BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
belakang
Islam menganjurkan
kepada ummatnya agar selalu ingat mati. Islam juga menganjurkan kepada ummatnya
untuk mengujungi orang yang sedang sakit menghibur dan mendoakannya. Apabila
seseorang telah meninggal dunia, hendaklah seseorang dari mahramnya yang paling
dekat dan sama jenis kelaminnya melakukan kewajiban yang mesti dilakukan
terhadap jenazah , yaitu memandikan mengkafani,menembahyangkan, dan
menguburkannya.
Syariat Islam
mengajarkan bahwa setiap manusia pasti akan mengalami kematian yang tidak
pernah diketahui kapan waktunya. Sebagai makhluk sebaik-baik ciptaan Allah SWT
dan ditempatkan pada derajat yang tinggi, maka Islam sangat menghormati orang
muslim yang telah meninggal dunia. Oleh sebab itu, menjelang menghadapi kehariban
Allah SWT orang yang telah meninggal dunia mendapatkan perhatian khusus dari
muslim lainnya yang masih hidup.
Menyelenggarakan
jenazah adalah suatu perntah agama yang ditunjjukan kepada ummat muslim,
Apabilah perintah itu telah dilaksanakan dengan baik dan benar oleh sebhagian
mereka. Maka kewjiban melksanakan perintah itu sudah terbayar. Kewjiban yang
demikian sifatnya dalam istilah agama dinamakan fardhu kifayah.
Dalam
ketentuan hukum Islam jika seorang muslim meninggal dunia maka hukumnya fardhu
kifayah atas orang-orang muslim yang masih hidup untuk menyelenggarakan 4
perkara, yaitu memandikan, mengkafani, menshalatkan dan menguburkan orang yang
telah meninggal tersebut. Untuk lebih jelasnya 4 persoalan tersebut, pemakalah
akan mencoba menguraikan dalam penjelasan berikut ini.
B. Rumusan masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini yaitu:
1.
Bagaimana Islam Memandang tentang Jenazah?
2.
Bagaimana Penyelenggaraan Jenazah dalam Islam?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini yaitu:
1.
Untuk mengetahui pengertian jenazah dalam islam.
2.
Untuk mengetahui serta memahami Penyelenggaraan
Jenazah dalam Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian jenazah
Kata jenazah
bila ditinjau dari segi bahasa berasal dari bahasa arab dan menjadi turunan
dari isim mashdar yang diambil dari fi’il madhi janaza-yajnizu-janazatan
wa jinazatan. Bila huruf jim dibaca fathah (janazatan,kata ini
berarti orang yang telah meninggal dunia. Namun bila huruf jimnya dibaca
kasrah, maka kata ini berarti orang yang mengantuk.[1]
Lebih jauh,
jenazah menurut Ibnu Mas’ud dan Zainal Abidin S., mengartikan jenazah sebagai
orang yang telah meninggal yang diletakkan dalm usungan dan hendak dibawa ke
kubur untuk dimakamkan.[2]
B. Hal-hal yang harus dilakukan sesudah
meninggal
Apabila seseorang meninggal, maka
ada beberapa hal yang harus dilakukan:
1.
Hendaklah dipejamkan (ditutupkan) matanya,
menyebut kebaikan, mendoakan, meminta ampun atas dosanya.
2.
Hendaklah ditutup seluruh badannya dengan kain
sebagai penghormatan kepadanya dan supaya tidak terbuka ‘auratnya.
3.
Tidak ada halangan untuk mencium mayat bagi
keluarganya atau sahabat-sahabatnya yang sangat sayang dan berdukacita sebab
matinya.
4.
Ahli mayat yang mampu hendaklah dengan segera
membayar utang si mayat jika ia berutang, baik dibayar dari harta peninggalannya
atau dari pertolongan keluarga sendiri.[3]
Menurut HPT
Muhammadiyah Begitu mengetahui bahwa seseorang telah meninggal, lakukanlah
hal-hal sebagai berikut:
1.
Pejamkan matanya
2.
Katupkan mulutnya, kalau perlu dibantu dengan
tali dari kain, diikatkan melingkar dari
dagu, pipi, pelipis dan ubun-ubun
3.
Lemaskan tangan dan kakinya
4.
Letakkan kedua tangannya dengan sedekap di atas
dadanya dan diikat kedua telapak
tangannya
5.
Luruskan kedua kakinya, dengan diikat
pergelangan kaki dan kedua ibu jarinya
6.
Dibujurkan tubuhnya menghadap kiblat
7.
Tutup seluruh tubuhnya, dari kepala, wajah
sampai ujung kakinya
8.
Ucapkan kalimat tarji’ yaitu:

