Muslim dan pihak pasukan salib menyatakan
bahwa wilayah kedua belah pihak saling tidak menyerang dan menjamin keamanan
masing-masing, dan bahwa warga negara kedua belah pihak dapat saling keluar
masuk ke wilayah lainnya tanpa, gangguan apa pun”. Jadi perjanjian damai yang
menghasilkan kesepakatan di atas mengakhiri perang salib ke tiga.
Setelah
keberangkatan Jenderal Richard, Salahuddin masih tetap tinggal di Yerusalem
dalam beberapa lama. Ia kemudian kembali ke Damaskus untuk menghabiskan sisa
hidupnya. Perjalanan panjang yang meletihkan ini mengganggu kesehatan sultan
dan akhimya ia meninggal enam bulan setelah tercapai perdamaian, yakni pada
tahun 1193 M. Seorang penulis berkata, “Hari kematian Salahuddin merupakan
musibah bagi islam dan ummat lslam, sungguh tidak ada duka yang melanda mereka
setelah kematian empat khalifah pertama yang melebihi duka atas kematian Sultan
Salahuddin”.
Salahuddin
bukan hanya seorang Prajurit, ia juga seorang yang mahir dalam bidang
pendidikan dan pengetahuan. Berbagai penulis berkarya di istananya” Penulis
yang temama di antara mereka adalah Imaduddin, sedang hakim yang termasyhur
adalah al-Hakkari. Sultan Salahuddin mendirikan berbagai lembaga pendidikan
seperti madrasah, perguruan, dan juga mendirikan sejumlah rumah sakit di
wilayah kekuasaannya.
4.
Perang Salib Periode ke empat
Dua tahun setelah
kematian Salahuddin berkobar perang salib keempat atas inisiatif Paus Celestine
III. Namun sesungguhnya peperangan antara pasukan muslim dengan pasukan Kristen
telah berakhir dengan usianya perang salib ketiga. Sehingga peperangan
berikutnya tidak banyak dikenal. Pada tahun 1195 M. pasukan salib menundukkan
Sicilia, kemudian terjadi dua kali penyerangan terhadap Syria. Pasukan Kristen
ini mendarat di pantai Phoenecia dan menduduki Beirut. Anak Salahuddin yang
bemama al-Adil segera menghalau pasukan salib. la selanjutnya menyerang kota
perlindungan pasukan salib. Mereka kemudian mencari tempat perlindungan ke
Tibinim, lantaran semakin kuatnya tekanan dari pasukan muslim, pihak salib
akhimya menempuh inisiatif damai. Sebuah perundingan menghasilkan kesepakatan
pada tahun 1198M, bahwa peperangan ini harus dihentikan selama tiga tahun.
5.
Perang Salib Periode ke Lima
Belum genap
mencapai tiga tahun, Kaisar Innocent III menyatakan secara tegas berkobamya
perang salib ke lima setelah berhasil menyusun kekuatan miliier. Jenderal
Richard di lnggris menolak keras untuk bergabung dalam pasukan salib ini,
sedang mayoritas penguasa Eropa lainnya menyambut gembira seruan perang
tersebut. Pada kesempatan ini pasukan salib yang bergerak menuju Syria
tiba-tiba mereka membelokkan geiakannya menuju Konstantinopel. Begitu tiba di
kota ini, mereka membantai ribuan bangsa romawi baik laki-laki maupun perempuan
secara bengis dan kejam. pembantai ini berlangsung dalam beberapa hari. Jadi
pasukan muslim sama sekali tidak mengalami kerugian karena tidak terlibat dalam
peristiwa ini.
6.
Perang Salib Periode ke Enam
Pada tahun 613
H/1216M, Innocent III mengobarkan propaganda perang salib ke enam. 250.000
pasukan salib, mayoritas Jerman, mendarat di Syria. Mereka terserang wabah
penyakit di wilayah pantai Syria hingga kekuatan pasukan tinggal tersisa
sebagian. Mereka kemudian bergerak menuju Mesir dan kemudian mengepung kota
Dimyat. Dari 70.000 personil, pasukan salib berkurang lagi hingga tinggal 3.000
pasukan yang tahan dari serangkaian wabah penyakit. Bersamaan dengin ini,
datang tambahan pasukan yang berasal dari perancis yang bergerak menuju Kairo.
Namun akibat serangan pasukan muslim yang terus-menerus, mereka men jadi
terdesak dan terpaksa menempuh jalan damai. Antara keduanya tercapai
kesepakatan damai dengan syarat bahwa pasukan salib harus segera meninggalkan
kota Dimyat.
7.
Perang Salib Periode ke Tujuh
Untuk
mengatasi konflik politik intemal, Sultan Kamil mengadakan perundingan kerja
sama dengan seorang jenderal Jerman yang bemama Frederick. Frederick bersedia
membantunya menghadapi musuh-musuhnya dari kalangan Bani Ayyub sendiri,
sehingga Frederick nyaris menduduki dan sekaligus berkuasa di yerusalem.
Yerusalem berada di bawah kekuasaan tentara salib sampai dengsan tahun 1244 M.,
setelah itu kekuasaan salib direbut oleh Malik al-shalih Najamuddi al-Ayyubi
atas bantuan pasukan Turki Khawarizmi yang berhasil meiarikan diri dari
kekuasaan Jenghis Khan.
8.
