BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Pada umumnya, gerakan mahasiswa dari dulu hingga
sekarang telah mengalami pasang surut dalam menyikapi realitas-realitas social
yang terjadi di masyarakat, akibat perubahan dari zaman ke zaman yang tidak
dapat diindahkan. Dan hal yang sama pun terjadi pada semua
organisasi-organisasi kemahasiswaan dan terkhusus di kalangan IMM itu sendiri.
Untuk mengawal perubahan-perubahan yang terjadi di kalangan IMM dan masyarakat,
tentunya membutuhkan daya nalar dan kritis dari para kader IMM.
Dalam rentang waktu yang mendekati 47 tahun, IMM telah
menjadi bagian dari perjalanan bangsa ini, dan telah banyak mengukir prestasi
besar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dimana IMM menjadi
salah satu saksi dan pelaku sejarah. Dulu ketika masih seumur jagung dengan
jumlah anggota yang tidak banyak, IMM sudah tampil di garda terdepan bersama
elemen bangsa yang lain melakukan perlawanan terhadap aksi perorongrongan
Negara ala PKI, melawan berbagi praktek kebijakan pemerintah yang tidak pro terhadap
rakyat serta menggiatkan diri mengasah kemampuan untuk mempersiapkan
kepemimpinan bangsa ke depan.
Kini di usianya yang sudah matang dan dengan jumlah
kader yang semakin banyak dan tersebar di seluruh penjuru negeri, IMM tetap
tampil di garda terdepan untuk menjadi inspirasi pembebasan, pencerahan,serta
perlawanan atas tatanan bangsa ini yang sedang jumud. Yang ragamnya merentang
dari korupsi yang membudaya, kolusi yang menggurita, rasa malu yang sirna,
hutang yang menumpuk, pengangguran yang semakin melonjak, angka kemiskinan yang
semakin meningkat.
Jika melihat konteks sejarahnya, semestinya IMM
(Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah mampu melahirkan banyak intelektual di zamannya,
kaum intelektual yang selalu bergerak dengan agenda perubahan pembaharuannya.
Individu-individu yang progresif dan produktif dengan konsep, model, pola,
strategi maupun taktik perjuangan akan perubahan zamannya. Tetapi mengapa kesan
tersebut seakan lenyap, dan hanya sebatas kenangan saja. Kelahiran IMM yang di
dorong oleh karakteristik historisnya, merupakan modal untuk membangun dan
memperkokoh identitasnya sebagai gerakan mahasiswa islam yang memiliki peran
sebagai garda depan untuk melakukan liberasi atas ketertindasan dan kemiskinan
umat, melakukan humanisasi untuk pencerdasan bangsa serta melakukan upaya-upaya
transendensi sebagai penegakan nilai-nilai ketuhanan(nilai-nilai islam) dimuka
bumi ini. Apalagi dalam ruangan yang tanpa batas ini, identitas baik kelompok
maupun individu semakin kabur dan tidak jelas, termasuk di dalamnya gerakan
mahasiswa.
Dalam kapasitas inilah, IMM perlu
memperkuat kembali identitasnya sebagai khalifatullah dengan
menginternalisasikan nilai-nilai sejarah yang telah diukirnya dalam mewujudkan
misi kekhalifahan tersebut, sebagaimana paradigma awal berdirinya IMM.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana
perubahan pencerahan melalui peradaban intelektual profetik IMM?
C.
Tujuan
Untuk
lebih mendalami terkait perubahan pencerahan melalui peradaban intelektual
profetik IMM
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah
kelahiran IMM
Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah merupakan bagian dari
AMM(Angkatan Muda Muhammadiyah) yang merupakan organisasi otonom dibawah
Muhammaadiyah.
Sesungguhnya ada dua faktor yang melandasi kelahiran IMM, yaitu faktor
intern dan ekstern.
Faktor intern yaitu faktor yang terdapat didalam diri Muhammadiyah itu
sendiri, sedangkan factor ekstern adalah faktor yang berawal dari luar
Muhammadiyah, Khususnya Umat islam di indonesia dan pada Umumnya adalah seluruh
umat dunia.
Faktor
intern sebenarnya lebih dominan dalam bentuk motivasi idealisme, yaitu motif
untuk mengembangkan ideologi Muhammadiyah, yaitu faham dan cita cita
Muhammadiyah bahwa Muhammadiyah pada hakekatnya adalah sebuah wadah yang
bercita-cita untuk menegakkan dan menjunjung tinggi agama islam, sehingga
terwujud masyarakat yang sebenar-benarnya.
Mau tidak mau Muhammadiyah harus bersinggungan dengan Masyarakat bawah,
atau masyarakat heterogen.Ada masyarakat petani, pedagang, peternakan dan
masyarakat padat karya dan ada masyarakat administratif dan lainnya yang juga
termasuk didalamnya masyarakat kampus atau intelektual yaitu masyarakat
kalangan Mahasiswa.
Persinggungan
Muhammadiyah dalam maksud dan tujuannya, terutama terhadap masyarakat
mahasiswa, secara teknisnya bukan secara langsung terjun mendakwahi dan
mempengaruhi mahasiswa.Khususnya Para Muballighnya yang langsung terjun ke
mahasiswa. Tapi dalam hal ini muhammadiyah memakai cara jitu yaitu dengan
membentuk organisasi yang memungkinkan menarik animo atau simpati mahasiswa
untuk memakai fasilitas yang telah di siapkan.
Pada
mulanya para mahasiswa yang bergabung atau yang mengikuti jejak-jejak
Muhammdiyah oleh Muhammadiyah dianggapnya cukup bergabung dalam organisasi
otonom yang ada dalam Muhammadiyah, seperti pemuda Muhammadiyah yang
diperuntukkan pada mahasiswa dan Nasyi’atul Aisyiyah(NA) untuk Mahasiswi yang
lahir pada 27 Dzulhijjah 1349 H dan pemuda pada 25 Dzulhijjah 1350 H.
Anggapan
Muhammadiyah itu lahir pada saat Muhammadiyah Muktamar ke 25 di jakarta pada
tahun 1936 yang pada saat itu dihembuskan pula cita-cita besar Muhammadiyah
untuk mendirikan perguruan tinggi Muhammadiyahdan pada saat itu dipegang oleh
KH. Hisyam(1933-1937)dan pada saat itu dikatakan bahwa anggapan dan
pemikiran mengenai perlunya menghimpun mahasiswa yang sehaluan dengan
Muhammadiyah yaitu sejak kongres ke-25 tersebut.
Namun
demikian keinginan untuk menghimpun dan membina mahasiswa Muhammadiyah pada
saat itu masih vakum, karena pada waktu itu Muhammadiyah masih belum punya
Perguruan tinggi seperti yang diinginkan sehingga para mahasiswa
yang berada di perguruan tinggi negeri maupun swasta yang sudah ada pada waktu
itu secara ideologi tetap ber ittiba’ pada Muhammadiyahdalam kondisi tetap
mereka harus bergabung dengan PM, NA atau Hizbul Wathon.pada perkembangan
keberadaan mereka yang berada dalam ketiga otonom tersebut merasa
perlu adanya organisasi khusus mahasiswa yang secara khusus anggotanya terdiri
dari mahasiswa islam. Alternatif yang mereka pilih yaitu bergabung dalam
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Bahkan ada image pada waktu
itu yang menyatakan bahwa HMI adalah anak Muhammadiyah yang diberi
tugas khusus untuk membawa mahasiswa dalam misi dan visi yang dimiliki oleh
Muhammadiyah, karena waktu itu ditubuh HMI sendiri dipegang oleh tokoh-tokoh
Muhammadiyah yang secara aktif mengelola HMI.