Artinya: Sesungguhnya kita
sekalian adalah milik Allah dan akan kembali kepadanya. Ya Allah, berilah aku pahala dalam
musibahku dan gantilah musibah ini
dengan yang lebih baik bagiku. [al-Baqarah 156, Shahih Muslim, Musnad Ahmad]
9.
Kemudian membaca do’a

Artinya: Ya Allah! Berilah
ampunan kepada .... (sebut namanya). Dan
angkatlah derajatnya dalam golongan orang yang mendapat petunjuk, dan gantilah ia bagi keluarga yang
ditinggalkannya. Ampunilah kami dan
ampunilah dia, wahai Tuhan semesta alam, lapangkanlah ia dalam kuburnya. [Shahih Bukhari, Sunan Abu Dawud]
10. Menyebarluaskan
berita kematiannya
11. Mempersiapkan
keperluan perawatan jenazah
12. Keluarga
(ahli waris) segera menyelesaikan hak utang-piutangnya
C. Hukum Merawat Jenazah
Merawat
jenazah hukumnya Fardhu (Wajib) Kifayah, artinya bahwa kewajiban itu cukup
dikerjakan oleh kelompok masyarakat. Apabila tidak ada yang merawat jenazah,
maka seluruh masyarakat akan dituntut dihadapan Allah dan berdosa. Sedang bagi
yang mengerjakannya akan mendapatkan kebaikan dan pahala dihadapan Allah (swt).
Merawat jenazah sebaiknya segera dilakukan, tidak perlu menunggu terkumpulnya
semua keluarga (ahli waris).
D.
Memandikan
jenazah
Setiap orang
muslim yang meninggal dunia harus dimandikan, dikafani dan dishalatkan terlebih
dahulu sebelum dikuburkan terkecuali bagi orang-orang yang mati syahid. Hukum
memandikan jenazah orang muslim menurut jumhur ulama adalah fardhu kifayah.
Artinya, kewajiban ini dibebankan kepada seluruh mukallaf di tempat itu, tetapi
jika telah dilakukan oleh sebagian orang maka gugurlah kewajiban seluruh
mukallaf. Adapun dalil yang menjelaskan kewajiban memandikan jenazah ini
terdapat dalam sebuah hadits Rasulullah saw. Yakninya:
“dari Ibnu Abbas, bahwasanya Nabi SAW telah
tentang orang yang jatuh dari kendaraannya lalu mati, “mandikanlah air dan daun
bidara.” (H.R Bukhari dan Muslim)
Syarat bagi orang yang memanddikan jenazah:
1.
Muslim, berakal, dan baligh
2.
Berniat memandikan jenazah
3.
Jujur dan sholeh
4.
Terpercaya, amanah, mengetahui hukum memandikan
mayat dan memandikan sebagaimana yang diajarkan sunnah serta mampu menutup aib
si mayat.
Mayat yang wajib dimandikan:
1.
Mayat seorang muslim bukan kafir
2.
bukan bayi yang keguguran dan jika lahir dalam
keadaan sudah meninggal tidak dimandikan
3.
ada sebagian tubuh mayat yang dapat dimandikan
4.
bukan mayat yang mati syahid (mati dalam
peperangan untuk membela agama Allah)[4]
Hal-hal yang harus dipersiapkan sebelum memandikan jenazah
Siapkan terlebih dahulu segala
sesuatu yang dibutuhkan untuk keperluan mandinya, seperti:
1.
tempat memandikan pada ruangan tertutup.
2.
ember, gayung, dan air.
3.
kapas.
4.
kapur barus.
5.
daun bidara/ sidr.
6.
kaos tangan dan sarung tangan kain sesuai dengan
jumlah petugas yang memandikan.
7.
Kain penutup mayat 5-6.
8.
Handuk.
9.
Sabun (lebih baik cair), shampoo, cutton buds.
10. Minyak
wangi.
11. Tempat
sampah untuk membuang kotoran
12. Kafan
yang menyesuaikan keadaan dan jenis kelamin jenazah.
Sebelum memandikan jenazah ada
baiknya kita memenuhi aturan sebelum memandikan jenazah yaitu:
1.
Mengikat kepala mayit.
2.
Meletakkan kedua tangan diatas perut (seperti
orang yang melakukan shalat).
3.
Mengikat dan menyatukan persendian lutut.
4.
Menyatukan kedua ibu jari kaki.
5.
Menghadapkan mayyit kearah kiblat.
Tata cara memandikan jenazah
Pada mulanya
kita sediakan air sebanyak mungkin, air kapur barus, dan sabun, kain. Kemudian
lakukan bacaan niat, ketentuan bacaan niat yaitu:
1.
Jika mayat laki-laki dewasa, lafadz niatnya
adalah:
(Nawaitul ghusla
lihaadzal mayyit fardhal kifaayati lillaahita’ala).
2.
Jika mayat perempuan dewasa:
(Nawaitul ghusla
lihaadzal mayyitati fardhal kifaayati lillaahita’ala)
3.
Jika mayat kanak-kanak laki-laki:
(Nawaitul ghusla