Perang Salib Periode ke Delapan
Dengan
direbutnya kota Yerusalem oleh Malik al- Shalih, pasukan salib kembali menyusun
penyerangan terhadap wilayah lslam. Kali ini Louis IX, kaisar perancis, yang
memimpin pasukan salib kedelapan. Mereka mendarat di Dimyat dengan mudah tanpa
perlawanan yang beranti. Karena pada saat itu Sultan Malikal-shalih sedang
menderita sakit keras sehingga disiplin tentara muslim merosot.[27] Ketika
pasukan Louis IX bergerak menuju ke Kairo melalui jalur sungai Nil, mereka
mengalami kesulitan lantaran arus sungai mencapai ketinggiannya, dan mereka
juga terserang oleh wabah penyakit, sehingga kekuatan salib dengan mudah dapat
dihancurkan oleh pasukan Turan Syah, putra Ayyub. Setelah berakhir perang salib
ke delapan ini, Pasukan Salib-Kristen berkali-kali berusaha membalas
kekalahannya, namun selalu mengalami kegagalan.
F. Akibat Terjadinya Perang Salib
Perang salib
yang berlangsung lebih kurang dua abad membawa beberapa akibat yang sangat
berarti bagi perjalanan sejarah dunia. Perang salib ini menjadi penghubung bagi
bangsa Eropa mengenali dunia lslam secara lebih dekat yang berarti kontak
hubungan antara barat dan timur semakin dekat. Kontak hubungan barat-timur ini
mengawali terjadinya pertukaran ide antara kedua wilayah tersebut. Kemajuan
ilmu pengetahuan dan tata kehidupan masyarakat timur yang maju menjadi daya
dorong pertumbuhan intelektual bangsa barat, yakni Eropa. Hal ini sangat-besar
andil dan peranannya dalam melahirkan era renaissance di Eropa.[28]
Pasukan salib
merupakan penyebar hasrat bangsa Eropa dalam bidang perdagangan dan perniagaan
terhadap bangsa-bangsa timur. Selama ini bangsa barat tidak mengenal kemajuan
pemikiran bangsa timur. Maka perang salib ini juga membawa akibat timbulnya
kegiatan penyelidikan bangsa Eropa mengenai berbagai seni dan pengetahuan
penting dan berbagai penemuan yang teiah dikenali ditimur. Misalnya, kompas
kelautan, kincir angin, dan lain-lain, Mereka juga menyelidiki sistem
pertanian, dan yang lebih penting adalah mereka mengenali sistem industri
timur yang telah maju. Ketika kembali ke negerinya, Eropa, mereka lantas
mendirikan sistem pemasaran barang-barang produk timur. Masyarakat barat
semakin menyadari betapa pentingnya produk-produk tersebut. Hal ini menjadikan
sernakin pesatnya pertumbuhan kegiatan perdagangan antara timur dan barat.
Kegiatan perdagangan ini semakin berkembang pesat seiring dengan kemajuan
pelayaran di laut tengah. Namun, pihak muslim yang semula menguasai jalur
pelayaran di laut tengah kehilangan supremasinya ketika bangsa-bangsa Eropa
menempuh rute pelayaran laut tengah secara bebas.
G. Penaklukan Yerussalem oleh pasukan Salin
Gustav Le Bon
telah mensifatkan penyembelihan kaum Salib Kristen sebagaimana kata-katanya:
“Kaum Salib kita yang ‘bertakwa’ itu tidak memadai dengan melakukan berbagai
bentuk kezaliman, kerusakan dan penganiayaan, mereka kemudian mengadakan suatu
pertemuan yang memutuskan supaya dibunuh saja semua penduduk Baitul Maqdis yang
terdiri dari kaum Muslimin dan bangsa Yahudi yang jumlahnya mencapai 60.000
orang. Orang-orang itu telah dibunuh semua dalam masa 8 hari saja termasuk
perempuan, anak-anak dan orang tua, tidak seorang pun yang terkecuali.”
“Kekejaman
yang dilakukan oleh tentara salib tidak perduli teman maupun lawan, tentara dan
warga sipil, wanita atau anak-anak, para orang tua dan muda, membuat mereka
menempati posisi teratas dalam sejarah kekerasan”.
Seorang
anggota pasukan salib menulis dalam Gesta Francorum :
Para pembela
Yerusalem lari di sepanjang dinding dan melalui kota, dan orang-orang kami
(Kristen) mengejar mereka kemudian membunuh dan memenggal kepala mereka
sepanjang Bait Salomo, di mana terjadi pembantaian hingga orang-orang kami
(Kristen) seperti sedang mengarungi lautan darah setinggi pergelangan kaki …
Kemudian
tentara salib bergegas mengelilingi seluruh kota, merebut emas dan perak, kuda
dan keledai, dan menjarah rumah-rumah yang terdapat barang-barang yang mahal.
Kemudian, mereka gembira dan menangis terharu karena sangat bahagia, mereka
semua datang untuk menyembah dan bersyukur pada kubur Yesus Juruselamat kita.