Pada
waktu itu Muhammadiyah secara kelembagaan turut mengelola HMI baik segi moral
maupun material, sampai belakangan ini menurut data-data yang ada di PP
Muhammadiyah(terutama PTM dan RS Sosial)secara materil turut membiayai hampir
setiap aktivitas HMI baik mulai dari tingkat kongres sampai aktivitas
sehari-hari. Disinilah sekali lagi bukan HMI yang turut menelorkan tokoh
Muhammadiyah tapi sebaliknya bahwa Muhammadiyah yang dulu ikut aktif
membesarkan HMI.mengapa hal itu dilakukan?? Jawabnya seperti dikemukakan
diatas, bahwa HMI diharapkan akan tetap konsisten akan faham keagamaan yang di
ilhami Muhammadiyah. Namun pada perkembangannya dahulu mengalami perubahan
khususnya dalam independensi diinginkan oleh Muhammadiyah lebih cenderung
liberal dalam segala aliran yang ada dalam teologi islam boleh mewarnai tubuh
HMI aliran-aliran asy’ariyah, syiah, mu’tazilah, nasionalisme, sekularisme,
pluralisme lainnya. Sementara dalam Muhammadiyah tidak independensi.
Muhammadiyah ditekankan pada berpendapat namun masih dalam konteks wacana islam
masih tetap berideologi Alqur’an dan As-Sunah dalam Muhammadiyah tidak mengenal
madzab-madzab yang ada seperti madzab Hanafi, Syafi’i, Hambali, dan Maliki.
Melihat
fenomena diatas, HMI yang kian melesat kealam berideologi tersebut maka dengan
diplomasinya pihak PP Muhammadiya mengeluarkan suatu policy atau
kebijakan yaitu menyelamatkan kader-kader Muhammadiyah yang masih berada di jenjang
pendidikan menengah atau pendidikan tinggi.
Pada
tanggal 18 November 1955 keinginan Muhammadiyah untuk mendirikan PTM ini PP
Muhammadiyah melalui struktur kepemimpinannya membentuk departemen pelajar dan
mahasiswa yang menampung aspirasi aktif dari pelajar dan mahasiswa.
Maka
pada saat muktamar pemuda Muhammadiyah pertama di Palembang tahun 1956 di dalam
keputusannya menetapkan langkah ke depan pemuda Muhammadiyah tahun 1956-1959
dan dalam langkah ini ditetapkan pula usaha untuk menghimpun pelajar dan
mahasiswa Muhammadiyah agar kelak menjadi pemuda Muhammadiyah atau warga
Muhammadiyah yang mampu mengemban amanah.
Untuk lebih merealisasikan usaha PP Pemuda Muhammadiyah tersebut maka,
lewat KOPMA (Konferensi Pimpinan Daerah Muhammadiyah) se-Indonesia pada tanggal
5 shafar 1381/18 Juli 1962 di Surakarta, memutuskan untuk mendirikan IPM
(Ikatan Pelajar Muhammadiyah). PP Pemuda Muhammadiayah pada saat KONPIDA
ini masih belum berhasil melahirkan organisasi khusus mahasiswa Muhammadiyah.
Pada saat itu masih boleh duduk dalam kepengurusan IPM.
PP
Pemuda Muhammadiyah yang oleh PP Muhammadiyah dan Muktamar ke-I di
Palembang(1956) dibebani tugas untuk menampung aspirasi aktif para Mahasiswa
Muhammadiyah, segera membentuk studygroup yang khusus Mahasiswa yang berasal
dari Malang, Yokyakarta, Bandung, Surabaya, Padang, Ujung pandang
dan Jakarta.menjelang Muktamar setengah abad di Jakarta tahun 1962 mengadakan
kongres Mahasiswa Muhammadiyah di Yogyakarta, dan dari kongres ini semakin
santer upaya para tokoh pemuda untuk melepaskan departemen kemahasiswaan untuk
berdiri sendiri. Pada tanggal 15 desember 1963 mulai diadakan pejajakan dengan
didirikannya Dakwah Mahasiswa yang dikoordinir oleh : Ir. Margono,
Dr. Sudibyo Markoes dan Drs. Rosyad Sholeh. Ide pembentukan ini berasal dari
Drs. Moh. Djasman Al-Kindi yang waktu itu jadi sekretaris PP Pemuda
Muhammadiyah. Dan sementara itu desakan agar segera membentuk organisasi Khusus
mahasiswa dari berbagai kota seperti jakarta dengan Nurwijo Sarjono MZ.
Suherman, M.Yasin, Sutrisno Muhdam, PP Pemuda Muhammadiyah Dll.
Akhirnya
dengan restu PP Muhammadiyah waktu itu diketuai oleh H.A. Badawi, dengan penuh
bijaksana dan kearifan mendirikan organisasi yang khusus untuk Mahasiswa Muhammadiyah
yang diketuai oleh Drs. Moh. Djasman Al-Kindi sebagai koordinator dengan
anggota M. Husni Thamrin, A. Rosyad Sholeh, Sudibyo Markoes, Moh. Arif, dll.
Jadi
Pendiri Ikatan Mahasiswa Mhammadiyah dan pencetus nama IMM adalah Drs.
Moh. Djasman Al-Kindi yang juga koordinator dan
sekaligus ketua pertama. Muktamar IMM yang pertama pada tanggal 1-5
mei 1965 di Kota Barat, Solo dengan Menghasilkan deklarasi yang dibawah ini :
DEKLARASI SOLO
1. IMM, adalah
gerakan Mahasiswa Islam
2. Kepribadian
Muhammadiyah, adalah landasan perjuangan IMM
3. Fungsi
IMM, adalah sebagai eksperimen Mahasiswa dalam Muhammadiyah (stabilisator dan
dinamisator)
4. Ilmu
adalah amaliyah IMM dan amal adalah ilmiyah IMM
5. IMM,
aadalah organisasi yang sah mengindahkan segala hukum, undang-undang,
peraturan, dan falsafah negara yang berlaku
6. Amal
IMM, dilahirkan dan diabadikan untuk kepentingan agama, nusa dan bangsa
Selanjutnya yang juga termasuk faktor Intern dalam
melahirkan IMM adanya motivasi atas kalangan keluarga Muhammadiyah. Dalam upaya
mewujudkan maksud dan tujuan Muhammadiyah baik yang berada di struktural
ataupun diluar dan partisipan, baik yang berekonomi atasmenengah maupun bawah
harus dapat memahami dan mengetahui Muhammadiyah secara general
ataupun secara spesifik sehingga tidak muncul
kader-kader Muhammadiyah yang radikal(berwawasan Sempit). penegasan
motivasi etis ini sebenarnya merupakan interpretasi (pemahaman) dari firman
Allah SWT. Dalam QS. Al-Imran: 104 yang diharapkan kader-kader IMM dapat
merealisasikan motivasi etis diantaranya dengan melakukan dakwah amar
ma’ruf nahi mungkar, fastabiqul khoirot(berlomba-lomba dalam
kebajikan dan kebaikan).
Faktoe Ekstern , yaitu sebagaimana yang
tersebut diatas baik yang terjadi ditubuh umat islam sendiri maupun yang
terjadi dalam sejarah pergolakan bangsa Indonesia. Yang terjadi di masyarakat
Indonesia pada zaman dahulu hingga sekarang adalah sama saja, yaitu kebanyakan
mereka masih mengutamakan budaya nenek moyang yang mencerminkan aktivitas
sekritistik dan bahkan anemistik yang bertolak belakangdengan ajaran islam
murni khususnya dan tidak lagi sesuai dengan perkembangan zaman. Hal
semacam ini menimbulkan signitifitasi(bias) yang begitu besar, utamanya pada kalangan
mahasiswa yang memiliki kebebasan akademik dan seharusnya memiliki pola pikir
yang jauh, namun karena dampak budaya masyarakat yang demikian membumi, mereka
akan menjadi jumud dan mengalami kemunduran.
