BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Manusia dibekali akal dan pikiran
sehingga manusia memiliki pengetahuan yang tidak di miliki oleh makhluk lain di
dunia ini. Pengetahuan memang identik dengan ilmu, tak jarang para ilmuwan
sering menggunakan kedua kata tersebut secara bersamaan maupun berdampingan.
Mengenai pengertian pengetahuan, terdapat banyak sekali pendapat beberapa ahli,
baik ahli filsuf barat ataupun filsuf muslim. Para ilmuwan barat mayoritas
berpendapat bahwa pengetahuan itu hanya pada sesuatu yang dapat di buktikan
dengan indera, tetapi para ilmuwan muslim, beranggapan bahwa pengetahuan itu
tidak hanya terbatas pada hal yang bisa di indera saja, tetapi hal yang tak
bisa di indera pun bisa dinamakan pengetahuan jika diterangkan dalam wahyu.
Sepanjang sejarahnya manusia
dalam usahanya memahami dunia sekelilingnya mengenal dua sarana, yaitu
pengetahuan ilmiah dan penjelasan ghaib. Kini di satu pihak manusia memiliki
sekelompok pengetahuan yang sistematis dengan berbagai hipotesis yang telah
dibuktikan kebenaranya secara sah, tetapi di pihak lain sebagian mengenal pula
aneka keterangan serba ghaib yang tidak mungkin diuji sahnya untuk menjelaskan
rangkaian pristiwa yang masih berada diluar jangkauan pemahamannya.[1]
Terlepas dari berbagai macam
pengelompokan atau pembagian dalam ilmu pengetahuan kita dapat
mensinyalir bahwa peranan ilmu pengetahuan terhadap kehidupan manusia, baik
individual maupun sosial menjadi sangat menentukan. Karena itu implikasi yang
timbul adalah bahwa ilmu yang satu sangat erat hubungannya dengan cabang ilmu
yang lain serta semakin kaburnya garis batas antara ilmu dasar murni atau
teoritis dengan ilmu terapan atau praktis.
Banyaknya ilmu pengetahuan yang
telah kita dapat dan yang berada di sekeliling kita. Perkembangan ilmu pengetahuan
saat ini sangatlah pesat. Tidak jarang, kemajuan ilmu dan teknologi serta
pengetahuan yang kita dapat yang terus berlangsung hingga saat ini, membuat
banyak manusia khawatir, bingung dan banyaknya terjadi kesalahpahaman terhadap
sebuah ilmu dan pengetahuan yang kita peroleh dari berbagai sumber.
Manusia takut dan khawatir akan
dampak negatifnya sebuah pengetahuan dan ilmu apabila mereka tidak dapat
menelaah atau memahami betul arti dari sebuah ilmu dan pengetahuan. Apakah ilmu
dan pengetahuan tersebut baik atau buruk, membawa manfaatkah ilmu itu.
Seharusnya kita memahami terlebih dahulu tentang jenis ilmu pengetahuan,
teori-teori yang membenarkan pengetahuan itu, klasifikasi sebuah pengetahuan
dan sejarah dari perkembngan ilmu. Berawal dari itulah kita bisa menelaah,
mencerna dan memahami apa arti yang sesungguhnya dari pengetahuan dan ilmu, dan
kita juga dapat memilih atau menyaring mana ilmu yang baik untuk hidup kita
atau yang buruk.
B.
Rumusan
Masalah
Adapun latar belakang masalah di
atas, maka dapat ditarik pokok permasalahannya, yaitu :
1. Apa
definisi hakikat pengetahuan?
2. Apa
jenis-jenis pengetahuan?
3. Bagaimana
hakikat dan sumber pengetahuan?
C.
Tujuan
Penulisan
Adapun tujuan penulisan dalam makalah ini
yaitu:
1. Menjelaskan
definisi hakikat pengetahuan.
2. Menjelaskan
jenis-jenis pengetahuan.
3. Menjelaskan
hakikat dan sumber pengetahuan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi
Hakikat Pengetahuan
Pengetahuan Secara etimologi pengetahuan
berasal dari kata dalam bahasa inggris yaitu knowledge, Secara terminologi pengetahuan
(knowledge) adalah proses kehidupan yang diketahui manusia secara langsung dari
kesadarannya sendiri. Menurut aristoteles pengetahuan bisa didapat berdasarkan
pengamatan dan pengalaman.[2]
Pengetahuan adalah suatu istilah
yang dipergunakan untuk menuturkan apabila seseorang mengenal sesuatu. Suatu
hal yang menjadi pengetahuannya adalah selalu terdiri atas unsur yang
mengetahui dan yang diketahui serta kesadaran mengenai hal yang ingin
diketahuinya itu. Oleh karena itu, pengetahuan selalu menuntut adanya subjek
yang mempunyai kesadaran untuk mengetahui tentang sesuatu dan objek yang
merupakan sesuatu yang dihadapinya sebagai hal yang diketahuinya. Jadi bisa
dikatakan pengetahuan adalah hasil pengetahuan manusia terhadap sesuatu, atau
segala perbuatan manusia untuk memahami suatu objek yang dihadapinya,atau hasil
usaha manusia untuk memahami suatu objek tertentu.