Keesokan harinya, mereka pergi dengan hati-hati menaiki atap candi dan
menyerang Saracen, baik laki-laki dan perempuan [yang sedang mengungsi],
memotong kepala mereka dengan pedang terhunus …
Pemimpin kami
kemudian memerintahkan agar semua mayat Saracen harus dibuang di luar kota
karena bau busuk, karena hampir seluruh kota itu penuh dengan mayat . belum
pernah seorang menyaksikan atau mendengar pembantaian terhadap ‘kaum pagan’
yang dibakar dalam tumpukan manusia seperti piramid dan hanya Tuhan yang tahu
berapa jumlah mereka yang dibantai. (Knight, Honest to Man: p82-83 & Holy
Warriors By Jonathan Phillips p 27)
Seorang ahli
sejarah Perancis, Michaud berkata: “Pada saat penaklukan Yerusalem oleh orang
Kristen tahun 1099, orang-orang Islam dibantai di jalan-jalan dan di
rumah-rumah. Yerussalem tidak punya tempat lagi bagi orang-orang yang kalah
itu. Beberapa orang coba mengelak dari kematian dengan cara mengendap-endap
dari benteng, yang lain berkerumun di istana dan berbagai menara untuk mencari
perlindungan terutama di masjid-masjid. Namun mereka tetap tidak dapat menyembunyikan
diri dari pengejaran orang-orang Kristen itu.[29]
Tentara Salib
yang menjadi tuan di Masjid Umar, di mana orang-orang Islam coba mempertahankan
diri selama beberapa lama menambahkan lagi adegan-adegan yang mengerikan yang
menodai penaklukan Titus. Tentera infanteri dan kavaleri lari tunggang langgang
di antara para buruan. Di tengah huru-hara yang mengerikan itu yang terdengar
hanya rintihan dan jeritan kematian. Orang-orang yang menang itu
menginjak-injak tumpukan mayat ketika mereka lari mengejar orang yang cuba
menyelamatkan diri dengan sia-sia”
Seterusnya
Michaud berkata: “Semua yang tertangkap yang disisakan dari pembantaian
pertama, semua yang telah diselamatkan untuk mendapatkan upeti, dibantai dengan
kejam. Orang-orang Islam itu dipaksa terjun dari puncak menara dan
bumbung-bumbung rumah, mereka dibakar hidup-hidup , diseret dari tempat
persembunyian bawah tanah, diseret ke hadapan umum dan dikurbankan di tiang
gantungan.
Ahli sejarah
Kristen yang lain, Mill, mengatakan: “Ketika itu diputuskan bahwa rasa kasihan
tidak boleh diperlihatkan terhadap kaum Muslimin. Orang-orang yang kalah itu
diseret ke tempat-tempat umum dan dibunuh. Semua kaum wanita yang sedang
menyusu, anak-anak gadis dan anak-anak lelaki dibantai dengan kejam. Tanah padang,
jalan-jalan, bahkan tempat-tempat yang tidak berpenghuni di Yerusalem ditaburi
oleh mayat-mayat wanita dan lelaki, dan tubuh anak-anak yang koyak-koyak. Tidak
ada hati yang lebur dalam keharuan atau yang tergerak untuk berbuat kebajikan
melihat peristiwa mengerikan itu.
Setelah
keberhasilan pengepungan Antiokhia pada bulan Juni 1098, Tentara
Salib tetap berada di tempat tersebut sampai akhir tahun. Legatus
kepausan Adhemar dari Le Puy telah meninggal dunia, dan Bohemond
dari Taranto mengklaim Antiokhia untuk dirinya
sendiri. Baudouin dari Boulogne tetap berada di Edessa, yang
telah ditaklukan sebelumnya pada tahun 1098. Timbul perbedaan pendapat di
antara para pangeran mengenai apa yang harus dilakukan
selanjutnya; Raymond dari Toulouse dengan kecewa kemudian
meninggalkan Antiokhia untuk menaklukan benteng di Maarrat
al-Nu'man dalam Pengepungan Maarat. Sampai akhir tahun, sejumlah
kecil ksatria dan infantri mengancam untuk maju ke Yerusalem tanpa
mereka. Akhirnya, pada 13 Januari 1099, Raymond mulai bergerak menuju selatan,
menyusuri pesisir Laut Tengah, dengan diikuti oleh Robert dari
Normandia dan Tancred—keponakan Bohemond—yang sepakat untuk
menjadi vasalnya.
Dalam
perjalanannya, Tentara Salib mengepung Arqa, namun mereka tak mampu
merebutnya, dan menghentikan pengepungan pada 13 Mei. Kaum Fatimiyyah telah
berupaya untuk berdamai agar para tentara salib tidak melanjutkan perjalanan
menuju Yerusalem, tetapi tawaran ini diabaikan. Iftikhar al-Dawla,
gubernur Yerusalem dari Fatimiyyah, menyadari keinginan Tentara Salib sehingga
ia mengusir semua penduduk Kristen di Yerusalem.Sementara itu, pergerakan
Tentara Salib ke Yerusalem sudah tak terhalang lagi.