Pergolakan OKP(organisasi Kemasyarakatan Pemuda) atau
organisasi mahasiswa periode 50 sampai 60-an terlihat menemui jalan buntu untuk
mempertahankan independensi mereka dan partisipasi aktif dalam pasca
proklamasi(era kemerdekaan) RI. Hal ini terlihat sejak pasca kongres
Mahasiswa Indonesia pada tanggal 8 Juli 1947 di Malang Jawa Timur, yang terdiri
dari HMI, PMKRI, PMU, PMY, PMJ, PMKH, MMM, SMI, yang kemudian berfusi(
bergabung) menjadi PPMI( Perserikatan Perhimpunan Mahasiswa Indonesia). PPMI
pada mulanya tampak kompak dalam menggalang persatuan dan kesatuan diantara
mahasiswa , namun sejak PPMI menerima anggota baru pada tahun 1958 yaitu CGMI
yang berkiblat dan merupakan anak komunis akhirnya PPMI mengalami
keretakan yang membawa kehancuran. PPMI secara resmi membubarkan
diri pada oktober 1965.
Sebenarnya sebelum PPMImembubarkan diri, sekitar
1964-1965 masing-masing organisasi yang berfusi dalam PPMI itu saling
berkompetisi dan sok revolusioner untuk merebut pengaruh para penguasa waktu
itu, termasuk juga bung Karno yang tak luput dari incaran mereka. Hal ini diakibatkan
karena masuknya CGMI dalam PPMI yang seakan mendapatkan legitimasi dari pihak
penguasa waktu itu, sehingga CGMI terlihat besar, HMI pun saat itu hampir rapuh
akibat ulahnya sendiri, karena pada saat itu PKI merupakan partai terbesar dan
pendukunganya selalu meneriakkan agar HMI dibubarkan. HMI yang melihat
kondisinya rawan tidak tinggal diam, dengan segala upayauntuk mengembangkan
sayap dan memperkokohnya, HMI kembali berusaha mendapatkan legitimasi kesana
kemari untuk menangkal serangan dari PKI yang berusaha membubarkannya.
Pada saat HMI terdesak itulah IMM lahir, yaitu pada 14
maret1964. Inilah sebabnya, ada stereo tape atau persepsi yang
muncul ke permukaan bahwa IMM lahir sebagai penampung anggota-anggota HMI
manakala HMI tidak jadi dibubarkan oleh PKI, Maka IMM tidak perlu lahir, Namun
persepsi yang terputar itu tidak rasional dan kurang cerdas dalam
menginterprestasi fakta dan data sejarah.
Interprestasi yang benar dan rasional sesuai dengan
data dan fakta sejarah adalah IMM salah satu faktor historisnya adalah untuk
membantu eksistensi HMI agar tidak mempan atas usaha-usaha yang akan
membubarkannya, dan sesuai dengan sifat IMM itu sendiri yang akan selalu
bekerjasama dan saling membantu dengan saudaranya( saudaranya seakidah islam)
dalam upaya beramar ma’ruf nahi mungkar yang merupakan prinsip
perjuangan IMM.
Itulah sekilas kelahiran IMM yang sampai saat ini
masih ada oknum-oknum yang mempersoalkannya(walaupun sudah terbit buku yang
menangkal isu tersebut dengan judul” kelahiran yang dipersoalkan” oleh Farid
Fathoni). Dan sekarang kita telah tahu bahwa IMM lahir memang merupakan suatu
kebutuhan Muhammadiyah dalam mengembangkan sayap dakwahnya dan sekaligus
merupakan suatu aset bangsa untuk berpartisipasi aktif dalam kemerdekaan ini.
Karena IMM merupakan suatu kebutuhan intern dan
ekstern itu pulalah, maka tokoh –tokoh PP Pemuda Muhammadiyah yang berawal dari
HMI kembali ke IMM sebagai anak atau ortom Muhammadiyah. Mereka yang dulu turut
mengembangkan HMI disebabkan karena IMM belum lahir dan keterlibatan mereka
ditubuh HMI hanya sebatas mengembangkan ideologi Muhammadiyah. Dan sampai
sekarangpun HM I masih dimasuki oleh kalangan mahasiswa dari berbagai unsur
ormas islam yang pada akhirnya berbeda dengan orientasi Muhammadiyah. Mungkin,
untuk menangkal klaim seperti tersebut PP Pemuda Muhammadiyah diatas, adalah
bahwa para aktifis akan berdirinya IMM dan NA yang berusaha mengusahakan
berdirinya IMM tidak terlibat dalam aktivitas HMI langsung maupun tidak
langsung. Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah benar-benar murni didirikan oleh
pimpinan pusat Muhammadiyah yang diketuai oleh Bapak H.A. Badawi.
B. Rausyan Fikr
(Pemikir Tercerahkan)
Dalam pengantar terjemahan karya Ali Syari’ati,
Ideologi Kaum Intelektual: Suatu Wawasan Islam (1994)—menjelaskan bahwa Raushan
Fikr dalam bahasa Persia berarti “pemikir yang tercerahkan.” Dalam terjemahan
Inggris terkadang disebut Intelectual atau free thinkers. Raushan Fikr berbeda
dengan ilmuwan. Seorang ilmuwan menemukan kenyataan, seorang Raushan Fikr
menemukan kebenaran; ilmuwan hanya menampilkan fakta sebagaiman adanya, Raushan
Fikr memberikan penilaian seharusnya; ilmuwan berbicara dengan bahasa
universal, Raushan Fikr seperti para Nabi—berbicara dengan bahasa kaumnya;
ilmuwan bersikap netral dalam menjalankan pekerjaannya, Raushan Fikr harus
melibatkan diri pada ideologi.
Raushan Fikr juga adalah sosok yang sadar akan keadaan
manusia (human condition) di masanya, serta setting kesejarahannya dan
kemasyarakatannya yang menerima rasa tanggung jawab sosial. Ia tidak harus berasal
dari kalangan terpelajar maupun intelektual. Mereka adalah para pelopor dalam
revolusi dan gerakan ilmiah. Dalam zaman modern maupun berkembang, Raushan Fikr
mampu menumbuhkan rasa tangung jawab dan kesadaran untuk memberi arahan
intelektual dan sosial kepada rakyat. Raushan Fikr dicontohi oleh pendiri
agama-agama besar (para nabi), yaitu pemimpin yang mendorong terwujudnya
pembenahan-pembenahan stuktural yang mendasar. Mereka sering muncul dari
kalangan rakyat jelata yang mempunyai kecakapan berkomunikasi dengan rakyat
untuk menciptakan semboyan-semboyan baru, memproyeksikan pandangan baru,
memulai gerakan baru, dan melahirkan energi baru ke dalam jantung kesadaran
masyarakat. Gerakan mereka adalah gerakan revolusioner, mendobrak, tetapi
konstruktif. Dari masyarakat beku menjadi progresif, dan memiliki pandangan
untuk menentukan nasibnya sendiri. Seperti halnya para nabi, Raushan Fikr tidak
termasuk golongan ilmuwan dan bukan bagian dari rakyat jelata yang tidak
berkesadaran dan mandek. Mereka individu yang mempunyai kesadaran dan tanggung
jawab untuk menghasilkan lompatan besar.
Raushan Fikr adalah model manusia yang diidealkan oleh
Ali Syari'ati untuk memimpin masyarakat menuju revolusi. Raushan Fikr adalah
pemikir tercerahkan yang mengikuti ideologi yang dipilihnya secara sadar.
Ideologi akan membimbingnya kepada pewujudan tujuan ideologi tersebut, ia akan
memimpin gerakan progresif dalam sejarah dan menyadarkan umat terhadap
kenyataan kehidupan. Ia akan memprakarsai gerakan revolusioner untuk merombak
stagnasi. Sebagaimana rasul-rasul selalu muncul untuk mengubah sejarah dan
menciptakan sejarah baru. Memulai gerakan dan menciptakan revolusi sistemik.
