BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Di Era Otonomi Daerah seperti sekarang
ini setiap Negara dituntut untuk menjadikan kondisi kehidupan ekonominya
menjadi semakin efektif, efisien, dan kompetitif (sujamto,1983:13). Indonesia
merupakan Negara berkembang yang terus mengupayakan pembangunan. Tujuan dari
pembangunan adalah untuk memperbaiki dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat,
serta menciptakan inovasi di dalam masyarakat tersebut (Awang,
2010:59)Berdasarkan kalkulasi statistik,lebih dari 60 persen penduduk Indonesia
adalah penghuni desa,sebagaian dari mereka hidup dalam kemiskinan structural
yang tidak pernah berakhir(Rozaki, 2005:1). wilayah pedesaan selalu dicirikan
dengan rendahnya tingkat produktivitas kerja, tingginya tingkat kemiskinan, dan
rendahnya kualitas hidup dan pemukiman. Pedesaan dianggap sebagai daerah yang
tertinggal, miskin, dan pembangunannya lambat karena jauh dari pusat
pemerintahan. Padahal sebenarnya kawasan pedesaan memiliki potensi sumber daya
alam yang melimpah, hanya saja belum dimanfaatkan dengan maksimal (Awang,
2010:45) .
Masyarakat desa masih menggantungkan
kehidupannya pada sektor pertanian, dan bergantung pada alam (musim).
Pengembangan potensi sumber daya alam maupun sumber daya manusianya masih
sangat minim. Hal tersebut dilatar belakangi oleh faktor pendidikan yang
rendah, minimnya modal untuk pengembangan, dan anggapan bahwa masyarakat desa
adalah masyarakat yang miskin yang hidup dengan sederhana dan kemiskinan
tersebut merupakan warisan dari nenek moyangnya (Roziki, 2005:2).
Indonesia merupakan Negara
agraris, dan pedesaan merupakan pusat perekonomian rakyat. Saat ini Indonesia
dalam fase berkembang, untuk itu potensi-potensi yang dimiliki harus terus
dikembangkan. Terutama potensi yang ada di desa yang selama ini masih belum
optimal pengembangannya. Desa memiliki dua potensi yang bisa dimanfaatkan untuk
pengembangannya, yaitu sumber daya alam dan sumber daya manusia. Kedua sumber
daya tersebut harus saling mendukung dan melengkapi, pengembangan sumber daya
alam harus dibarengi dengan peningkatan sumber daya manusianya (Roziki,
2005:107)
Dengan Implementasi kebijakan bagian
dari dimana pelaksana kebijakan melakukan suatu aktivitas atau kegiatan
(Solichin, 1990:6). sehingga pada akhirnya akan mendapatkan suatu hasil yang
sesuai dengan tujuan atau sasaran kebijakan itu sendiri.Impelmentasi kebijakan
pemberdayaan pemerintahn desa kiranya sangat urgen untuk dilakukan (Awang,
2010:38) .Pemberdayaan masyarakat bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang
mandiri, mampu menggali dan memanfaatkan potensi-potensi yang ada didaerahnya,
dan membantu masyarakat untuk terbebas dari keterbelakangan atau
kemiskinan,pemberdayaan juga sebagai memberian atau meningkatkan kekuasaan
keberdayaan kepada masyarakat yang lemah (Awang, 2010:47) .
Setiap desa memiliki potensi, kondisi
daerah, dan karakteristik masyarakat yang berbeda-beda. Intinya bahwa
masing-masing desa memiliki ciri khas yang berbeda dengan desa lainnya. Untuk
itu dalam upaya pemberdayaan, masyarakat desa setempat harus lebih banyak
terlibat dalam kegiatan tersebut. Karena masyarakatnya lebih mengetahui potensi
dan kondisi desanya. Pemerintah hanya bertindak sebagai fasilitator yang
mendukung program pemberdayaan. Pemberdayaan masyarakat tidak hanya menjadi
tanggung jawab pemerintah, karena yang menjadi subyek dari pemberdayaan adalah
masyarakat desa itu sendiri (Awang, 2010:49).
Kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan
oleh pemerintahan dipusat,provinsi,dan kabupaten atau kota dalam rangka
penataan kembali desa dengan Kebijakan ini dapat membangun otonomi daerah
yang membuat setiap daerah memiliki kewenangan yang cukup besar dalam mengambil
keputusan yang dianggap sesuai (Awang, 2010:39). Pelaksanaan otonomi
daerah yang telah dimulai sejak 2001 mengandung konsekuensi yang cukup “menantang”
bagi daerah. Di satu sisi, kebebasan berkreasi membangun daerah benar-benar
terbuka lebar bagi daerah (Sujamto, 1983:21) .
Namun demikian, di sisi yang lain
telah menghadang setumpuk masalah yang harus diselesaikan. Masalah yang sangat
mendasar adalah perubahan pola pengelolaan daerah dari sentralistik menjadi
desentralisasi, misalnya sumber dana untuk membiayai pembangunan, sumber daya
manusia sebagai aparat pelaksana seluruh aktivitas pembangunan, dan masih banyak
yang lain (Roziki, 2005:11).
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana Konsep Dasar Otonomi Daerah dan
Pemberdayaan masyarakat?
2.
Bagaimana
Peran Pemerintah dalam Pemberdayaan masyarakat di Era Otonomi Daerah?