Pada tanggal 7 Juni para tentara
salib tiba di Yerusalem, yang mana baru saja direbut kembali
dari Seljuk oleh Fatimiyah setahun sebelumnya. Banyak dari
tentara salib yang menangis saat melihat kota yang telah sekian lama dinantikan
dalam perjalanan.[30]Sebagaimana
dengan Antiokhia, para tentara salib melakukan pengepungan atas kota ini, di
mana para tentara salib sendiri mungkin lebih banyak menderita daripada
penduduk kota karena kurangnya makanan dan air di sekitar Yerusalem. Kota ini
telah disiapkan dengan baik untuk menghadapi pengepungan, dan gubernur
Fatimiyah Iftikhar al-Dawla telah mengusir sebagian besar kaum
Kristen. Dari sekitar 5.000 ksatria yang ambil bagian dalam Perang
Salib sang Pangeran, hanya sekitar 1.500 ksatria yang masih tersisa bersama
dengan 12.000 pasukan berjalan kaki yang masih sehat (mungkin awalnya ada
30.000). Godefroy, Robert dari Flandria, dan Robert dari Normandia (yang
kemudian juga meninggalkan Raymond untuk bergabung dengan Godefroy) mengepung
dinding-dinding utara sampai ke selatan di Menara Daud, sementara Raymond
mendirikan kampnya di sisi barat dari Menara Daud sampai Gunung Sion.
Suatu serangan langsung atas dinding-dinding tersebut pada tanggal 13 Juni
menemui kegagalan. Tanpa air atau makanan, baik manusia maupun hewan dengan
cepat mati kehausan dan kelaparan; para tentara salib menyadari bahwa waktu
tidak berpihak kepada mereka. Secara kebetulan, segera setelah serangan
pertama, dua kapal perang layar Genoa[31]berlabuh
di pelabuhan Yafo, dan para tentara salib mampu mensuplai diri mereka kembali
untuk waktu yang singkat. Para tentara salib juga mulai mengumpulkan kayu
dari Samaria dalam rangka membangun mesin-mesin kepung. Mereka tetap
masih kekurangan makanan dan air; sampai akhir Juni ada kabar bahwa sepasukan
Fatimiyah bergerak ke utara dari Mesir.
H. Reaksi Umat Islam
Gubernur baru
Mosul, Imaduddin Zanki, menguasai Aleppo pada tahun 1128. Ia membawa Mosul dan
Aleppo bersama-sama mengendalikan sebuah gerbang utama ke daerah internal Syam
dan menuju Mesopotamia,” kata Ahmad Hetait, mantan dekan di Fakultas Seni
Universitas Islam.
Akibatnya,
jalur perdagangan dan komunikasi antara Antiokhia dan Edessa terpotong,
bersamaan dengan wilayah Tripoli dan Kerajaan Yerusalem. Hal itu menimbulkan
hambatan besar bagi pasukan salib saat mereka menghadapi umat Islam.
“Pasukan salib
telah mengandalkan pembagian wilayah Muslim untuk menghadapinya secara
terpisah, berkat penguasa mereka yang picik. Kini lahirlah sebuah front
bersatu,” kata Muhammad Moenes Awad, profesor sejarah di Universitas Sharjah.
Dengan
Damaskus yang dilindungi oleh sebuah gencatan senjata dengan Kerajaan
Yerusalem, Imaduddin Zanki mulai mempersiapkan apa yang menjadi pencapaian
militer terbesarnya. Pada tanggal 25 Desember 1144, tentaranya menyerang dan
merebut wilayah Edessa dalam hitungan jam. Edessa adalah wilayah pertama
pasukan salib di kawasan ini, dan saat itu menjadi kota pertama yang diambil
oleh umat Islam.
“Ini dilihat
sebagai sebuah terobosan, awal yang sebenarnya, kebangkitan ‘jihad’ di Timur
Dekat Muslim. Ini adalah kekalahan besar pertama bagi pasukan salib dan ini
menunjukkan bahwa mereka benar-benar dapat dikalahkan dan bahwa kebangkitan
umat Islam dapat dimulai dengan cepat,” kata Jonathan Phillips, profesor
sejarah di Royal Holloway, Universitas London.
Kemenangan
Imaduddin Zanki di Edessa adalah sebuah titik balik. Hal itu mengangkat
semangat dan antusiasme umat Islam untuk bertarung. Dua tahun kemudian,
Imaduddin Zanki dibunuh oleh budaknya sendiri. Dia digantikan oleh anaknya,
Nuruddin Zanki.
Perang Salib II
Hilangnya
Edessa tidak dianggap enteng di Eropa. Pada tahun 1147, Paus Eugene mengadakan
sebuah dewan agama yang menyerukan Perang Salib II, yang dipimpin oleh dua raja
Eropa, Louis VII dari Perancis dan Conrad III dari Jerman.
Pada musim
panas tahun 1147, pasukan berangkat menuju Tanah Suci dan setelah hampir
setahun, pasukan Jerman dan Perancis akhirnya tiba di Yerusalem.
Segera setelah
itu, mereka memutuskan untuk melancarkan serangan ke Damaskus, yang berakhir
dengan bencana. “Mereka mundur, tidak ada pertempuran besar, mereka tidak
dikalahkan dalam sebuah perjuangan epik, mereka hanya tergelincir pergi dan itu
merupakan pukulan nyata bagi moral pasukan salib di barat,” kata Phillips.
Kegagalan
tragis Perang Salib II sama sekali bukan bencana terakhir yang menimpa
orang-orang Kristen. Enam tahun kemudian, Nuruddin Zanki akhirnya berhasil
mencaplok Damaskus, kota yang gagal mereka kuasai.
Qassem Abu
Qassem menggambarkan Nuruddin Zanki sebagai pemimpin yang telah mencurahkan
seluruh hidupnya pada prinsip jihad. Dengan menyatukan umat Islam di bawah satu
spanduk, dia menjadikan mereka dapat memulihkan tanah yang diduduki dan
Yerusalem. “Di sinilah kebangkitan kembali Islam lahir, sudah dimulai
sebelumnya.” tutup Afaf Sabra
I.