lihaadzal mayyit tifli fardhal kifaayati lillahita’ala)
4.
Jika mayat kanak-kanak perempuan:
(Nawaitul ghusla lihaadzal mayyit
tiflati fardhal kifaayati lillahita’ala)
Tinggikan
kepala jenazah agar air tidak mengalir kearah kepala. Masukkan jari tangan yang
telah dibalut dengan kain basah ke mulut jenazah, gosok giginya dan bersihkan
hidungnya, kemudian siramkan.
Siramkan air
kesebelah kanan dahulu kemudian kesebelah kiri tubuh jenazah.
Setelah itu
dudukkan mayit dan tekan-tekan perut, agar kotoran dalam perut keluar. Dan
bersihkan dubur mayit dengan niat istinja’ bagi mayit. Bacaan
niat: nawaitul istinjaa-i minal mayyit frdhan ‘alayya
lillahita’ala. Dan ketika membersihkan “auratnya”, hendaklah tangan orang
yang memandikan dilapisi dengan kain, karena menyentuh aurat itu hukumnya
haram.
Kemudian
ambilkan wudhu bagi simayit, dengan bacaan niat: (nawaitul wudhu-a
lihaadzal mayyit lillaahita’ala).
Setelah itu
hendaklah dimandikan tiga kali dengan air sabun atau dengan air bidara, dengan
memulainya bagian yang kanan. Dan seandainya tiga kali tidak cukup, misalnya
belum bersih maka hendaklah dilebihinya menjadi lima atau tujuh kali.
Rasulullah SAW bersabda:
“mandikanlah jenazah-jenazah itu secara (hitungan)
ganjil, tiga, lima, tujuh kali. Atau boleh lebih jika kau pandang perlu”.
Jika telah
selesai memandikan mayat, hendaklah tubuhnya dikeringkan dengan kain atau
handuk yang bersih, agar kain kafannya tidak basah, lalu ditaruh, diatas minyak
wangi.
tetapi kalau
mayit meninggal ketika sedang ihram, maka harus dimandikan seperti biasa tanpa
dikenai kafur atau lainnya yang berbau harum.
Yang berhak memandikan jenazah
Kalau mayat
itu laki-laki, hendaklah yang meamandikannya laki-laki pula, tidak boleh perempuan
memandikan mayat laki-laki kecuali istri dan muhrimnya. Sebaliknya jika mayat
itu perempuan, hendaklah dimandikan oleh perempuan pula, tidak boleh laki-laki
memandikan perempuan kecuali suami dan muhrimnya.
Jika suami dan muhrim sama-sama
ada, suami lebih berhak untuk memandikan istrinya, begitu juga jika istri dan
muhrim sama-sama ada, maka istri lebih berhak untuk memandikan suaminya.
Bila meninggal
seorang perempuan, dan ditempat itu tidak ada perempuan, suami, atau muhrimnya
pun tidak ada, maka mayat itu hendaklah “ditayammumkan” saja., idak dimandikan
oleh laki-laki yang lain. Begitu juga jika meninggal seorang laki-laki,
sedangkan disana tidak ada laki-laki, istri atau muhrimnya, maka mayat itu
hendaklah ditayammumkan saja.
Kalau mayat kanak-kanak
laki-laki, maka boleh perempuan memandikannya, begitu juga kalau mayat
kanak-kanak perempuan, boleh pula laki-laki memandikannya.
Jika ada beberapa orang yang
berhak yang memandikan, maka yang lebih berhak ialah keluarga yang terdekat
kepada mayat kalau ia mengetahui akan kewajiban mandi serta dipercayai. Kalau
tidak, berpindahlah hak kepada yang lebih jauh yang berpengetahuan serta amanah
(dipercayai).[5]
E.
Mengkafani
jenazah
Mengkafani
jenazah adalah menutupi atau membungkus jenazah dengan sesuatu yang dapat
menutupi tubuhnya walau hanya sehelai kain. Hukum mengkafani jenazah muslim dan
bukan mati syahid adalah fardhu kifayah.
Kafan
diambilkan dari harta si mayat sendiri jika ia meninggalkan harta, kalau ia
tidak meninggalkan harta, maka kafannya wajib atas orang yang wajib memberi
belanjananya ketika ia hidup. Kalau yang wajib memberi belanja itu tidak pula
mampu, hendaklah diambilkan dari baitul mal, dan diatur menurut hukum agama
islam. Jika baitul mal tidak ada atau tidak teratur, maka wajib atas orang
muslim yang mampu. Demikian pula belanja lain-lain yang bersangkutan dengan
keperluan mayat.
Hal-hal yang
disunnahkan dalam mengkafani jenazah adalah:
1.
Kain kafan yang digunakan hendaknya kain kafan
yang bagus, bersih, dan menutupi seluruh tubuh mayat.