C. Tujuan
Penulisan
1. Menjelaskan Konsep Dasar Otonomi Daerah dan
Pemberdayaan masyarakat.
2. Menjelaskan Peran Pemerintah dalam
Pemberdayaan masyarakat di Era Otonomi Daerah .
BAB II
LANDASAN TEORI
A.
Pengertian Otonomi Daerah
Otonomi Daerah terdiri
dari dua kata yakni Otonomi dan daerah.Otonomi merupakan hak,wewenang, dan
kewajiban suatu daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,sedangkan daerah
merupakan sekelompok yan di diami oleh suatu kesatuan masyarakat hukum yan
mempunyai batas wilayah tertentu. ,Pada pasal 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004,di jelaskan bahwa bahwa yang dimaksud dengan otonomi daerah adalah
kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.Hakikat otonomi daerah adalah upaya memperdayaan
daerah dalam pengambilan keputusan daeah secara lebih leluasa dan
bertangungjawab untuk mengelola sumber daya yang memiliki sesuai dengan
kepentingan,perioritas,dan potensi daerah sendiri.
Sejalan dengan prinsip
tersebut,dilaksanakan pula prinsip Otonomi yang nyata dan
bertanggungjawab.prinsip otonomi nyata adalah suatu prinsip bahwa untuk
menangani urusan pemerintah dilaksanakan berdasarkan tugas,wewenang, dan
kewajiban yang senyatanya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh,hidup, dan
berkemban sesuai dengan potensi dan kekhsan daerah.dengan demikian,isi dan
jenis Otonomi bagi setiap berbeda daerah tidak selalu sama dengan daerah
lainnya. Adapun yang di maksud otonomi yang bertanggungjawab adalah otonomi
yang dalam penyelenggaraannya harus benar-benar sejalan dengan tujuan dan
maksud pemberian otonomi,yaitu pada dasarnya untuk memberdayakan
daerah,termasuk meningkatkan kesejahteraan rakyat yang merupakan bagian utama
dari tujuan Nasional.
Seiring dengan prinsip
tersebut,penyelenggaraan otonomi daerah harus selalu berorientasi pada
peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan selalu memperhatikan kepentingan
dan aspirasi yang tumbuh dalam masyarakat.pemyelenggaraan harus menjamin
keserasian hubungan antara daerah dengan daerah lainnya.artimya, mampu
mambangun kerjasama antar daerah.hal yang tidak kalah pantingnya adalah otonomi
daerah harus juga harus mampu menjamin hubungan yang serasi antar
daerah dengan pemerintah. Otonomi Daerah dapat dilaksanakan sejalan dengan
tujuan yang hendak dicapai,pemerintah wajib melakukan pembinaan yang berupa
pemberian pedoman, misalnya untuk penelitian, pengembangan, perencanaan, dan
pengawasan.Supriatna ( 1992: 19 ) mengutarakan bahwa desentralisasi selau
menyangkut kekuatan, dihubungkan dengan pendelegasian wewenang dari pemerintah
pusat kepada pejabat di daerah atau lembaa-lembaga pemerintahan di daerah untuk
menjalankan urusan pemerintahan.diungkapkan lebih lanjut bahwa bentuk-bentuk
desentralisasi dalam praktiknya adalah:
1.
Dekonsentrasi atau desentralisasi administrasi
pemerintahan yan berbentuk pemindahan beberapa kekuasaan administrative ke
kantor-kantor daerah dari dapertement pemerintah pusat
2.
Devolusi atau desentralisasi politik,yakni
pemberian wewenang pembuatan keputusan dan control tertentu terhadap
sumber-sumber daya kepada pejabat regional atau local
3.
Delegasi,yaitu pemindahan tanggungjawab
manajerial untuk tuas-tuas tertentu kepada organisasi yan berada di luar
struktur pemerintahan pusat.
4.
Pravatisasi, yaitu pemindahan tugas-tugas ke
organisasi-organisasi sukarela atau perusahaan swasta baik yang bersifat
mencari keuntungan maupun yang nirlaba.
B. Pengertian Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan (
empowerment ) merupakan suatu istilah yang mucul bersamaam dengan adanya
kesedaran pada perlunya partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Dalam
kaitannya dengan pemerintah daerah dan desentralisasi pemerintahan,
pemberdayaan masyarakat merupakan
suatu yang sangat penting dan mendesak dilakukan.pemberdayaan sendiri menurut
mukhtar sarman ( 1996 ) bermakna suatu upaya untuk selalu mendorong dan
merangsang adanya proses kemandirian nasyarakat ( self sustainimg process )
sebab tanpa adanya kemandirian , suatu bentuk partisipasi masyarakat tidak akan
tertentu.sebaliknya, yang muncul justru mobilisasi .pemberdayaan sendiri dapat
dikaitkan dengan proses tranformasi social, ekonomi, dan bahkan politik (
kekuasaan ). Dalam yang terakhir ini ,pemberdayaan berarti proses penumbuhan
kekuasaan atau kemampuan diri.
Pemberdayaan masyarakat
akan berjalan efektif ketika Infrastuktur demokrasi yang ada mampu berjalan
secara mandiri. sebagaimana diutarakan oleh tamrin Amal Tanagola ( 2005
),Infrastuktur tersebut meliputi partai politik local,ornop local,pers
local,universitas local,dam politisi daerah.