Manusia Raushan Fikr memiliki karakteristik memahami situasi, merasakan desakan
untuk memberi tujuan yang tepat dalam menyebarkan gaya hidup moralitas dan
monastis, anti status quo, konsumerisme, hedonisme dan segala kebuntuan
filosofis, menuju masyarakat yang mampu memaknai hidup, konteks, dan realitas
masyarakat. Dalam salah satu karyanya, Tugas Cendekiawan Muslim (2001),
Syari’ati menjelaskan secara detail tanggung jawab orang-orang yang
tercerahkan, yakni: menentukan sebab-sebab yang sesungguhnya dari
keterbelakangan masyarakatnya dan menemukan penyebab sebenarnya dari kemandekan
dan kebobrokan rakyat dalam lingkungannya. (ia juga) harus mendidik
masyarakatnya yang bodoh dan masih tertidur, mengenai alasan-alasan dasar bagi
nasib sosio-historis yang tragis. Lalu, dengan berpijak pada sumber-sumber,
tanggung jawab, kebutuhan-kebutuhan dan penderitaan masyarakatnya, ia dituntut
menentukan pemecahan-pemecahan rasional yang memungkinkan pemanfaatan yang
tepat atas sumber-sumber daya terpendam di dalam masyarakatnya, dan
mendiagnosis yang tepat pula atas penderitaan masyarakatnya. Orang yang
tercerahkan akan berusaha untuk menemukan hubungan sebab akibat sesungguhnya
antara kesengsaraan, penyakit sosial, dan kelainan-kelainan serta berbagai
faktor internal dan eksternal. Akhirnya, orang yang tercerahkan harus
mengalihkan pemahaman di luar kelompok teman-temannya yang terbatas ini kepada
masyarakat secara keseluruhan.” Raushan Fikr merupakan kunci bagi perubahan,
oleh karenanya sulit diharapkan terciptanya perubahan tanpa peranan mereka.
Merekalah pembangun jalinan yang meninggalkan isolasi menara gading dan turun
dalam masyarakat.
Mereka adalah katalis yang meradikalisasi massa yang
tidur panjang menuju gerakan melawan penindas. Hanya ketika dikatalisasi oleh
Raushan Fikr masyarakat dapat mencapai lompatan kreatif yang besar menuju
peradaban baru. Pemikir tercerahkan adalah aktivis yang meyakini
sungguh-sungguh dalam ideologi mereka dan menginginkan syahid demi perjuangan
tersebut. Misi yang dilancarkan mereka adalah untuk memandu “massa yang
tertidur dan bebal” dengan mengidentifikasi masalah riil berupa kemunduran
masyarakat.
Jika boleh divisualkan, Ali Syari’ati seolah berorasi
kepada seluruh intelektual muslim di mana pun, “Wahai ulil albab, raushan fikr,
kalian jangan berhenti di atas menara gading! Turunlah ke bawah, ke
kampung-kampung, ke kota-kota, ke pasar-pasar, ke sekolah-sekolah, ke tempat di
mana ada sekumpulan manusia! Jangan puas dengan ilmu yang telah kalian
dapatkan. Sebab ilmu itu harus kalian abdikan ke tengah masyarakat. Tumbuhkan
kesadaran dan semangat umat untuk merubah dunia dengan bimbingan ilmu. Jangan
anjurkan mereka meniru-niru Barat atau menjiplak Timur. Sebab Barat dan Timur
bukanlah kutub yang harus dipilih, keduanya sama-sama tumbuh dari jantung
tradisi. Hidupkan Islam, sebab Islam bukan tradisi, bukan Barat, bukan pula
Timur! Islam adalah wahyu. Pelajari keyakinan dasar dan proses yang membentuk
kesadaran masyarakatmu, kemudian kebudayaan mereka, dan karakteristik mereka.
Tugas kalian adalah merobohkan sistem masyarakat yang berdasar atas penindasan,
ketidakadilan, dan kezaliman dengan membentuk umat yang terbangun atas dasar
tauhid. Inilah tugas para rasul. Kini, kalianlah penerusnya!”
C.
Paradigma
Gerakan Intelektual Imm Masa Kini/Masa Akan Datang
Saat ini tidak dapat dipungkiri bahwa gerakan
mahasiswa mengalami masa dipersimpang jalan. Banyak pihak beropini bahwa
terjadi kemunduran “kualitas” gerakan mahasiswa, bila dibandingkan angkatan
gerakan mahasiswa yang sekarang jadi pejabat negeri ini. Dalam hal ini tentunya
secara umum tidak terkecuali menimpa Ikatan, namun dengan beberapa kekhususan
akar masalah.
Kalau kita rujuk sejumlah dokumen yang dihasilkan IMM
dari muktamar ke muktamar, banyak keputusan-keputusan yang cukup strategi.
Tetapi bagaimana melaksanakan keputusan-keputusan yang dimaksud tentu tidak
mudah. Untuk merealisasikan keputusan-keputusan organisasi tersebut masih
diperlukan upaya pencarian strategi-strategi baru yang aplikabel, masih
diperlukan upaya pembaruan strategi yang dinilai usang agar menjadi segar,
efektif, canggih, tajam, mendasar dan penuh dengan nuansa-nuansa kemajuan yang
mampu memenuhi harapan-harapan umat masa kini dan masa mendatang. Manakalah
pola-pola strategis gagal diupayakan, tidak perlu ditangisi jika pada
kurun-kurun waktu mendatang IMM tidak saja semakin loyo dan lamban bergerak,
tetapi lebih dari itu IMM akan ditinggalkan anggotanya atau para kadernya,
ditinggalkan ummat dan mata rantai sejarahpun akan menjau, berpaling dari
keberadaan IMM..
Untuk menghindari tragedi yang tidak mustahil akan
terjadi itu, perlu adanya strategi yaitu, pertama, IMM harus
mampu menampilkan paradigma yang tepat tentang dirinya serta mampu memahami
paradigma tersebut secara tepat, yang kemudian di terjemahkan secara
proporsional dalam realitas objektif di tengah-tengah komunitas
sosialnya. Kedua, IMM harus mampu menorobos sekat-sekat
eksklusivisme yang telah semakin kokoh menjeratnya
Tinjauan paradigma tentang eksistensi IMM, secara
literal, sudah terkonsepsikan dalam identitasnya yang terdiri dalam enam poin
yakni: 1) sebagai kader yang di dukung kualitas,2) memadukan akidah dan
intektualitas,3) tertib ibadah, 4) tekun belajar,5) ilmu amaliah dan amal
ilmiah, dan 6) untuk kepentingan masyarakat.
Pada dasarnya dapat dikemukakan bahwa IMM
adalah organisasi mahasiswa yang mendasarkan diri pada tiga ranah penting,
kemahasiswaan (basis intelektualitas), kemasyarakatan (basis humanitas), dan
keagamaan (basis religiusitas, yang ketiganya memiliki keterkaitan yang satu
dengan yang lainnya dalam menciptakan paradigma gerakan intelektual ikatan.
Ketika paradigama ini kurang mampu untuk dipahami secara proporsional, maka
akan memberikan peluang bagi kegagalan untuk menerjemahkannya di pentas
sejarah.. dan IMM akan terus merangkak tertatih-tatih.
Bersangkutan dengan tiga ranah gerakan IMM, Mohammad
Djazman Al-Kindi, ketua DPP IMM pertama kali, merumuskan bahwa Identitas IMM
paling tidak ada 6 pokok yang perlu dijadikan prinsip dan dikembangkan untuk
gerakan IMM masa ke masa, yaitu;
1.
Sebagai kader harus di
dukung oleh kualitas
2.
Memadukan aqidah dan intelektualitas
3.
Tertib dalam ibadah
4.
Tekun belajar
5.
Ilmu amaliah, amal ilmiah
6.