2.
Kain kafan hendaknya berwarna putih.
Jumlah kain
kafan untuk mayat laki-laki hendaknya 3 lapis kain, tiap-tiap lapis menutupi
sekalian badannya. Sebagian ulama berpendapat, satu dari tiga lapis itu
hendaklah izar (kain mandi), dua lapis menutupi sekalian badannya.
Cara mengafani:
1.
Dihamparkan sehelai-sehelai dan ditaburkan
diatas tiap-tiap lapis itu harum-haruman seperti kapur barus dan sebagainya.
2.
Lantas mayat diletakkan diatasnya sesudah diberi
kapur barus dan sebagainya. Kedua tangannya diletakkan diatas dadanya, tangan
kanan diatas tangan kiri, atau kedua tangan itu diluruskan menurut lambungnya
(rusuknya).
3.
Tutuplah lubang-lubang (hidung, telinga, mulut,
kubul dan dubur) yang mungkin masih mengeluarkan kotoran dengan kapas.
4.
Selimutkan kain kafan sebelah kanan paling atas,
kemudian ujung lembar sebelah kiri. Selanjutnya, lakukan seperti ini selembar
demi selmbar dengan cara yang lembut.
5.
Ikatlah dengan tali yang sudah disiapkan
sebelumnya di bawah kain kafan tiga atau lima ikatan.
Untuk kain
kafan mayat perempuan terdiri dari 5 lembar kain kafan, yaitu terdiri dari:
a.
Lembar pertama berfungsi untuk menutupi seluruh
badan.
b.
Lembar kedua berfungsi sebagai kerudung kepala.
c.
Lembar ketiga berfungsi sebagai baju kurung.
d.
Lembar keempat berfungsi sebagai untuk menutup
pinggang hingga kaki.
e.
Lembar kelima berfungsi untuk menutup pinggul
dan paha.
Cara mengafani:
1.
Susunlah kain kafan yang sudah dipotong-potong
untuk masing-masing bagian dengan tertib.
2.
Angkatlah jenazah dalam keadaan tertutup dengan
kain dan letakkan diatas kain kafan sejajar, serta taaburi dengan wangi-wangian
atau kapur barus.
3.
Tutuplah lubang-lubang yang mungkin masih
mengeluarkan kotoran dengan kapas.
4.
Tutupkan kain pembungkus pada kedua pahanya.
5.
Pakaikan sarung.
6.
Pakaikan baju kurung.
7.
Dandani rambutnya dengan tiga dandanan, lalu
julurkan kebelakang.
8.
Pakaikan kerudung.
9.
Membungkus dengan lembar kain terakhir dengan
cara menemukan kedua ujung kain kiri dan kanan lalu digulungkan kedalam.
10. Ikat
dengan tali pengikat yang telah disiapkan.
Membaikkan pemakaian kain kafan
Kafan yang
baik maksudnya baik sifatnya dan baik cara memakainya, serta terbuat dari bahan
yang baik. Sifat-sifatnya telah diterangkan, yaitu kain yang putih, begitu pula
cara memakaikannya dengan baik. Adapun baik yang tersangkut dengan dasar kain ialah,
jangan sampai berlebih-lebihan memilih dasar kain yang mahal-mahal harganya.
Sabda rasulullah saw:
Dari ‘ali bin abi thalib:
“Berkata Rasulullah saw: Janganlah kamu berlebih-lebihan memilih kain yang
mahal-mahal untu kafan, karena sesungguhnya kafan itu akan hancur dengan
seegera.[6]
F. Persiapan Mensholati Jenazah
1.
Jenazah diletakkan di tempat yang paling depan
tengah, dengan posisi membujur dan
posisi kepala berada di sebelah kanan arah ka’bah
2.
Bagi orang yang akan menshalatkannya memenuhi
dulu syarat-syarat syahnya shalat,
antara lain: Suci dari najis dan hadats, menutup aurat, dan menghadap kiblat
3.
Shalat jenazah dilakukan dengan berjama’ah
sebanyak 3 shaf, 5 shaf dan seterusnya (tetap bilangan gasal), bisa dilakukan
di dalam masjid
4.
Imam berdiri pada arah kepala jenazah, jika
jenazah laki-laki dan pada arah lambung
atau tengah, jika jenazah perempuan
G. Pelaksanaan Mensholati Jenazah
Shalat jenazah
dilakukan dengan empat takbir diakhiri salam, tanpa ruku’ dan sujud.
Takbir Pertama
1.
Berdiri tegak, lalu dengan niat ikhlas karena
Allah, mengangkat tangan sampai bahu,
ibu jari sejajar telinga, dan telapak tangan menghadap Kiblat, jari-jari tidak terlalu renggang atau
rapat, seraya membaca takbir (Allahu
Akbar), lalu tangan diturunkan dan telapak tangan kanan diletakkan pada punggung telapak tangan kiri
di dada.
2.
Kemudian membaca surah al-Fatihah