C. Strategi dan Pendekatan Pemberdayaan
Masyarakat
Berdasar
pendapat Sunyoto Usman (2003 : 40-47 ) ada beberapa strategi yang dapat menjadi
pertimbangan untuk dipilih dan kemudian diterapkan dalam
pemberdayaan masyarakat, yaitu menciptakan iklim, memperkuat daya, dan
melindungi.
Dalam upaya
memberdayakan masyarakat dapat dilihat dari tiga sisi, yaitu :
1.
Menciptakan suasana atau iklim yang
memungkinkan potensi masyarakat berkembang (enabling). Disini titik
tolaknya adalah pengenalan bahwa setiap manusia memiliki potensi atau daya yang
dapat dikembangkan.
2.
memperkuat potensi atau daya yang dimiliki
masyarakat (empowering), upaya yang amat pokok adalah peningkatan taraf
pendidikan, dan derajat kesehatan, serta akses ke dalam sumber-sumber kemajuan
ekonomi seperti modal, lapangan kerja, dan pasar. Ketiga, memberdayakan
mengandung pula arti melindungi. Dalam proses pemberdayaan, harus dicegah yang
lemah menjadi bertambah lemah.
Berbicara
tentang pendekatan, bila dilihat dari proses dan mekanisme perumusan program
pembangunan masyarakat, pendekatan pemberdayaan cenderung mengutamakan alur
dari bawah ke atas atau lebih dikenal pendekatan bottom-up. Pendekatan ini
merupakan upaya melibatkan semua pihak sejak awal, sehingga setiap keputusan
yang diambil dalam perencanaan adalah keputusan mereka bersama, dan mendorong
keterlibatan dan komitmen sepenuhnya untuk melaksanakannya.
Partisipasi
masyarakat sangat dibutuhkan dalam rangka perencanaan dan penentuan kebijakan,
atau dalam pengambilan keputusan.Model pendekatan dari bawah mencoba melibatkan
masyarakat dalam setiap tahap pembangunan.Pendekatan yang dilakukan tidak
berangkat dari luar melainkan dari dalam.Seperangkat masalah dan kebutuhan
dirumuskan bersama, sejumlah nilai dan sistem dipahami bersama.Model bottom
memulai dengan situasi dan kondisi serta potensi lokal. Dengan kata lain model
kedua ini menampatkan manusia sebagai subyek. Pendekatan “bottom up” lebih
memungkinkan penggalian dana masyarakat untuk pembiayaan pembangunan. Hal ini
disebabkan karena masyarakat lebih merasa “memiliki”, dan merasa turut
bertanggung jawab terhadap keberhasilan pembangunan, yang nota bene memang
untuk kepentingan mereka sendiri. Betapa pun pendekatan bottom-up memberikan
kesan lebih manusiawi dan memberikan harapan yang lebih baik, namun tidak lepas
dari kekurangannya, model ini membutuhkan waktu yang lama dan belum menemukan
bentuknya yang mapan.
D.
Prinsip-prinsip
Pemberdayaan Masyarakat
Untuk
melakukan pemberdayaan masyarakat secara umum dapat diwujudkan dengan menerapkan
prinsip-prinsip dasar pendampingan masyarakat, sebagai berikut
1.
Belajar Dari Masyarakat
Prinsip yang
paling mendasar adalah prinsip bahwa untuk melakukan pemberdayaan masyarakat
adalah dari, oleh, dan untuk masyarakat. Ini berarti, dibangun pada pengakuan
serta kepercayaan akan nilai dan relevansi pengetahuan tradisional masyarakat
serta kemampuan masyarakat untuk memecahkan masalah-masalahnya sendiri.
2.
Pendamping sebagai
Fasilitator
Masyarakat
sebagai Pelaku Konsekuensi dari prinsip pertama adalah perlunya pendamping
menyadari perannya sebagai fasilitator dan bukannya sebagai pelaku atau
guru.Untuk itu perlu sikap rendah hati serta ketersediaan untuk belajar dari
masyarakat dan menempatkan warga masyarakat sebagai narasumber utama dalam
memahami keadaan masyarakat itu.Bahkan dalam penerapannya masyarakat dibiarkan
mendominasi kegiatan.Kalaupun pada awalnya peran pendamping lebih besar, harus
diusahakan agar secara bertahap peran itu bisa berkurang dengan mengalihkan
prakarsa kegiatan-kegiatan pada warga masyarakat itu sendiri.
3.
Saling Belajar
Saling Berbagi
Pengalaman Salah satu prinsip dasar pendampingan untuk pemberdayaan masyarakat
adalah pengakuan akan pengalaman dan pengetahuan tradisional masyarakat. Hal
ini bukanlah berarti bahwa masyarakat selamanya benar dan harus dibiarkan tidak
berubah.Kenyataan objektif telah membuktikan bahwa dalam banyak hal
perkembangan pengalaman dan pengetahuan tradisional masyarakat tidak sempat
mengejar perubahan-perubahan yang terjadi dan tidak lagi dapat memecahkan
masalah-masalah yang berkembang.Namun sebaliknya, telah terbukti pula bahwa
pengetahuan modern dan inovasi dari luar yang diperkenalkan oleh orang luar
tidak juga memecahkan masalah mereka.
BAB III
PEMBAHASAN
A.