Untuk kepentingan masyarakat
Untuk memperteguh beberapa rumusan gerakan intelektual
tersebut, paling tidak bahwa gerakan yang intelektual yang dapt di kembangkan
oleh IMM adalah sebagai berikut;Pertama, meneguhkan prinsip
kesadaran tauhid. Peradaban dunia yang di bangun ummat manusia dewasa ini telah
kehilangan nilai ketuhanannya (teosentrisme) bahkan mengarah kepada orientasi
kemanusiaannya (antroposentrisme). Akibatnya, nasib kemanusiaan terancam oleh
proses dehumanisasi sebagai akibat dari antroposentrisme. Sehingga,
teoantroposentrisme menjadi sebuah keniscayaan orientasi hidup seseorang. Islam
dijadikan cara pandang, spirit, dan motivasi. Dengan kesadaran akhirat, kiai
Dahlan memperlajari surat Al-Ma’un tentang pentingnya pemihakan terhadap kaum
mustad’afin. Alquran dijadikan cara pandang terhadap realitas, sebab dalam
Al-qur’an pada hakekatnya menyimpan prinsip-prinsip kehidupan yang wajib untuk
di pegang.
Kedua, menggunakan daya nalar
intelektualnya untuk berfikir bebas. Sebab, seorang intelektual memilki
karakter untuk dapat berfikir bebas tanpa adanya tekanan dari sistem, orang
lain, maupun dorongan kelompok tertentu. Inilah intelektual murni, berdiri
sendiri, tidak memilki afiliasi dengan kepentingan politik duniawi yang kotor.
Ketiga, mengusung pijar-pijar kebenaran.
Pijar kebenaran adalah tanggung jawab moral kaum intelektual dari kalangan
Mahasiswa. Muhammad Hatta memandang bahwa kaum intelektual memiliki tanggung
jawab moral yang sangat besar terhadap krisis yang terjadi di bangsa ini.
Sepanjang pergolakan sejarah bangsa, mahasiswa senantiasa melakukan peran
intelektual yang sangat mulia dengan menjadi penentu nasib bangsa ini.
Keempat, memperdalam nalar
intektualitas. Menurut Robert Nisbet, seorang intelektual memiliki kelebihan
bila di bandingkan dengan filsuf dan sarjana. Seorang filsuf memiliki
pikiran-pikiran yang mendalam (profundity,seorang sarjan memiliki
pikiran-pikairan yang tajam dan total(depth and trhougness), sedangkan
seorang intelektual memiliki pikiran-pikiran yang berabakat (briliaance). Seorang
intelektual yang dapat menggunakan dan memanfaatkan daya bakatnya (brilliance),dengan
baik maka dia dapat memiliki sifat-sifat yang dimiliki oleh sarjana ataupun
filauf.
Untuk memperdalam nalar intelektual ini, IMM dapat
memperluas dan menyediakan ruang-ruang pengembangan basis nalar intelektual.
Ruang baca di buka lebar, ruang pikiran di semarakkan, dan ruang tulis
dibudayakan sebagai bentuk aktualisasi nalar keilmuan tersebut. Tidak ada yang tidak
mungkin untuk dilakukan, sebab bila ada kemauan yang tinggi untuk memnbangun
IMM, dengan daya bakat yang dimilkinya, ruang-ruang pengembangan basis tersebut
dapat dilakukan dengan baik. Pengembangan ruang basis nalar intelektual
tersebut, menjadi sangat penting. Ruang baca membuat kader IMM peka terhadap
realitas dunia, ruang piker mempertajam nalar intelektual, sedangkan tulis
meneguhkan gerkan intelektual.
IMM memerlukam gerakan intelektual sebagai
basis khusus dalam mengemban visi ama ma’ruf nahi mungkar. Namun
demikian, upaya ini harus disokong dengan sistem kaderisasi yang mengarah
kepada basis tersebut. Seba kaderisasi merupakan kunci utama dalam membentuk
kader ikatan. Eksternalisasi tetap dilakukan dengan menjadi bagian terhadap
penentu nasib bangsa ini dengan bekal nalar intelektual yang dimiliki, namun
internalisasi dengan penanaman ideology terhadap kader sesuai paradigma awal
tetap harus diteguhkan.( Sketsa Gerakan Intelektual IMM.
D. IMM dan
Peradaban Profetik
Dalam narasi gerakan mahasiswa, Ikatan Mahasiswa
Muhammadiyah telah mengisi ruang sejarah tersebut dengan corak yang khas,
sebagai gerakan mahasiswa Islam yang berwatak tajdid-progresif. Namun, arah
gerak perubahan tersebut, sepertinya masih berkutat pada watak gerakan yang
belum mampu mentrasnformasi nilai-nilai yang fundamental yang bersumber
dari penafsiran nilai-nilai Islam yang kritis-iberatif.
Sejatinya, nilai sejarah pergerakan mahasiswa
dikonstruksi berdasarkan pilar linkage-nya dengan ruang sejarah
yang dilaluinya. Sehingga, ia lahir sebagai kreator bagi sebuah rekayasa
peradaban dan tidak hanya mampu menorehkan sejarah tanpa orientasi (sekadar
reaktif). Dalam hal ini, seharusnya ia mampu menjadi identitas yang bersinergi
sekaligus menjadi pewarna bagi entitas lain dalam raung sejarah tersebut.
Dalam konstruksi peradaban tersebut, setidaknya kita
memiliki sebuah postulat pemahaman mengenai arah peradaban yang dicita-citakan.
Sebagai salah satu rujukan monumental, Rasulullah Saw. telah mewariskan sebuah
konstruksi peradaban yang berbasis nilai Islam. Hal ini digambarkan oleh Robert
N. Bellah dalam Beyond Belief, bahwa konstruksi peradaban yang
dibangun oleh Rasulullah dalam model masyarakat madani di Madinah
al-Munawwarah, merupakan model peradaban yang secara nilai dan praksis telah
memanifestasikan nilai-nilai keadilan, toleransi, terbuka, dan menjunjung
tinggi nilai-nilai humanis. Hanya saja, konstruksi peradaban ini begitu maju
melampaui batas sejarah, sehingga pasca Rasulullah, tidak tersedia sebuah modal
sejarah yang mampu menopang arah rekayasa peradaban tersebut.
Sisi lain, juga terdapat beberapa gambaran alternatif
menganai konstruksi peradaban. Konsep civil society, merupakan
sebuah model masyarakat yang berdaulat, dengan kesadaran akan hak-hak dan
kewajibannya. Peradaban (civilization) menurut Raymond Williams adalah
suatu kondisi sosial-masyarakat organik, yang berbeda dengan model masyarakat
yang mekanik (Samuel P. Huntington,The Clash Of Civilization, 1996).
Peradaban ini, memiliki konsentrasi pada : Pertama, eksistensi
tunggal dan plural yang menyatu dan saling menyapa dalam bingkai harmoni. Kedua, Kultur,
yang selalu menorehkan spirit kemanusiaan yang terimplementasi dalam kebudayaan
yang terbuka dan penuh toleransi. Gambaran ini sejalan dengan konsep Masyarakat
Madani yang dipopulerkan oleh mantan Wakil Perdana Menteri
Malaysia DR. Anwar Ibrahim.
Gambaran arah konstruksi peradaban tersebut, umumnya
mengandung nilai-nilai yang ideal, serta meniscayakan suatu perubahan yang
terus menerus secara progresif (transformasi). Hanya saja, dalam rekaman
sejarah model-model perubahan itu, selalau menampakan wajah yang
pro-establishment, kontra- establishment, konstruksi dan dekonstruksi.
Huntington, memaparkan model-model perubahan dalam transisi demokrasi menuju
demokrasi di Amerika Latin dalam model transplacement,
replacement, dan transformation. (The Waves Of
Democratization, 1997). Atau dalam kajian ilmu sosial perubahan itu
memiliki paradigma: evolusi, revolusi dan transformasi.