B.
Jenis-Jenis
Pengetahuan
Menurut Plato jenis pengetahuan
itu dibagi menurut tingkatan-tingkatan pengetahuan sesuai dengan karakteristik
objeknya. Pembagiannya adalah sebagai berikut: [3]
1. Pengetahuan
Eikasia (Khayalan)
Pengetahuan yang objeknya berupa
bayangan atau gambaran. Pengetahuan ini isinya adalah hal-hal yang berhubungan
dengan kesenangan atau kesukaan serta kenikmatan manusia. Pengetahuan dalam
tingkatan ini misalnya seseorang yang mengkhayal bahwa dirinya pada saat
tertentu mempunyai rumah yang mewah,besar dan indah,serta dilengkapi
dengankendaraan dan lain-lainsehingga khayalannya itu terbawa mimpi. Di dalam
mimpinya, ia betul-betul merasa mempunyai dan menempati rumah itu. Apabila
seseorang dalam keadaan sadar dan menganggap bahwa khayal dan mimpinya
betul-betul berupa fakta yang ada dalam dunia kenyataan.[4]
2. Pengetahuan
Pistis (Substansial)
Pengetahuan
mengenai hal-hal yang tampak dalam dunia kenyataan atau hal-hal yang dapat
diindrai langsung. Objek pengetahuan pistis biasanya disebut zooya karena
isi pengetahuan semacam ini mendekati suatu keyakinan (kepastian yang bersifat
sangat pribadi atau kepastian subjektif) dan pengetahuan ini mengandung nilai
kebenaran apabila mempunyai syarat-syarat yang cukup bagi suatu tindakan
mengetahui, misalnya mempunyai pendengaran yang baik,penglihatan yang normal,
serta indra yang normal.[5]
3. Pengetahuan
Dianoya (matematik)
Pengetahuan
ini ialah tingkatan yang ada didalamnya sesuatu tidak hanya terletak pada
bagaimana cara berfikirnya. Contoh yang dituturkan oleh plato tentang
pengetahuan ini ialah para ahli matematika atau geometri,dimana objeknya adalah
matematik yakni sesuatu yang harus diselidiki dengan akal budi dengan melalui
gambar-gambar,diagram kemudian ditarik hipotesis. Hipotesis ini diolah terus
hingga sampai pada kepastian. Dengan demikian dapat dituturkan bahwa bentuk
pengetahuan tingkat dianoya ini adalah pengetahuan yang banyak berhubungan
dengan masalah matematik atau kuantitas entah luas,isi,jumlah,berat
yang semata-mata merupakan kesimpulan dari hipotesis yang diolah
oleh akal pikir karenanya pengetahuan ini disebut pengetahuan pikir.[6]
4. Pengetahuan
Noesis (filsafat)
Plato menerangkan
tentang pengetahuan ini adalah hampir sama dengan pengetahuan pikir,
tetapi tidak lagi menggunakan pertolongan gambar,diagram melainkan dengan
pikiran yang sungguh-sungguh abstrak. Tujuannya adalah untuk mencapai prinsip-prinsip
utama yang isinya hal-hal yang berupa kebaikan, kebenaran, dan keadilan.[7]
Jenis-jenis pengetahuan menurut
Burhanuddin salam pengetahuan yang dimiliki manusia itu ada empat yaitu:[8]
1. Pengetahuan
Biasa
Adalah pengetahuan yang dalam
filsafat dikatakan dengan istilahcommon sense, dan sering diartikan
dengan good sense, karena seseorang memiliki sesuatu di mana ia menerima
secara baik.
2. Pengetahuan
Ilmu
Adalah ilmu sebagai terjemahan
dari science. Dalam pengertian yang sempit science diartikan
untuk menunjukkan ilmu pengetahuan alam.
Ilmu dapat merupakan suatu metode berpikir secara objektif
(objective thinking), tujuannya untuk menggambarkan dan memberi makna terhadap
dunia factual. Pengetahuan yang diperoleh dengan ilmu, diperolehnya melalui
observasi, eksperimen, klasifikasi. Analisis ilmu itu obkektif dan
menyampingkan unsur pribadi, pemikiran logika diutamakan, netral, dalam arti
tidak dipengaruhi oleh sesuatu yang bersifat kedirian (subjektif), karena
dimulai dengan fakta.
3. Pengetahuan
Filsafat
Pengetahuan
manusia itu ada tiga yaitu pengetahuan sains,pengetahuan filsafat dan
pengetahuan mistik.Pengetahuan filsafat ialah pengetahuan yang berdasarkan
logika.[9] Pengetahuan
yang diperoleh dari pemikiran yang bersifat kontemplatif dan spekulatif.