Pemberdayaan Masyarakat di Era Otonomi
Pemberdayaan (empowerment)
merupakan suatu istilah yang muncul bersamaan dengan adanya kesadaran pada
perlunya partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Dalam kaitanya dengan
otonomi daerah dan desantralisasi pemerintahan maka pemberdayaan masyarakat
merupakan suatu yang sangat penting dan mendesak untuk dilakukan. Pemberdayan
sendiri menurut Mukhtar Sarman (1996) bermakna suatu upaya untuk selalu
mendorong dan merangsang adanya proses kemandirian masyarakat (self sustaining
process). Sebab tanpa adanya kemandirian maka suatu bentuk partisipasi
masyarakat tidak akan terbentuk, namun yang muncul justru mobilisasi.
Pemberdayaan sendiri dapat dikaitkan dengan proses transformasi sosial, ekonomi
dan bahkan politik (kekuasaan), dalam hal yang terakhir ini pemberdayaan
berarti proses penumbuhan kekuasaan atau kemampuan diri.
Pemberdayaan masyarakat akan berjalan
efektif mana kala infrastruktur demokrasi yang ada mampu berjalan secara
mandiri. Sebagaimana diutarakan oleh Tamrin Amal Tomagola (2005), bahwa
infrastruktur tersebut meliputi, partai politik lokal, Ornop local (NGOs), pers
lokal, universitas lokal dan polisi daerah. Memang tidak semua daerah memiliki
kelima unsur tersebut, namun minimal adanya partai politik lokal atau partai
yang ada di daerah, mampu berjalan secara fungsional dalam arti mampu
memperdayakan dirinya. Selain itu adanya organisasi non pemerintah (Ornop) yang
independen seperti Ormas, LSM maupun kelompok-kelompok sukarela yang mencoba
memberi penguatan pada masyarakat serta melakukan pengawalan/pengontrolan pada
pemerintahan. Disamping itu pers sangat strategis dalam turut membentuk
tercapaianya pemberdayaan masyarakat.
Upaya untuk melakukan pemberdayaan
tersebut harus membuka akses bagi rakyat terhadap sumber daya strategis yang
dimiliki daerah baik yang berupa sumber daya alam, Pendapatan Asli Daerah
(PAD), APBN dan sebagainya. Terbuka akses tersebut sebagai upaya untuk saling
memiliki maupun berbagai kemanfaatan serta dilibatkanya dalam suatu perencanaan
program-program kerja. Dengan demikian ada partisipasi rakyat terhadap sejumlah
sumber daya strategis yang ada, partipasi disini meliputi perencanaan,
pelaksanaan maupun evaluasi serta pengontrolan.
Dalam pemberdayaan masyarakat yang
perlu diperhatikan agar efektifitas kegiatan dapat berjalan dengan baik, maka
harus tepat sasaran dalam arti mereka yang benar-benar berada di lapisan
bawah (grassroot), ruang lingkupnya berada pada tingkat lokal. Oleh karena
itu perlu kiranya menengok kembali beberapa hal yang terkait dengan potensi
lokal yang ada baik menyangkut SDA, SDM, Infrastruktur, dan kelembagaan dalam
suatu sistem jaringan. Sistem jaringan disinergikan untuk saling memperkuat
baik secara vertikal (dalam alur produksi dan hirarkhi kelembagaan)
maupun secara horizontal (dalam mobilitas SDM dan barang serta jasa yang
terpadu dan berdampak berantai secara maksimal).
Dengan adanya pemberdayaan maka
seorang yang berada di lapisan bawah akan bisa terangkat derajatnya sehingga
bisa memunculkan suatu masyarakat baru kelas menengah. Kendati demikian karena
sebagaimana keadaan masyarakat miskin yang hidup dalam keserba-kekurangan baik
secara ekonomi, politik, maupun pengetahuan, maka upaya untuk mendefisinikan
kebutuhan dan keperluannya terkadang tidak sepenuhnya mampu ditangkap secara
utuh dan sistimastis. Sehingga dari sini bisa dikatakan bahwa pada masyarakat
miskin perlu adanya bantuan orang/pihak lain untuk merumuskan dan
mendefesinikan keperluan dan kebutuhannya yang berfungsi sebagai cambuk kemajuan (enabler), (Mukhtar
Sarman, 1996).
Pemberdayaan masyarakat tersebut akan
efektif manakala dilakukan bersama-sama antara masyarakat dan aparat secara
transparan dan bertanggungjawab. Pemerintah daerah melalui sumber daya yang
dimilikinya dituntut untuk melaksanakan misi pemberdayaan masyarakat. Hal ini
dilakukan agar masyarakat mampu mempersiapkan dirinya sendiri untuk lebih
berdaya dalam arti mampu bersaing, mandiri dan profesional baik dalam
menghadapi persaingan lokal, reginonal maupun internasional dengan isu
globalisasinya.
Dalam era otonomi daerah pemerintah
daerah yang paling dekat dengan rakyat, ialah pemerintah desa. Oleh karena itu
upaya untuk memperdayakan pemerintah desa merupakan hal yang harus dilakukan
terlebih dahulu sebelum, melakukan pemberdayaan masyarakat. Yang perlu didasari
oleh pemerintah dalam melakukan pemberdayaan masyarakat bagaimana menciptakan
suatu kondisi lingkungan birokrasi pemerintahan yang mudah dijangkau atau
diakses oleh masyarakat terutama mereka yang hidup dalam kondisi serba miskin.