Takbir Ke dua
1.
Selesai membaca surah al-Fatihah lalu bertakbir
(Allahu Akbar)
2.
Dilanjutkan membaca do’a shalawat Nabi:

Takbir Ke tiga
a. Selesai
membaca shalawat lalu bertakbir (Allahu Akbar)
b. Lalu membaca
do’a:

Artinya: “Ya Allah
ampunilah dia, berilah rahmat kepadanya,
maafkanlah dia selamatkanlah dia (dari beberapa hal buruk), tempatkanlah dia di tempat yang mulia
(surga), luaskanlah kuburnya, mandikanlah ia dengan air dan salju, bersihkanlah
ia dari segala kesalahan sebagaimana pakaian putih dibersihkan dari kotoran.
Gantilah rumah yang lebih baik (di surga) dari pada rumahnya (di dunia), dan
berilah keluarga yang lebih baik (di surga) dari pada keluarganya (di dunia),
dan berilah jodoh yang lebih baik (di surga) daripada jodohnya (di dunia),
jagalah ia dari fitnah kubur dan siksa neraka”. [Sunan Abu Dawud, Sunan Ibnu
Majah]
Takbir Ke empat
a. Selesai
membaca do’a kemudian bertakbir (Allahu Akbar)
b. Lalu membaca
do’a lagi