Tahapan-tahapan perubahan tersebut, hendaknya
medapatkan kajian yang kritis dan mendalam terutama dalam memandang dunia
Islam. Dalam Islam, perubahan itu, sesungguhnya sangat dipengaruhi oleh
pandangan teologis. Hal ini tergambar dalam fakta empiris masyarakat
Islam, yang mengalami pasang-surut sejarah.
Kontowijoyo, dalam tesis monumentalnya, mengurai teori
Tiga Tahap Augus Comte dalam tahapan kesadaran keagamaan umat Islam, yaitu
Mitos, Ideologi, dan Ilmu. Elaborasi gagasan ini sangat tepat dalam
menggambarkan terhadap model perubahan masyarakat Islam, terutama dalam konteks
masyarakat Indonesia. Gagasan ini hendaknya merefleksi umat Islam dalam
menangkap pesan sejarah perubahan, sehingga kita tidak hanya mampu mengisi
sejarah, namun mampu memainkan dan membuat sejarah dengan penuh kesadaran. Fase
ini, merupakan kunci utama dalam tahapan konstruksi peradaban Islam, yang
menurut Kontowijoyo sebagai Peradaban Profetik, dimana agama telah
menyatu dalam kehidupan manusia.
Dalam gagasan perubahan ini, yang menjadi kunci utama
adalah lahirnya aktor, sebagai agentperubahan. Salah satu aktor
penting dalam sejarah perubahan adalah generasi muda sebagai tulang punggung
perubahan. Mahasiswa sebagai bagian dari generasi muda tersebut, hendaknya
tidak kehilangan spirit perubahan dalam memandang sejarah yang
dialektis-historis.
IMM sebagai organisasi mahasiswa Islam, memiliki
tanggung jawab sosial yang besar dalam memainkan arah rekayasa perubahan,
menuju bangunanan peradaban progresif. Diusianya yang ke-41 tahun, IMM memiliki
tanggungjawab sejarah yang besar dalam melahirkan aktor-aktor kritis-progresif,
ditengah keterpurukan bangsa Indonesia yang mengalami krisis multi-dimensional.
Lahirnya kader-kader progresif tersebut, merupakan
keniscayaan dalam membangun peradaban baru bagi bangsa Indoneisa, sebab bukan
hanya akan menghadapai tantangan dari luar, berupa neo-liberalisme yang
merupakan bagian dari neo-imferialisme, tetapi juga para penguasa yang dhalim,
yang tidak berpihak pada rakyat kecil. Michael Porter (Ekonom AS) mengatakan
bahwa bangkitnya suatu bangsa membutuhkan modal sosial, berupa kesadaran
masyarakat dalam membangun bangsanya.
Membangun kesadaran masyarakat, khususnya dalam konteks ke-Indonesiaan
bukanlah sebuah pekerjaan mudah. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat dengan
penyakit amnesia politik, warga bangsa ini sangat mudah melupakan peristiwa
masa lalu ataupun dosa masa lalu sehingga kesalahan dalam memilih pemimpin
ataupun untuk menciptakan sebuah tata sosial kehidupan yang beradab tidak
terwujud hingga saat ini. Maka peranan organisasi sosial yang berbasis kaum
intelektual seperti IMM sangatlah penting untuk mengkonstruk masa depan umat
dan bangsa tercinta.
Trilogi gerakan, intelektualitas, humanitas, dan
spiritualitas Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) merupakan penegasan identitas
gerakannya sebagai lokomotif dakwah yang modernis. IMM tidak saja lahir sebagai
jawaban gerakan mahasiswa yang reaktif bahkan pragmatis, juga sebagai gerakan
dakwah amar ma’ruf nahi munkar Persyarikatan Muhammadiyah bagi kalangan
akademisi.
Berangkat dari culture gerakan intelektual sebagai
fondasi gerakan mahasiswa baik sebagai gerakan pemikiran maupun aksi sosial,
maka IMM mengusung ide pencerahan intelektual sebagai langkah awal untuk
pencerahan peradaban. Ide pencerahan peradaban lahir sebagai jawaban akan
keresahan masyarakat dunia terhadap hegemoni peradaban barat yang
kapitalistik-materialistik yang secara nyata menjerumuskan manusia-manusia
modern hari ini menjadi teraleniasi dari nilai-nilai sejatinya sebagai manusia.
Masyarakat menjadi pragmatis dan melupakan eksistensinya sebagai Khalifatun
Fill Arr, untuk memakmurkan bumi dan seluruh penghuninya. Upaya membangun
culture intelektual telah dilakukan oleh IMM sejak awal kelahirannya 14 tahun
yang silam, yang sendirinya mempertegas identitas gerakan IMM sebagai gerakan
intelektual dan spiritual.
Culture intelektual yang dibangun oleh IMM dalam
berbagai dimensi, menjadi upaya untuk membentuk insan-insan akademisi yang
tidak hanya memiliki kecerdasan intelektual an sich tetapi
juga bangunan aqidah yang kokoh sehingga gerakan yang dibangun, baik itu
gerakan pemikiran maupun aksi sosial tidak akan tercerabut dari aqidah Islam
sebagai ideologi gerakannya. Aktivis Islam modern hari ini, harus kembali
mengkaji lebih dalam dan mengelaborasi khazanah intelektual pemikir-pemikir
Islam masa lalu yang telah lama ditinggalkan oleh umat Islam, sambil melakukan
kajian etis-kritis terhadap pemikiran-pemikiran yang
dikembangkan oleh para intelektual barat sebagai bagian untuk membangun culture
intelektual.
Culture intelektual diarahkan pada upaya menumbuhkan
nilai-nilai intelektual mahasiswa dan kader, melahirkan metode gerakan yang
lebih sistematis, terencana, dan sustainable sebagai gerakan perubahan sosial
ditengah-tengah masyarakat. Selain itu culture intelektual akan melahirkan
sebuah ciri khas gerakan mahasiswa khususnya IMM sebagai gerakan
intelektual-spiritual atau intelektual profetik yang senantiasa dinamis untuk
menjawab berbagai persoalan, baik itu ditingkat lokal, nasional bahkan
internasional.
Aktivis yang memiliki intelektualitas dan
spiritualitas sekaligus tentu adalah prototipe aktivis IMM yang sesungguhnya, yakni aktivis yang memiliki wawasan
intelektual dan ketajaman analisis yangdibangun diatas fondasi aqidah
Islam yang kokoh menjadikan IMM sebagai gerakan mahasiswa yang hampir sempurna
untuk meneruskan perjuangan rasulullah yang telah berhasil menciptakan rumah
peradaban yang menetramkan tidak saja bagi umat Islam tetapi bagi seluruh
masyarakat yang ada pada masanya.
Maka intelektualitas tidak hanya menjadi simbol
gerakan tetapi ia harus menjadi kebiasaan, bagian dari hidup keseharian para
aktivitis IMM khususnya, ia harus terinternalisasi dan terkristalisasi serta
menjadi identitas gerakan yang senantiasa terus digelindingkan untuk menjawab
berbagai persoalan kebangsaan. Ketika intelektualitas telah menjadi gerakan itu
sendiri maka itulah saat yang tepat dimana gerakan IMM hadir sebagai gerakan
yang mencerahkan peradaban dan seluruh penghuni bumi termasuk didalamnya
aktivis IMM dan Muhammadiyah sebagai payung pencerahan itu sendiri. Generasi
IMM masa awal telah memulai, maka mari kita generasi IMM hari ini untuk secara
bersama-sama mengambil peran untuk mencerahkan diri dan masyarakat untuk
lahirnya peradaban yang membawa kesejahteraan bagi seluruh umat manusia yang
diatas muka bumi.
E.
Membumikan Rausyan Fikr melalui gerakan Intelektualitas IMM
Dalam narasi gerakan mahasiswa, Ikatan Mahasiswa
Muhammadiyah telah mengisi ruang sejarah tersebut dengan corak yang khas,
sebagai gerakan mahasiswa Islam yang berwatak tajdid-progresif. Namun, arah
gerak perubahan tersebut, sepertinya masih berkutat pada watak gerakan yang
belum mampu mentrasnformasi nilai-nilai yang fundamental yang bersumber
dari penafsiran nilai-nilai Islam yang kritis-iberatif.