Mereka yang miskin bukanlah orang yang tidak mempunyai suatu apapun, akan
tetapi berada dalam serba keterbatasan, baik ekonomi (modal), pengetahuan
(akase) terhadap modal, pasar dan sebagainya, sehingga sulit untuk
mengembangkan dirinya.
Dengan demikian apabila pemberdayaan
masyarakat berhasil dijalankan, maka akan memperkokok kemandirian daerah baik
secara politik, ekonomi, dan budaya kekokohan dalam tiga bidang tersebut, akan
mampu menangkal dan bersaing tinggi dalam menghadapi gemburan globalisasi
ekonomi dunia yang digerakkan oleh semangat kapitalisme-liberal. Dimana
kekokohan daerah akan menopang bagi proses pengkukuhan wilayah dan proses
kehidupan ber berbangsa dan bernegara.
Tujuan analisis diatas
merupakan untuk membentuk individu dan masyarakat menjadi mandiri. Kemandirian
tersebut meliputi kemandirian berfikir, bertindak, dan mengendalikan apa yang
mereka lakukan tersebut. Untuk mencapai kemandirian masyarakat diperlukan
sebuah proses. Melalui proses belajar maka secara bertahap masyarakat akan
memperoleh kemampuan atau daya dari waktu ke waktu.
Kegiatan pemberdayaan harus
dilaksanakan secara menyeluruh mencakup segala aspek kehidupan masyarakat untuk
membebaskan kelompok masyarakat dari dominasi kekuasan yang meliputi bidang
ekonomi, politik, dan sosial budaya. Konsep pemberdayaan dibidang ekonomi
adalah usaha menjadikan ekonomi yang kuat, besar, mandiri, dan berdaya saing
tinggi dalam mekanisme pasar yang besar dimana terdapat proses penguatan
golongan ekonomi lemah. Sedang pemberdayaan dibidang politik merupakan upaya
penguatan rakyat kecil dalam proses pengambilan keputuan yang
menyangkut kehidupan berbangsa dan bernegara khususnya atau kehidupan mereka
sendiri. Konsep pemberdayaan masyarakat di bidang sosial budaya merupakan upaya
penguatan rakyat kecil melalui peningkatan, penguatan, dan penegakan
nilai-nilai, gagasan, dan norma-norma, serta mendorong terwujudnya
organisasi sosial yang mampu memberi kontrol terhadap perlakuan-perlakuan
politik dan ekonomi yang jauh dari moralitas”.
B.
Pelayanan
terhadap masyarakat
Menurut
(Sujamto.1983:86) Pemberian pelayanan yang baik kepada masyarakat diharapkan
menjadi lebih responsif terhadap kepentingan masyarakat itu sendiri, di mana
paradigma pelayanan masyarakat yang telah berjalan selama ini beralih dari
pelayanan yang sifatnya sentralistik ke pelayanan yang lebih memberikan fokus
pada pengelolaan yang berorientasi kepuasan masyarakat sebagai berikut :
1.
Lebih memfokuskan diri pada fungsi pengaturan
melalui kebijakan yang memfasilitasi berkembangnya kondisi kondusif bagi
pelayanan masyarakat.
2.
Lebih memfokuskan diri pada pemberdayaan aparat
desa dan masyarakat sehingga masyarakat juga mempunyai rasa memiliki yang
tinggi terhadap fasilitas-fasilitas pelayanan yang telah dibangun bersama.
3.
Menerapkan sistem kompetisi dalam hal penyediaan
pelayanan tertentu sehingga masyarakat memperoleh pelayanan yang berkualitas.
4.
Terfokus pada pencapaian visi, misi, tujuan dan
sasaran yang berorientasi pada hasil, sesuai dengan masukan atau aspirasi yang
diharapkan masyarakat.
5.
Lebih mengutamakan pelayanan apa yang diinginkan
oleh masyarakat.
6.
Memberi akses kepada masyarakat dan responsif
terhadap pendapat dari masyarakat tentang pelayanan yang diterimanya.
Namun dilain
pihak, pelayanan yang diberikan oleh aparatur pemerintahan kepada masyarakat
diharapkan juga memiliki :
(a).Memiliki
dasar hukum yang jelas dalam penyelenggaraannya,(b)Memiliki perencanaan dalam
pengambilan keputusan,(c)Memiliki tujuan sosial dalam kehidupan
bermasyarakat,(d)Dituntut untuk akuntabel dan transparan kepada masyarakat,(e.)Memiliki
standarisasi pelayanan yang baik pada masyarakat.
Semenjak
gerakan reformasi digulirkan dalam rangka merubah struktur kekuasaan menuju
demokrasi dan desentralisasi, maka kebutuhan masyarakat terhadap suatu
pelayanan prima dari pemerintah, dalam hal ini pemerintah desa menjadi sangat
penting. Diawali dengan Undang-Undang No 22 Tahun 1999 dan selanjutnya
dilakukan revisi menjadi Undang-Undang No 32 Tahun 2004 , yang telah dijadikan
landasan yuridis untuk menggeser fokus politik ketatanegaraan, diawali
desentralisasi kekuasaan dari pemerintah pusat kepada daerah.Dan sekarang
menjadi Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 73 tentang Pemerintahan
Kelurahan dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 72 tentang
Pemerintahan Desa (Awang, 2010:79).