Penaklukan
Yeruussalem oleh Salahuddin al Ayyubi
Salahuddin
al-Ayyubi, yang dikenal oleh Orang Eropa dengan nama Saladin, ia juga bergelar
Sultan al-Malik al-Nashir ( Raja Sang Penakluk).Ia adalah pendiri dinasti
Ayyubiyyah di Mesir yang bertahan selama 80 tahun. Salahuddin berasal dari
keluarga Kurdi di Azerbaijan, yang berimigrasi ke Irak. Salahuddin
al-Ayyubi merupakan pahlawan paling mengagumkan, yang pernah dipersembahkan
oleh peradaban Islam di sepanjang abad VI dan VII Hijriah. Berkat Salahuddin,
umat dan peradaban Islam terselamatkan dari kehancuran, akibat serangan dari
kaum Salib. [32]
Pada periode
Kedua (1144-1187 M.) dari Perang Salib, Bait al-Maqdis kembali direbut oleh
pasukan Salib. Peristiwanya berawal dari jatuhnya beberapa wilayah kekuasaan
Islam ke tangan kaum Salib, membangkitkan kesadaran umat Islam untuk menghimpun
kekuatan untuk menghadapi mereka. Di bawah komando Imaduddin Zanqi, Gubernur
Mosul (Halab), kaum muslimin bergerak maju membendung serangan pasukan Salib.
Pasukan
Imaduddin berhasil merebut kembali Aleppo dan Edessa pada tahun 1144 M. Sebelum
pasukannya merebut kembali daerah-daerah Islam lainnya, Imaduddin gugur dalam
pertempuran pada tahun 1146, posisinya digantikan oleh putranya, Nuruddin
Zanqi. Di bawah kepemimpinannya, ia meneruskan cita-cita ayahnya untuk
membebaskan wilayah Islam di Timur dari cengkraman kaum Salib. Kota-kota yang
berhasil dibebaskannya, antara lain: Damaskus (1147), Antiokia (1149),
Edessa (1151), dan Mesir pada tahun 1169 M.[33]
Kejatuhan
Edessa, menyebabkan orang-orang Kristen mengobarkan Perang Salib II. Paus
Eugenius III menyerukan perang suci yang disambut positif oleh Raja Perancis,
Louis VII dan Raja Jerman, Condrad II. Keduanya memimpin pasukan Salib untuk
merebut wilayah Kristen di Syiria. Namun gerak maju mereka dihambat oleh
Nuruddin Zanqi. Mereka tidak berhasil memasuki Damaskus, bahkan Louis VII dan
Condrad II sendiri melarikan diri ke negerinya. Nuruddin wafat tahun 1174 M,
pimpinan perang kemudian dipegang oleh Salahuddin al-Ayyubi yang berhasil
mendirikan dinasti Ayyubiyyah di Mesir tahun 1175 M.[34]
Salahudddin
al-Ayyubi yang terkenal gagah perkasa, meneruskan perjuangannya melawan tentara
Salib pada tahun 1180 M. Akhirnya, pasukan Salib tidak mampu menghadapi pasukan
Islam, maka mereka terpaksa mengajukan permintaan damai. Dengan adanya
permintaan damai itu, Salahuddin menghentikan peperangan. Namun karena tahun 1186
M. tentara Salib mengkhianatinya dengan menyerang umat Islam yang akan
menunaikan haji, maka pertempuran kembali berkobar dan tentara Salib menderita
kekalahan serta kebanyakan di antara mereka menjadi tawanan. Akhirnya
Salahuddin al-Ayyubi berhasil merebut kembali Bait al-Maqdis, Yerussalem pada
tanggal 2 Oktober 1187 M.[35]
Pada periode
ketiga (1189-1192 M.), Salahuddin berhasil mempertahankan Bait al-Maqdis dan
kekalahan kaum Salib. Kejadiannya berawal dari jatuhnya Bait al-Maqdis ke
tangan orang Islam, menggerakkan semangat yang meluap-luap di kalangan
Kristen Eropa untuk merebut kembali kota suci itu. Dengan kekalahan itu,
maka dibangunlah angkatan Perang Salib III pada tahun 1189 M.
dengan pimpinan perangnya antara lain Kaisar Frederick Barbarosa dari Jerman,
Philip Augustus dari Perancis dan Richard Leeuwen Hart dari Inggris. Angkatan
Perang Salib III ini berhasil merebut Accon (Aka), namun sesudah itu pasukan
Salib pecah, karena Philip berselisih dengan Richard, yang berakhir dengan
pulangnya Philip ke Perancis, serta sebelum terjadi penaklukan Aka itu, Kaisar
Barbarosa telah meninggal di tengah perjalanan.[36]
Setelah itu,
Salahuddin berperangan melawan Richard yang dikenal sebagai panglima yang
tindakannya sangat berani sehingga diberi gelar “Berhati Singa”. Ternyata dalam
peperangan di Arsuf, Salahuddin berhasil dikalahkan Richard pada tahun 1191 M,
namun Bait al-Maqdis belum berhasil dikuasainya. Maka dibuatlah
perjanjian perdamaian di Ramlah antara Salahuddin dengan Richard pada tanggal 2
November 1192 M., yang isinya sebagai berikut :
- Yerussalem tetap berada di tangan umat Islam, dan
umat Kristen diijinkan untuk menjalankan ibadah di tanah suci.