Artinya: “Ya
Allah ampunilah kami yang (masih) hidup dan yang (telah) Mati yang hadir (ada)
dan yang tidak ada, yang kecil (muda) dan yang tua, yang laki-laki dan
perempuan. Ya Allah kepada orang-orang yang Engkau hidupkan diantara kami, maka
hidupkanlah dia dalam (keadaan) Islam, dan kepada orang-orang yang Engkau
matikan dari kami, maka matikanlah ia dalam (keadaan) iman. Ya Allah, jangan
Engkau menjauhkan kami dari pahalanya, dan jangan Engkau menyesatkan kami
sesudahnya”. [Sunan at-Tirmidzi, Sunan an-Nasai, Musnad Ahmad]
Jika Jenazah
masih anak-anak, do’a yang dibaca adalah

Artinya: Ya
Allah, jadikanlah ia pendahulu (penjemput) dan pelebihan (tabungan) serta
pahala bagi kami. [Shahih Bukhari, Musnad Ahmad, Sunan Ibnu Majah]
Diteruskan
menoleh ke kanan dengan membaca salam

Dilanjutkan
menoleh ke kiri dengan membaca salam.
a.
Jika seseorang meninggal karena: syahid, jelas
munafiq, dan bunuh diri tidak di sholati
b.
Sholat Jenazah dilakukan tidak pakai ruku’,
sujud dan duduk Lebih baik Imam sholat jenazah dari keluarga atau kerabat
terdekat
c.
Sebelum sholat dilaksanakan sebaiknya
disampaikan tentang haqqul adami (sangkut paut utang piutang)
H. Persiapan Penguburan Jenazah
1.
Siapkan tempat penguburan dan menggalinya dengan
baik, dan cukup sesuai besar kecilnya jenazah.

2.
Siapkan batu nisan
3.
Siapkan keranda
4.
Bila penggalian liang lahat telah selesai,
jenazah dibawa ke kuburan dengan cepat, diam (tidak berbicara) dan tidak kasar
5.
Pelayat mengiringinya dengan berjalan kaki di
sekelilingnya, dan yang berkendaraan berada di belakangnya
6.
Ketika masuk kuburan membaca do’a sebagai
berikut:

Artinya: Salam sejahtera kepadamu, wahai perumahanan
orang-orang mukmin, dan Insya Allah kami akan menyusul kamu sekalian. Ya Allah,
janganlah Engkau menjauhkan kami dari pahala mereka dan janganlah Engkau
timbulkan fitnah kepada kami sepeninggal mereka. [Sunan Ibnu Majah, Musnad
Ahmad]
I. Pelaksanaan Penguburan Jenazah
1.
Keranda diletakkan membujur dengan posisi kepala
berada pada arah kaki.
2.
Lalu keranda dibuka dan jenazah diangkat
bersamaan dengan itu keranda ditarik dari arah kaki.
3.
Jika jenazah perempuan, di atas liang lahat
dibentangkan kain atau sejenisnya, lalu jenazah dimasukkan ke dalam liang lahat
dari arah kaki.
4.
Kemudian jenazah diletakkan dalam liang lahat
dengan posisi menghadap ke arah kiblat, sambil membaca:

Artinya: Dengan nama Allah dan atas nama (mengikuti)
perilaku
Rasulullah (saw). [Musnad Ahmad, Sunan at-Tirmidzi]
Atau:

Artinya: Dengan nama Allah dan atas nama (mengikuti)
sunnah Rasullullah (saw).
5.
Tanah bekas galian liang lahat dimasukkan
kembali dengan dipadatkan dan dirapikan, kemudian ditancapkan batu nisan berada
pada arah kepala.
J. Do’a Selesai Penguburan Jenazah
Selesai
mengubur dan sebelum meninggalkan tempat penguburan pelayatmengambil tanah dan
menaburkannya dari arah kepala tiga kali, lalu berdiri disisinya, dan membaca
do’a sebagai berikut:

Artinya: “Ya Allah ampunilah dia,
berilah rahmat kepadanya, maafkanlah dia selamatkanlah dia (dari beberapa hal
buruk), tempatkanlah dia di tempat yang mulia (surga), luaskanlah kuburnya dan
lembutkanlah bumi tempat tidurnya dan jauhkan dia dari siksa kubur dan
lindungilah dia dari siksa neraka. Ya Allah teguhkanlah dia dengan perkataan
yang benar di dunia dan akhirat”. [Sunan
Abu Dawud, Shahih Bukhari-Muslim]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Manusia sebagi
makhluk yang mulia di sisi Allah SWT dan untuk menghormati kemuliannya itu
perlu mendapat perhatian khusus dalam hal penyelenggaraan jenazahnya. Dimana,
penyelengaraan jenazah seorang muslim itu hukumnya adalah fardhu kifayah.
Artinya, kewajiban ini dibebankan kepada seluruh mukallaf di tempat itu, tetapi
jika telah dilakukan oleh sebagian orang maka gugurlah kewajiban seluruh
mukallaf. Adapun 4 perkara yang menjadi kewajiban itu ialah Memandikan,Mengkafani,
Menshalatkan, Menguburkan
B.
Saran
Tentunya dalam
Penyelenggaraan Jenazah hendaknya ada beberapa yang mesti menjadi perhatian
yaitu. Menunjukkan rasa solidaritas yang tinggi diantara sesama muslim. Membantu
meringankan beban kelurga jenazah dan sebagai ungkapan belasungkawa atas
musibah yang dideritanya.Mengingatkan dan menyadarkan manusia bahwa setiap manusia
akan mati dan masing-masing supaya mempersiapkan bekal untuk hidup setelah
mati.Sebagai bukti bahwa manusia adalah makhluk yang paling mulia, sehingga
apabila salah seorang manusia meninggal dihormati dan diurus dengan
sebaik-baiknya menurut aturan Allah SWT dan RasulNya.
DAFTAR PUSTAKA
Ali Imran Sinaga, Fiqih
Taharah, Ibadah, Muamalah, Cita Pustaka Media Perintis Bandung. 2011
HPT Muhammadiyah tentang kitab jenazah.
Mas’ud, Ibnu & Abidin, Zainal S. 2000. fiqh mazhab syafi’i, Bandung: Pustaka Setia
M. Nashiruddin Al-Albani. 1999. Tuntunan Lengkap Mengurus Jenazah.
Jakarta: Gema Insani
Mudjib, KH.Mudjab. 2000. Mabadiul
Fiqhiyah. Tulungagung: PP At-Thariyah.
Nawawi, Imam, al-jana’iz, Beirut: Dar al-fikr,tt
Rasyid, sulaiman. 1987. Fiqih
islam. Bandung: Sinar Baru
[1]
Imam an-nawawi, al-majmu’ syarh al-muhazzab, kitab al-jana’iz, bab ma yuf’al bi
al-mayyit, (Beirut: Dar al-fikr,tt), V:10
[2]
Ibnu Mas’ud, zainal Abidin S, fiqh mazhab syafi’i, (Bandung: Pustaka
Setia,2000), hlm.449
[3]
H.Sulaiman Rasyid, Fiqih Islam, (Bandung: CV. SINAR BARU,1987), hlm.172
[4]
H.Sulaiman Rasyid, Fiqih Islam, (Bandung: CV. SINAR BARU,1987), hlm.175
[5]
H.Sulaiman Rasyid, Fiqih Islam, (Bandung: CV. SINAR BARU,1987), hlm.176
[6]
H.Sulaiman Rasyid, Fiqih Islam, (Bandung: CV. SINAR BARU,1987), hlm.180
Komentar
Posting Komentar