Inti dari
Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah tersebut adalah penyelenggaraan
pemerintahan lokal yang menekankan pada prinsip demokrasi dan peran serta
masyarakat, pemerataan dan keadilan serta memperhatikan potensi dan
keanekaragaman budaya yang dimiliki oleh daerah. Perencanaan pembangunan
didaerah pedesaan tidak dapat dipisahkan dari penyelenggaraan pemerintah
kelurahan yang merupakan unit terdepan dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat dan menjadi tonggak strategis dalam pembangunan desa (Sujamto,
1983:41).
C.
Konsep
Pemerintah dalam Pengelolahan Sumber Daya
Kebijakan pemerintah desa yang
sejahtera dan mandiri merupakan konsep pemberdayaan masyarakat desa . Dengan
asumsi apabila masyarakat desa berdaya maka mereka mempunyai kemampuan untuk
memenuhi kebutuhan sendiri secara mandiri. Selanjutnya mereka dapat membentuk
pemerintahan sejahtera dan mandiri tidak ketergantungan dari pihak luar,Jadi
pertama-tama masyarakat desa harus diberdayakan dulu dengan
pemberdayaan.Selanjutnya setelah berdaya ,masyarakatn menjadi mandiri,maupun
memenuhu kebutuhan ,mengatur,dan mengurus diri merka sendiri.
Konsep “governance” melibatkan
tidak sekedar pemerintah dan Negara,tapi juga peran berbagai actor diluar
pemerintah dan Negara,sehingga pihak-pihak yang terlibat juga sangat
luas(Awang, 2010:70).Governance adalah mekanisme pengelolahan sumber daya
ekonomi dan sosial yang melibatkan pengaruh sector negara dan sector non
pemerintahan dalam suatu kegiatan kolektif. Governence dapat diartikan juga
sebgai praktek penyelenggaraan kekuasaan dan kewenangan oleh pemerintah dalam
pengelolahan urusan pemerintahan secara umum dan pembagunan ekonomi pada
khususnya(Awang, 2010:71).
Good governance,memiliki kriteria
yang berkemampuan untuk memacu kompetisi, akuntabilitas, responsip terhadap
perubahan,transparan,berpegang pada aturan hukum, mendorong adanya partisipasi
pengguna jasa, mementingkan kualitas,efektif dan efisien, mempertimbangkan rasa
keadilan bagi seluruh pengguna jasa,dan terbagunnya satu orientasi pada nilai-nilai.
Lebih lanjut ditegaskan bahwa apabila dilihat dari segi aspek fungsional, governance
dapat ditinjau dari apakah pemerintah telah berfungsi secara efektif dan
efisien dalam upaya mencapai tujuan yang telah digariskan atau sebaliknya (Awang,
2010:72).
Di setiap Komunitas masyarakat
desa memiliki entitas berupa kebutuhan,tuntutan,dan dukungan terhadap
pemerintah,sama seperti komunitas lainnya.Sudah menjadi kewajiban pemerintah
dalam pendekatan untuk berupaya melayani dan memenuhi kebutuhan dan memuaskan tuntutan
masyarakat desa.Dalam paraktek ketatanegaraan,pemerintah menetapkan berbagai
kebijakan,utamanya kebijakan pemerintah desa yang mengatur tatanan kehidupan
masyarakat desa(Rozaki, 2005:53).
Menurut(Rozaki, 2005:54)
perubahan kebijakan mempunyai dua sisi orientasi yang bertolak belakang
memperebutkan posisi dan dominasi antara kepentingan pemerintah
pusat,provinsi,kabupaten/kota dengan kepentingan pemerintahan desa.Selama
ini,memeang kebanyakan kebijakan yang telah ditetapkan oleh pemerintahan bersimbolkan
otonomi desa. Padahal secara substansi tercantum pada pasal dan ayat dalam
undang-undang masih memberikan ruang kosong untuk dominasi kekuasaan dan
kewenangan pemerintah pusat,provinsi,kabupaten/kota untuk kekuatan mengatur
pemerintahan desa,ada empat tipe kewenangan desa yaitu:
1.
Kewenang (generic ) asli, sering disebut hak dan
kewenangan asal-usul yang melekat pada desa sebagai keasatuan masyarakat hukum
(self-governing community).
2.
Kewenangan devolutif,yaitu kewenangan yang
melekat kepada desa karena posisinya ditegaskan sebagai pemerintahan lokal
(local-self government).
3.
Kewenangan distributive,yakni kewenangn bidang
pemerintahan yang dibagi oleh pemerintah kepala desa
4.
Kewenangan “negative”,yaitu kewenangan desa
menolak tugas pembantu dari pemerintah jika tidak disertai pendukungnya atai
jika tugas itu tidak sesuai dengan kondisi masnyarakat setempat.
D. Peran Pemerintah dalam pemberdayaan
masyarakat di era otonomi daerah
Menurut(Mudrajat.2004:56)
Pelaksanaan mengenai tugas dan fungsi seorang Kepala Desa dalam pemerintahan
merupakan salah satu bentuk kegiatan aparat pemerintah dalam upaya meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, sebagaimana tujuan dari penelitian ini adalah untuk
memberikan deskripsi mengenai pelaksanaan fungsi tersebut. Untuk itu dalam melaksanakan
tugasnya aparat Desa mempunyai fungsi :
1.