- Orang-orang Salib akan mempertahankan pantai
Syiria dan Tyre sampai ke Jaffa.
- Umat Islam akan mengembalikan relics (tanda-tanda
agama) Kristen kepada umat Kristen.[37]
Setahun
berikutnya, Sultan al-Malik al-Nashir Salah al-Din al-Ayyubi meninggal dunia
pada tanggal 19 Februari 1193 M.,[38] setelah
beberapa waktu lama dengan gigih memimpin pasukan Islam menghadapi tentara
Salib, menyelesaikan pekerjaan besar dengan mengembalikan dan mempertahankan
Bait al-Maqdis.
J.
Dampak
Perang Salib
1.
Terhadap Dunia Kristen
Walaupun pihak
Kristen menderita kekalahan dalam Perang Salib, namun mereka memperoleh
pelajaran yang berharga dari dunia Islam. Hal ini disebabkan perkenalan mereka
dengan kebudayaan dan peradaban Islam yang sudah maju, bahkan hal tersebut
menjadi salah satu faktor pendukung lahirnya renaissance di
Barat. Mereka mendapatkan kebudayaan dalam bidang perdagangan, perindustrian,
pertanian, pertahanan, pendidikan dan lain-lain.[39]
Kontak
perdagangan antara Timur dan barat semakin pesat di mana kota-kota dagang
seperti Venezia, Genoa dan Pisa di Italia berkembang pesat dan memperoleh
banyak keuntungan dalam perdagangannya dengan Timur. Hal ini pula yang
menyebabkan mereka menggunakan mata uang sebagai alat tukar barang, sebelumnya
mereka menggunakan sistem barter.[40]
Dalam bidang
perindustrian, mereka banyak menemukan kain tenun sekaligus peralatannya di
dunia Timur. Untuk itu mereka mengimpor berbagai jenis kain ke Barat. Mereka
juga menemukan berbagai jenis parfum, kemenyan dan getah Arab yang dapat
mengharumkan ruangan.[41]
Dalam bidang
pertanian, mereka menemukan sistem irigasi yang praktis. Orang-orang Barat
mulai menggunakan cengkeh, lada serta rempah-rempah untuk digunakan sebagai
bumbu masakan. Mereka mulai membiasakan makan jahe dan menggunakan madu sebagai
pemanis makanan.[42]
Dalam bidang
pertahanan (militer), mereka menemukan tehnik berperang yang belum pernah
mereka temui sebelumnya di negerinya, seperti penggunaan rebana dan gendang
untuk memberi semangat kepada pasukan militer di medan perang, pertarungan
senjata dengan menggunakan kuda dan penggunaan burung merpati untuk kepentingan
informasi militer.
Bangsa
Barat (Eropa) mulai sadar terhadap kemajuan yang dicapai dunia Timur,
terutama dalam bidang ilmu pengetahuan, sehingga mereka berdatangan ke Timur
untuk belajar dan menggali ilmu, kemudian diajarkan di negara mereka. Orang
Eropa banyak memanfaatkan ilmu pengetahuan dari bangsa Arab. Mereka menyalin ke
dalam bahasanya (Yunani). Upaya tersebut dilanjutkan dengan mendirikan
Universitas di Paris untuk mempelajari bahasa Timur pada abad XII M. Begitu
pula, mendorong mereka dalam memajukan Ilmu Bumi.[43]
Di sisi lain,
hasil dari Perang Salib bagi orang Barat adalah menemuan kompas.
Orang-orang Islamlah yang sudah sejak lama menggunakan kompas untuk keperluan
pelayaran di Teluk Persia dalam rangka kegitan perdagangan. Demikian pula, ilmu
Astronomi yang telah dikembangkan Islam sejak abad kesembilan M., telah pula
mempengaruhi lahirnya berbagai Observatorium di Barat.[44]
2.
Pengaruhnya Terhadap Dunia Islam
Pengaruh Perang
Salib terhadap Islam, adalah lebih memantapkan dan mengokohkan nilai-nilai
persatuan dan kesatuan umat dalam membela dan mempertahankan eksistensi
agama Islam. Pengaruhnya yang lain adalah memperkenalkan dunia Islam yang
mempunyai kebudayaaan tinggi kepada dunia Barat.
Dari keterangan
di atas, dapat diutarakan bahwa pengaruh langsung atas terjadinya Perang Salib
atas dunia Islam adalah mengingatkan kepada umatnya untuk tetap bersatu padu,
menyatukan langkah dan gerak yang dijiwai oleh ruh Islam, untuk tetap konsisten
terhadap ajaran Islam yang universal.
Dengan adanya
peristiwa tersebut, mengingatkan kepada umat Islam untuk tetap mewaspadai
segala gerak, tindakan dalam berbagai bentuk yang akan mengadu domba dan
menghancurkan ukhuwah islamiyah, dengan melihat ke belakang, membuka lembaran
sejarah serta mengambil pelajaran dari Perang Salib. Dunia, khususnya Barat
harus berterima kasih dan mengakui bahwa sumbangan Islam tidak
ternilai harganya, terutama kontribusinya dalam bidang intelektual dan
kultural.