Sejatinya, nilai sejarah pergerakan mahasiswa
dikonstruksi berdasarkan pilar linkage-nya dengan ruang sejarah
yang dilaluinya. Sehingga, ia lahir sebagai kreator bagi sebuah rekayasa
peradaban dan tidak hanya mampu menorehkan sejarah tanpa orientasi (sekadar
reaktif). Dalam hal ini, seharusnya ia mampu menjadi identitas yang bersinergi
sekaligus menjadi pewarna bagi entitas lain dalam raung sejarah tersebut. Dalam
konstruksi peradaban tersebut, setidaknya kita memiliki sebuah postulat
pemahaman mengenai arah peradaban yang dicita-citakan. Sebagai salah satu
rujukan monumental, Rasulullah Saw. telah mewariskan sebuah konstruksi
peradaban yang berbasis nilai Islam. Hal ini digambarkan oleh Robert N. Bellah
dalam Beyond Belief, bahwa konstruksi peradaban yang dibangun oleh
Rasulullah dalam model masyarakat madani di Madinah al-Munawwarah, merupakan
model peradaban yang secara nilai dan praksis telah memanifestasikan
nilai-nilai keadilan, toleransi, terbuka, dan menjunjung tinggi
nilai-nilai humanis. Hanya saja, konstruksi peradaban ini begitu maju melampaui
batas sejarah, sehingga pasca Rasulullah, tidak tersedia sebuah modal sejarah
yang mampu menopang arah rekayasa peradaban tersebut.
Sisi lain, juga terdapat beberapa gambaran alternatif
menganai konstruksi peradaban. Konsep civil society, merupakan
sebuah model masyarakat yang berdaulat, dengan kesadaran akan hak-hak dan
kewajibannya. Peradaban (civilization) menurut Raymond Williams adalah
suatu kondisi sosial-masyarakat organik, yang berbeda dengan model masyarakat
yang mekanik (Samuel P. Huntington,The Clash Of Civilization, 1996).
Peradaban ini, memiliki konsentrasi pada : Pertama, eksistensi
tunggal dan plural yang menyatu dan saling menyapa dalam bingkai harmoni. Kedua, Kultur,
yang selalu menorehkan spirit kemanusiaan yang terimplementasi dalam kebudayaan
yang terbuka dan penuh toleransi. Gambaran ini sejalan dengan konsep Masyarakat
Madani yang dipopulerkan oleh mantan Wakil Perdana Menteri
Malaysia DR. Anwar Ibrahim.
Gambaran arah konstruksi peradaban tersebut, umumnya
mengandung nilai-nilai yang ideal, serta meniscayakan suatu perubahan yang
terus menerus secara progresif (transformasi). Hanya saja, dalam rekaman
sejarah model-model perubahan itu, selalau menampakan wajah yang
pro-establishment, kontra- establishment, konstruksi dan dekonstruksi.
Huntington, memaparkan model-model perubahan dalam transisi demokrasi menuju
demokrasi di Amerika Latin dalam modeltransplacement, replacement, dan transformation.
(The Waves Of Democratization, 1997). Atau dalam kajian ilmu
sosial perubahan itu memiliki paradigma: evolusi, revolusi dan transformasi.
Tahapan-tahapan perubahan tersebut, hendaknya medapatkan kajian yang kritis dan
mendalam terutama dalam memandang dunia Islam. Dalam Islam, perubahan itu,
sesungguhnya sangat dipengaruhi oleh pandangan teologis. Hal ini
tergambar dalam fakta empiris masyarakat Islam, yang mengalami pasang-surut
sejarah.
Kontowijoyo, dalam tesis monumentalnya, mengurai teori
Tiga Tahap Augus Comte dalam tahapan kesadaran keagamaan umat Islam, yaitu
Mitos, Ideologi, dan Ilmu. Elaborasi gagasan ini sangat tepat dalam
menggambarkan terhadap model perubahan masyarakat Islam, terutama dalam konteks
masyarakat Indonesia. Gagasan ini hendaknya merefleksi umat Islam dalam
menangkap pesan sejarah perubahan, sehingga kita tidak hanya mampu mengisi
sejarah, namun mampu memainkan dan membuat sejarah dengan penuh kesadaran. Fase
ini, merupakan kunci utama dalam tahapan konstruksi peradaban Islam, yang
menurut Kontowijoyo sebagai Peradaban Profetik, dimana agama telah
menyatu dalam kehidupan manusia.
Dalam gagasan perubahan ini, yang menjadi kunci utama
adalah lahirnya aktor, sebagai agentperubahan. Salah satu aktor
penting dalam sejarah perubahan adalah generasi muda sebagai tulang punggung
perubahan. Mahasiswa sebagai bagian dari generasi muda tersebut, hendaknya
tidak kehilangan spirit perubahan dalam memandang sejarah yang
dialektis-historis. IMM sebagai organisasi mahasiswa Islam, memiliki tanggung
jawab sosial yang besar dalam memainkan arah rekayasa perubahan, menuju
bangunanan peradaban progresif. Diusianya yang ke-43 tahun, IMM memiliki
tanggungjawab sejarah yang besar dalam melahirkan aktor-aktor kritis-progresif,
ditengah keterpurukan bangsa Indonesia yang mengalami krisis multi-dimensional.
Lahirnya kader-kader progresif tersebut, merupakan keniscayaan dalam membangun
peradaban baru bagi bangsa Indonesia, sebab bukan hanya akan menghadapai
tantangan dari luar, berupa neo-liberalisme yang merupakan bagian dari
neo-imferialisme, tetapi juga para penguasa yang dhalim, yang tidak berpihak
pada rakyat kecil. Michael Porter (Ekonom AS) mengatakan bahwa bangkitnya suatu
bangsa membutuhkan modal sosial, berupa kesadaran masyarakat dalam membangun
bangsanya.
Membangun kesadaran masyarakat, khususnya dalam
konteks ke-Indonesiaan bukanlah sebuah pekerjaan mudah. Masyarakat Indonesia
adalah masyarakat dengan penyakit amnesia politik, warga bangsa ini sangat
mudah melupakan peristiwa masa lalu ataupun dosa masa lalu sehingga kesalahan
dalam memilih pemimpin ataupun untuk menciptakan sebuah tata sosial kehidupan
yang beradab tidak terwujud hingga saat ini. Maka peranan organisasi sosial
yang berbasis kaum intelektual seperti IMM sangatlah penting untuk mengkonstruk
masa depan umat dan bangsa tercinta. Upaya membangun kesadaran ini
haruslah dikonstruk secara cerdas dan kreatif lewat berbagai model pendekatan
dengan melakukan maksimalisasi potensi mahasiswa. Pendekatan dengan
memanfaatkan instrumen budaya seperti teater, wayang, tarian, dongeng, dan
sebagainya yang sangat dekat dengan kehidupan sebagian warga bangsa Indonesia.
Pendekatan ilmiah lewat tulisan, diskusi, seminar, dan lain-lain cukup harus
semakin digiatkan untuk membangun keasadaran masyarakat (community awareness).
Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) sebagai bagian
dari komponen bangsa dengan trilogi gerakan, intelektualitas, humanitas, dan
spiritualitas merupakan penegasan identitas gerakannya sebagai lokomotif dakwah
yang modernis. IMM tidak saja lahir sebagai jawaban gerakan mahasiswa yang reaktif
bahkan pragmatis, juga sebagai gerakan dakwah amar ma’ruf nahi munkar
Persyarikatan Muhammadiyah bagi kalangan akademisi. Berangkat dari culture
gerakan intelektual sebagai fondasi gerakan mahasiswa baik sebagai gerakan
pemikiran maupun aksi sosial, maka IMM mengusung ide pencerahan intelektual
sebagai langkah awal untuk pencerahan peradaban. Ide pencerahan peradaban lahir
sebagai jawaban akan keresahan masyarakat dunia terhadap hegemoni peradaban
barat yang kapitalistik-materialistik yang secara nyata menjerumuskan
manusia-manusia modern hari ini menjadi teraleniasi dari nilai-nilai sejatinya
sebagai manusia. Masyarakat menjadi pragmatis dan melupakan eksistensinya
sebagai Khalifatun Fill Arr, untuk memakmurkan bumi dan seluruh
penghuninya. Upaya membangun culture intelektual telah dilakukan oleh IMM sejak
awal kelahirannya 14 tahun yang silam, yang sendirinya mempertegas identitas
gerakan IMM sebagai gerakan intelektual dan
spiritual.
Culture intelektual yang dibangun oleh IMM dalam berbagai dimensi, menjadi
upaya untuk membentuk insan-insan akademisi yang tidak hanya memiliki
kecerdasan intelektual an sich tetapi juga bangunan aqidah
yang kokoh sehingga gerakan yang dibangun, mulai dari gerakan pemikiran untuk
memproduksi ide dan gagasan sampai kepada aksi sosial sebagai bentuk pembumian
ide dan gagasan tadi tidak akan tercerabut dari aqidah Islam sebagai ideologi
gerakannya yang geniune dan universal. Aktivis Islam modern hari ini, harus
kembali mengkaji lebih dalam dan mengelaborasi khazanah intelektual
pemikir-pemikir Islam masa lalu yang telah lama ditinggalkan oleh umat Islam,
sambil melakukan kajian etis-kritis terhadap
pemikiran-pemikiran yang dikembangkan oleh para intelektual barat sebagai
bagian untuk membangun culture intelektual. Culture intelektual diarahkan pada
upaya menumbuhkan nilai-nilai intelektual mahasiswa dan kader, melahirkan ide,
gagasan yang transformatif dan menggerakkan sekaligus melahirkan metode gerakan
yang lebih sistematis, terencana, dan sustainable sebagai gerakan perubahan
sosial ditengah-tengah masyarakat. Selain itu culture intelektual akan
melahirkan sebuah ciri khas gerakan mahasiswa khususnya IMM sebagai gerakan
intelektual-spiritual atau intelektual profetik yang senantiasa dinamis untuk
menjawab berbagai persoalan, baik itu ditingkat lokal, nasional bahkan
internasional.
Aktivis yang memiliki intelektualitas dan
spiritualitas sekaligus tentu adalah prototipe aktivis IMM
yang sesungguhnya, yakni aktivis yang memiliki wawasan intelektual dan
ketajaman analisis dan dibangun diatas fondasi aqidah Islam yang kokoh
menjadikan IMM sebagai gerakan mahasiswa yang hampir sempurna untuk meneruskan
perjuangan rasulullah yang telah berhasil menciptakan rumah peradaban yang
menetramkan tidak saja bagi umat Islam tetapi bagi seluruh masyarakat yang ada
pada masanya.
Penting untuk kita garis bawahi sesungguhnya
intelektual bukanlah sosok yang sekedar bergulat dengan wacana an sich tapi
lebih dari itu, ia mampu untuk terlibat dalam proses pemberdayaan dan
penyadaran masyarakat sekaligus untuk menghadirkan wajah perubahan
ditengah-tengah kehidupan umat dan bangsa. Sejalan dengan itu wilayah tugas
intelektual menurut Gramsci bukan sekedar diatas kertas atau sekedar
mentransformasikan ide dan gagasan di ruang kuliah. Intelektual harus
memerankan diri sebagai mediator, legitimator, serta memproduksi gagasan
sekaligus dibumikan. (Fajar Riza Ul Haq, 2007)
Ketika kita menempatkan intelektual hanya sebatas
pengetahuan semata, maka yang ada adalah kekeliruan yang akan menjerumuskan
seseorang untuk berpihak kepada apa yang kuat dan bukan kepada apa yang benar
atau disebut oleh Boni Hargens sebagai intelektual tukang yang
setiap analisisnya ditentukan kepentingan kekuasaan dan ditakar dengan uang
dengan kata lain mereka bekerja untuk kepentingan politik-kekuasaan.
Intelektual yang benar-benar intelektual sejati adalah mereka yang bekerja
untuk kepentingan ilmu pengetahun, kebenaran, kebaikan bersama (bonum
commune) atas landasan ilmu dan moralitas. Senada dengan itu
menurut Sarumpaet (2005)keberadaan dan perananan kaum intelektual
menjadi penting lantaran langkahnya punya dasar berpijak yang di dalamnya
menyimpan gagasan untuk perbaikan menghadapi masa depan. Maka, di mana pun di
dunia ini, kaum intelektual kerap bertindak sebagai pioner, perintis, dan
pemberi pencerahan atas kehidupan manusia.”
kerja intelektual oleh Syafii M’arif adalah kerja
seumur hidup, itu pun tidak akan pernah tuntas dan memuaskan. Ada saja yang
kurang, ada saja yang tidak genap. Yang pasti kerja intelektual memerlukan kesabaran
dosis tinggi untuk terus berfikir dan berfikir terus dengan stamina spiritual
yang prima. Maka intelektualitas tidak hanya menjadi simbol gerakan tetapi ia
harus menjadi kebiasaan, bagian dari hidup keseharian para aktivitis IMM
khususnya, ia harus terinternalisasi dan terkristalisasi serta menjadi
identitas gerakan yang senantiasa terus digelindingkan untuk menjawab berbagai
persoalan kebangsaan.
Ketika intelektualitas telah menjadi gerakan itu
sendiri maka itulah saat yang tepat dimana gerakan IMM hadir sebagai gerakan
yang mencerahkan peradaban dan seluruh penghuni bumi termasuk didalamnya
aktivis IMM dan Muhammadiyah sebagai payung pencerahan itu sendiri. Generasi
IMM masa awal telah memulai, maka mari kita generasi IMM hari ini untuk secara
bersama-sama mengambil peran untuk mencerahkan diri dan masyarakat untuk
lahirnya peradaban yang membawa kesejahteraan bagi seluruh umat manusia yang
diatas muka bumi. Lebih dari itu yang mestinya dilakukan oleh kalangan
intelektual khususnya kader-kader IMM adalah membangun suatu diskursus yang
mampu mendorong terbangunnya historical bloc (kekuatan perlawanan bersama) dan
gerakan sosial baru (new social movement) bagi tiap-tiap warganegara Indonesia,
khususnya dalam kampus sebaga basis gerakan intelektual.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dapat
ditelaah melalui pembahasan tersebut bahwa di dalam pengembangan peradaban
Intelektual Profetik karena sangat disadari tak pernah terlepas dari gerakan
IMM yang sangat mengutamakan spiritual sehingga peradaban intelektual profetik
bisa dicapai melalui pencerahan aktivitas pemikiran yang mampu untuk
menghadirkan wajah perubahan yang bisa menjadi acuan bahwa peran IMM sebagai
Organisasi dakwah ini bisa bersaing dalam melakukan perubahan yang mampu
merubah kehidupan Ummat dan bangsa .
B.
Saran
Demikian
makalah yang disusun untuk memberikan penambahan refrensi dan sangat disadari
bahwa dalam makalah ini masih memiliki
kekurangan maka dari itu kritik serta saran tetap penulis harpakna dari para
pembaca untuk perbaikan kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA
http://immqw-palopo.blogspot.com/2011/04/paradigma-gerakan-intelektual-imm-masa.html
http://abuyoesoef13.blogspot.com/2012/07/rausyan-fikr-pemikir-tercerahkan.html
http://qahar.wordpress.com/2008/04/18/arah-gerakan-kita-derap-langkah-dan-kibar-panji/
Komentar
Posting Komentar