Kegiatan dalam rumah tangganya sendiri,
2.
Menggerakkan partisipasi masyarakat,
3.
Melaksanakan tugas dari pemerintah di atasnya,
4.
Keamanan dan ketertiban masyarakat,
5.
Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh
pemerintah di atasnya
Untuk
menyelenggarakan fungsi tersebut di atas maka seorang Kepala
Desa harus mengusahakan :
(a).Terpenuhinya
kebutuhan esensial masyarakat,(b).Tersusunnya rencana dan pelaksanaan
pembangunan sesuai dengan kemampuan setempat,(c). Terselenggaranya
peningkatan koordinasi, sinkronisasi dan integrasi secara lintas sektoral,(d). Terselenggaranya
program yang berkelanjutan,(e).Adanya peningkatan perluasan kesempatan kerja.
Selain fungsi
Kepala Desa yang telah dijelaskan di atas, Kepala Desa masih mempunyai peranan
yang lebih penting terhadap kemajuan dan perkembangan wilayahnya yaitu
melaksanakan pembinaan terhadap masyarakat Desa dalam meningkatkan peran serta
mereka terhadap pengembangan pembangunan. Berdasarkan hasil penelitian maka
dapat dideskripsikan tentang peranan pemerintah desa dalam memberdayakan
masyarakat di Desa Sederhana yang Secara garis besar mencakup berbagai bidang
yang dapat dijabarkan (Sujamto, 1997:49).
E. Pembinaan Terhadap Masyarakat
1.
Pembinaan masyarakat dalam bidang ekonomi.
Usaha untuk
menggalakkan pembangunan desa yang dimaksudkan untuk memperbaiki dan
meningkatkan taraf hidup serta kondisi sosial masyarakat desa yang merupakan
bagian terbesar dari masyarakat Indonesia, melibatkan tiga pihak, yaitu
pemerintah, swasta dan warga
desa. Dalam prakteknya, peran dan prakarsa pemerintah masih dominan dalam
perencanaan dan pelaksanaan maupun untuk meningkatkan kesadaran dan kemampuan
teknis warga desa dalam pembangunan desa. Berbagai teori mengatakan, bahwa
kesadaran dan partisipasi warga desa menjadi kunci keberhasilan pembangunan
desa. Sedangkan untuk menumbuhkan kesadaran warga desa akan pentingnya
usaha-usaha pembangunan sebagai sarana untuk memperbaiki kondisi sosial dan
dalam meningkatkan partisipasi warga desa dalam pembangunan banyak tergantung
pada kemampuan pemimpin
2.
Pembinaan masyarakat desa pada bidang
hukum.
Pembinaan di
bidang hukum dilakukan oleh pemerintah desa dengan bekerjasama dengan dinas
terkait dan pihak kepolisian yang dimaksudkan agar pemuda dapat
memberikan bimbingan kemasyarakatan dan pengentasan anak di lembaga-lembaga
pemasyarakatan anak negara. Contoh pemuda berkumpul untuk mendiskusikan bahaya
akibat narkotika, diberi penyuluhan akibat adanya perkelahian pelajar.
3.
Pembinaan masyarakat pada bidang agama
Pembinaan
ini untuk meningkatkan
kehidupan beragama dikalangan pemuda. Contohnya mengadakan
pengajian setiap minggu serta kerja bakti untuk membangun tempat ibadah.
F.
Pembinaan
masyarakat pada bidang Kesehatan
Pembinaan ini
ditujukan untuk pembentukan generasi muda yang sehat, baik fisik maupun mental
serta mampu berperan dalam upaya meningkatkan kesehatan masyarakat dan
lingkungannya. Dalam rangka pembinaan, pemerintah memfasilitasi penyelenggaraan
pemerintah daerah. Yang dimaksud dengan memfasilitasi adalah upaya
memberdayakan daerah otonomi melalui pemberian pedoman, bimbingan, pelatihan,
arahan dan supervisi.
Pemerintah
Desa Sederhana Kecamatan Khusus Kabupaten Umum dalam melaksanakan pembinaan
terhadap masyarakat dengan cara mengumpulkan masyarakat untuk memberikan
pengertian tentang apa-apa yang perlu dilaksanakan suatu kegiatan dan bagaimana
pelaksanaannya nanti di lapangan. Apabila masyarakat telah memahami dan
mengerti tentang hal tersebut maka pemerintah desa tinggal mengarahkan dan
memberikan bimbingan bagaimana system pengelolaan suatu program baik program
pemberdayaan masyarkat di bidang pendidikan, kesehatan, sosial budaya dan ekonomi maupun program
pemberdayaan masyarakat di bidang pertanian dan perkebunan(Rozaki, 2005:93).
Pembinaan yang paling
giat dilakukan oleh Pemerintah Desa Sederhana adalah pembinaan dalam kegiatan
keagamaan, sosial budaya dan pembinaan kepada ibu-ibu pkk. Fasilitasi kegiatan
ditindaklanjuti dengan pemberian bantuan alat-alat seni dan ceramah agama yang
biasanya didatangkan dari luar desa, sebagaimana yang disampaikan oleh
H.Tansi, seorang tokoh agama di Desa Sederhana.