KESIMPULAN
Perang Salib
adalah perang suci yang di lakukan oleh orang Eropa Kristen kepada orang muslim
Timur. Dalam hal ini ada tiga faktor utama penyebab terjadinya Perang Salib
yaitu Faktor Agama, Faktor Politik, dan Faktor Ekonomi. Perang Salib terjadi
selama delapan periode dari tahun 1095-1291 M yang secara umum di menangkan
oleh umat Islam. Dari Perang Salib juga banyak menimbulkan dampak, khususnya
bagi umat Kristen yang banyak mendapat pelajaran berharga dari Islam.
Salahuddin
al-Ayyubi mendirikan dinasti Ayyubiyyah di Mesir tahun 1175 M. Ia terkenal
gagah perkasa, meneruskan perjuangannya melawan tentara Salib pada tahun 1180
M. Ia berhasil merebut kembali Bait al-Maqdis, Yerussalem pada tanggal 2
Oktober 1187 M. Namun dalam peperangannya melawan Richard di Arsuf, Salahuddin
dapat dikalahkan oleh Richard pada tahun 1191 M, namun Bait al-Maqdis
belum berhasil dikuasainya. Maka dibuatlah perjanjian perdamaian di Ramlah
antara Salahuddin dengan Richard pada tanggal 2 November 1192 M.
Adapun dampak
Perang Salib adalah adanya kerugian dan keuntungan bagi kedua belah pihak.
Meskipun pihak Kristen Eropa menderita kekalahan dalam Perang Salib, namun
mereka mendapat hikmah yang tak ternilai harganya sebab mereka dapat berkenalan
dengan kebudayaan dan peradaban Islam yang sudah sedemikian majunya. Dan
walaupun umat Islam berhasil mempertahankan wilayah-wilayahnya dari tentara
Salib, namun kerugian yang dipikul terlalu banyak untuk dihitung. Karena
peperangan berlangsung dari dalam wilayah sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Ali,Ameer. The Spirit of Islam.
Diterjemahkan oleh H.B. Yassin dengan judul Api Islam. Jakarta :
Bulan Bintang, 1978),
Ali,K. A Study of Islamic History. Diterjemahkan
oleh Gufron A. Mas’adi dengan judul Sejarah Islam, Tarikh Pra
Modern. Cet. IV; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000.
Dasuki, Hafizh. 1994. Ensiklopedia Islam. Jakarta:
Ichtiar Baru van Hoeve.
Departemen Agama RI. Text Book Sejarah dan
Kebudayaan Islam. Jilid I. Ujung Pandang: Kerja sama Dirjen Binbaga dengan
IAIN Alauddin, 1982.
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam. Ensiklopedi
Islam Indonesia. Jilid IV. Cet. III; Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve,
1997.
Dewan Redaksi Ensiklopedi Nasiaonal. Ensiklopedi
Nasional Indonesia. Cet. I; Jakarta; Cipta Adi Pustaka, 1990.
Enan, M.A. Decisive Moment in the History
of Islam. Dialih bahasakan oleh Mahyuddin Syaf dengan judul Detik-Detik
Menentukan dalam Sejarah Islam.Surabaya, Bina Ilmu, 1983.
Fattah Asyur, Said Abdul. 1993. Kronologi
Perang Salib. Jakarta: Fikahati Aneska.
Fuadi, Imam. Sejarah Peradaban Islam (Dirasah
Islamiyah II), Yogyakarta: Teras, 2012.
Hamka. Sejarah Umat Islam. Jilid II.
Cet. IV; Jakarta, Bulan Bintang, 1975.
Harun, M. Yahya. Perang Salib dan Pengaruh Islam
di Eropa. Cet. I; Yogyakarta: Bina Usaha, 1987.
Hassan, Hassan Ibrahim. Sejarah dan Kebudayaan
Islam. Yogyakarta: Kota Kembang, 1989.
Hillenbrand, Carolle. Perang Salib (Sudut Pandang
Islam) penerj. Heryadi, Edinburgh: Edinburgh University Pers, 1999.
http://hestiara.blogspot.com/2012/07/buku-tokoh-tokoh-perang-salib-paling_4422.html
https://catatanhatisite.wordpress.com/2016/02/16/perang-salib-penaklukan-yerusalem/
https://jaringskripsi.wordpress.com/2009/09/27/perang-salib-faktor-dan-peran-salahuddin-al-ayyubi-dalam-menghadapi-pasukan-salib-serta-dampaknya/
Nasution, Harun. 1985. Islam ditinjau dari
berbagai aspeknya, Jilid 1. Jakarta: UI Press. Sejarah Islam (Tarikh
Pramodern)) Pro
Syalabiy,Ahmad. Mawsu’at al-Tarikh
al-Islamiy wa al-Hadharat al-Islamiyyah. Jilid II. Cet. III; Al-Qahirah:
Al-Nahdat al-Misriyyah, 1977.
Tajuddin, Abd al-Rahman. Dirasat fi al-Tarikh
al-Islamiy. Al-Qahirah: Al-Sunnat al-Muhammadiyyah, 1957
Uwais, Abdul Halim. Dirasat lisuquti Tsalatsiyna
Dawlat Islamiyyah,diterjemahkan oleh Yudian Wahyudi dengan judul Analisa
Runtuhnya Daulah-daulah Islamiyyah. Cet. II; Solo: Pustaka Mantiq, 1992.
Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam. Cet.
X; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000
[1]
Said Abdul Fattah Asyur, Kronologi Perang Salib (Jakarta: Fikahati
Aneska, 1993), hlm. 21.
[2]
Carole Hillenbrand, Perang Salib (Sudut Pandang Islam) penerj. Heryadi,
(Edinburgh: Edinburgh University Pers, 1999), hlm. 20-21
[3]
Harun Nasution, Islam ditinjau dari berbagai aspeknya, Jilid 1, (Jakarta: UI
Press, 1985, cetakan kelima), hlm. 77.
[4]
Ibid,. hlm. 21
[5]
Ibid,. hlm. 23
[6]
Hafizh Dasuki, Ensiklopedia Islam (Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve,
1994), hlm. 240.
[7]
Prof, K, Ali Sejarah Islam (Tarikh Pramodern) 2003, hlm. 315.
[8]
Carole Hillenbrand, Perang Salib (Sudut Pandang Islam) penerj.
Heryadi,…hlm. 26
[9]
Ibid,. hlm.1
[10]
Ibid,. hlm.26
[11]
Carole Hillenbrand, Perang Salib (Sudut Pandang Islam) penerj.
Heryadi,…hlm. 21
[12]
Ibid,. hlm. 25-27
[13] Imam Fuadi, Sejarah Peradaban Islam (Dirasah
Islamiyah II), (Yogyakarta: Teras, 2012), hlm. 113-114
[14]
Ibid,. hlm.115
[15] Imam Fuadi, Sejarah Peradaban Islam (Dirasah
Islamiyah II)… hlm. 116
[16] Carole Hillenbrand, Perang Salib (Sudut Pandang
Islam) penerj. Heryadi,…hlm. 43
[17]
Imam Fuadi, Sejarah Peradaban Islam (Dirasah Islamiyah II)…
[18]
Imam Fuadi, Sejarah Peradaban Islam (Dirasah Islamiyah II)…
[19]
Carole Hillenbrand, Perang Salib (Sudut Pandang Islam) penerj.
Heryadi,…hlm. 70
[20]
Carole Hillenbrand, Perang Salib (Sudut Pandang Islam) penerj.
Heryadi,…hlm. 27
[21] Imam Fuadi, Sejarah Peradaban Islam (Dirasah
Islamiyah II)… hlm. 119
[22]
Carole Hillenbrand, Perang Salib (Sudut Pandang Islam) penerj.
Heryadi,…hlm. 30
[23]
Ibid,. hlm. 31
[24] Imam Fuadi, Sejarah Peradaban Islam (Dirasah
Islamiyah II)… hlm. 120
[25]
Ibid,. hlm.122
[26]
Ibid
[27]
Ibid
[28]
Imam Fuadi, Sejarah Peradaban Islam (Dirasah Islamiyah II)… hlm. 123-124
[29]
Thomas F. Madden, The New Concise History of the Crusades at 33 (Rowman &
Littlefield Pub., Inc., 2005). Hal 73
[30]
Jean Rchards "The Crusades 1071–1291" hal 65
[31]
Tyerman 2006,
hlm. 153–157
[32]
Abdul Halim Uwais, Dirasat lisuquti Tsalatsiyna Dawlat
Islamiyyah, diterjemahkan oleh Yudian Wahyudi dengan judul Analisa
Runtuhnya Daulah-daulah Islamiyyah (Cet. II; Solo: Pustaka Mantiq, 1992),
h. 98.
[33]
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, op. cit., h. 242
[34]
Abd al-Rahman Tajuddin, Dirasat fi al-Tarikh al-Islamiy (Al-Qahirah:
Al-Sunnat al-Muhammadiyyah, 1957), h. 148.
[35]
Badri Yatim, op. cit., h. 38.
[36]
Hamka, Sejarah Umat Islam, Jilid II, (Cet. IV; Jakarta, Bulan
Bintang, 1975), h. 216.
[37]
Hassan Ibrahim Hassan, Sejarah dan Kebudayaan Islam (Yogyakarta: Kota
Kembang, 1989), h. 287.
[38]
Departemen Agama RI., Text Book Sejarah dan Kebudayaan Islam, Jilid I
(Ujung Pandang: Kerja sama Dirjen Binbaga dengan IAIN Alauddin, 1982), h. 216
[39]
Dewan Redaksi Ensiklopedi Nasiaonal, Ensiklopedi Nasional
Indonesia (Cet. I; Jakarta; Cipta Adi Pustaka, 1990), h. 349.
[40]
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, op. cit., h. 243
[41]
Yahya Harun, op. cit. h. 34.
[42]
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, op. cit., h. 242.
[43]
K. Ali, A Study of Islamic History. Diterjemahkan oleh Gufron A. Mas’adi
dengan judul “Sejarah Islam, Tarikh Pra Modern”, (Cet. IV; Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2000), h. 288.
[44]
Ameer Ali, The Spirit of Islam. Diterjemahkan oleh H.B. Yassin
dengan judul “Api Islam”, (Jakarta : Bulan Bintang, 1978), h. 370.
Promo Fans^^poker :
BalasHapus- Bonus Freechips 5.000 - 10.000 setiap hari (1 hari dibagikan 1 kali) hanya dengan minimal deposit 50.000 dan minimal deposit 100.000 ke atas
- Bonus Cashback 0.5% dibagikan Setiap Senin
- Bonus Referal 20% Seumur Hidup dibagikan Setiap Kamis