“Kegiatan yang telah disusun oleh pemerintah desa untuk melakukan
kegiatan pembersihan secara bergotong-royong di tempat ibadah setiap dua minggu
sekali merupakan bentuk kepedulian yang ditanamkan untuk memupuk semangat tali
silaturrahim dengan sesama warga, dan pengajian yang rutin diadakan setiap
minggu yang disertai dengan ceramah agama biasanya banyak dihadiri oleh
anak-anak muda. Mungkin tujuan dari pemerintah desa adalah menanamkan pemahaman
agama sejak
dini kepada generasi muda” (27
Maret 2012) (Rozaki, 2005:94-98).
Seiring dengan
bergulirnya waktu yang tidak akan kembali lagi,perubahan-perubahan yang terjadi
di hingar-bingar masyarakat saat ini tidak dapat dielakkan lagi.Dari sekian
banyak perubahan ,perubahan sosial merupakan perubahan yang langsung berkenaan
deengan masyarakat.Perubahan sosial merupakan perubahan yang dapat dianalisa
dari berbagai dimensi, mulai dari budaya,ekonomi, dan politik yang
masing-masing mempunyai warna tersendiri dalam mempengaruhi perubahan sosial
sendiri.
Perubahan
sosial yang terjadi di Indonesia sendiri dapat dianalisis dengan menggunakan
dimensi-dimensi tersebut.Dari dimensi politik,perubahan terasa sangat jelas
ketika peralihan dari masa erde baru menuju masa reformasi.Pada pemerintahan
orde baru politik cenderung condong pada corak sentralistik.Namun,setelah masuk
pada masa reformasi politik berubah menjadi politik yang desentralisasi.Hal
tersebutjuga berpengaruh pada corak pembangunan,dimana pembanguanan yang lebih
dari tiga dekade dikendalikan oleh pemerintah pusat,kemudian sekarang ini
berpindah tangan ke pemerintah daerah.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Proses otonomi
daerah yang sedang berlangsung di Indonesia saat ini, meskipun gamang pada
awalnya, diyakini nanti akan berada pada jalur yang pas. Yang diperlukan adalah
konsistensi dari pemerintah pusat untuk membimbing ke arah otonomi yang
memberdayakan tersebut. Maka disarankan agar program-program penanggulangan
kemiskinan ke depan mengarah pada penciptaan
lingkungan lokal yang kondusif bagi keluarga miskin bersama komunitasnya dalam
menolong diri sendiri.
Dalam pemberdayaan masyarakat yang perlu diperhatikan
agar efektivitas kegiatan dapat berjalan dengan baik adalah
ketepatsasaran dalam arti mereka yang benar-benar berada dilapisan bawah
( grassroot ), ruang lingkupnya berada di tingkat local. Oleh karena perlu
kiranya kita menengok kembali beberapa hal yang terkait dengan potensi local
yang ada baik menyangkut SDA, SDM, Infrastuktur, dan kelembagaan dalam suatu
sistem jaringan. Dengan adanya pemberdayaan ,seseorang yang berada dilapisan
bawah akan bisa terangkat derajatnya sehingga memunculkan suatu masyarakat yang
baru kelas menengah.
B.
Saran
Sehubungan dengan hal tersebut, maka
penyelenggaraan otonomi daerah tidak boleh dilepaskan dari tujuan otonomi
daerah yakni mewujudkan peningkatan kesejahteraan masyarakat dan oleh karena
itu, senantiasa harus memperhatikan apa yang menjadi kepentingan dan aspirasi
yang tumbuh dan berkembang dalam pemberdayaan masyarakat di daerah masing-masing.
DAFTAR PUSTAKA
Adi.Isbandi.Rukminto.2013.Intervensi
Komunitas Dan Pengembangan Masyrakat Sebagai Upaya Prnberdayaan
Masyarakat.Rajawali.Pers.Jakarta
Awang,Azam.2010.ImpelementasiPemberdayaanPemerintahDesa.Yogyakarta: PustakaPelajar.
https://www.gema-nurani.com/2011/12/pemberdayaan-masyarakat-di-era-otonom/
Indiahono,Dwiyanto.2009. Kebijakan
Publik Berbasis Dynamic Policy Analysis. Yogyakarta:GavaMedia.
Monora.sjahnan.pelaksanaan
tata pemerintahan dan otonomi menurut UUD 1945 di Indonesia.2002.raja
wali.pers.Jakarta
Mudrajat.2004.Otonomi
dan Pembangunan Daerah. Surabaya : Erlangga.
Muin Fahmal.Januari
2006. Peran Asas-asas Umum Pemerintahan Yang Layak Dalam
Mewujudkan Pemerintahan Yang Bersih .
Jakarta : UII Press Yogyakarta.
Simajuntak,bungaran
anthonius.2013. Dampak otonomi daerah di indonesia.yayasan pustaka obor
indonesia.jakarta
Solichin ,Abdul
Wahab.2008.Analisis Kebijakan: Dari Formulasi ke Implementasi
Kebijaksanaan Negara.
Jakarta :Bumi Aksara.
Solichin,Abdul
Wahab.maret 1990.Pengantar Analisis Kebijakasanaan Negara. Jakarta
:RINEKA CIPTA.
Widjaja.H.A.W.1998.Percontohan
Otonomi Daerah Di Indonesia.Pt.Rineka Cipta.Jakarta Anggota Ikapi
Komentar
Posting Komentar