Pengetahuan filsafat lebih menekankan pada universalitas dan kedalaman kajian
tentang sesuatu. kalau ilmu hanya pada satu bidang pengetahuan yang
sempit ,filsafat membahas hal yang lebih luas dan mendalam. Filsafat biasanya
memberikan pengetahuan yang reflektif dan kritis, sehingga ilmu yang tadinya
kaku dan cenderung tertutup menjadi longgar kembali.
4. Pengetahuan
Agama
Adalah
pengetahuan yang hanya diperoleh dari Tuhan lewat para utusan-Nya. Pengetahuan
agama bersifat mutlak dan wajib diyakini oleh para pemeluk agama. Pengetahuan
mengandung beebrapa hal yang pokok, yaitu ajaran tentang cara berhubungan
dengan tuhan, yang sering juga disebut dengan hubungan vertical dan cara
berhubungan dengan sesame manusia, yang sering juga disebut dengan hubungan
horizontal.
C.
Hakikat
Dan Sumber Pengetahuan
1. Hakikat
Pengetahuan
Pengetahuan pada dasarnya adalah
keadaan mental (mental state). Mengetahui sesuatu adalah menyusun pendapat
tentang suatu objek, dengan kata lain menyusun gambaran tentang fakta yang ada
di luar akal. Ada dua teori untuk mengetahui hakikat pengetahuan, yaitu:[10]
a.
Realisme
Teori ini mempunyai pandangan
realistis terhadap alam. Pengetahuan menurut realisme adalah gambaran yang
sebenarnya dari apa yang ada di alam nyata (dari fakta atau hakikat).
Pengetahuan atau gambaran yang ada dalam akal adalah dari yang asli yang ada
diluar akal. Hal ini tidak ubahnya seperti gambaran yang terdapat dalam sebuah
foto. Dengan demikian, relisme berpendapat bahwa pengetahuan adalah benar
dan tepat bila sesuai dengan kenyataan.
b.
Idealisme
Ajaran idealisme menegaskan bahwa
untuk mendapatkan pengetahuan yang benar-benar sesuai dengan kenyataan adalah
mustahil. Pengetahuan adalah proses psikologis yang bersifat subjektif. Oleh
karena itu, pengetahuan bagi seorang idealis hanya merupakan gambaran subjektif
bukan gambaran objektif tentang realitas. Subjektif dipandang sebagai suatu
yang mengetahui, yaitu dari orang yang membuat gambaran tersebut. Karena itu,
pengetahuan menurut teori ini tidak menggambarkan hakikat kebenaran. Yang
diberikan hanyalah gambaran menurut pendapat atau pengelihatan orang yang
mengetahui.
2. Sumber
Pengetahuan
Dalam hal ini ada beberapa
pendapat tentang sumber pengetahuan antara lain:[11]
a.
Empirisme
Empirisme adalah aliran filsafat
yang berpendapat bahwa pengetahuan bersumber dari pengalaman, sehingga
pengenalan indrawi merupakan pengenalan yang paling jelas dan sempurna.
Tokoh utama dalam aliran
empirisme ini adalah Francos Bacon (1210-1292 M), berpendapat bahwa pengetahuan
yang sebenarnya adalah pengetahuan yang diterima orang melalui persentuhan
indrawi dengan dunia fakta. Pengalaman merupakan sumber pengetahuan sejati.
b.
Rasionalisme
Aliran ini menyatakan bahwa akal
adalah dasar kepastian pengetahuan. Pengetahuan diukur dengan akal.
Manusia memperoleh pengetahuan melalui kegiatan merangkap objek.
Para penganut rasionalisme yakin
bahwa kebenaran dan kesesatan terletak dalam ide dan bukunya di dalam diri
barang sesuatu. Jika kebenaran mengandung makna mempunyai ide yang sesuai
dengan yang menunjuk kepada kenyataan, kebenaran hanya dapat ada di
dalam pikiran kita dan hanya dapat diperoleh dengan akal budi saja.
c.
Intuisi
Menurut Henry Bergson intuisi
adalah hasil dari revolusi pemahaman yang tertinggi. Kemampuan ini mirip dengan
insting, tetapi berbeda dengan kesadaran dan kebebasannya. Pengembangan
kemampuan ini (intuisi) memerlukan suatu usaha. Ia juga mengatakan bahwa
intuisi adalah suatu pengetahuan yang langsung, yang mutlak dan bukan
pengetahuan yang nisbi.
Intuisi bersifat personal dan
tidak bisa diramalkan. Sebagai dasar untuk menyusun pengetahuan secara intuisi
tidak dapat diandalkan. Pengetahuan intuisi dipergunakan sebagai hipotesa bagi
analisis selanjutnya dalam menentukan benar tidaknya pernyataan yang
dikemukakan. Kegiatan intuisi dan analisis bisa bekerja saling membantu dalam
menemukan kebenaran. Bagi Nietzchen intuisi merupakan “inteligensi yang paling
tinggi” dan bagi Maslow intuisi merupakan “pengalaman puncak” (peak
experience).
d.
Wahyu
Wahyu adalah pengetahuan yang
disampaikan oleh Allah kepada manusia lewat perantaraan para nabi. Para nabi
memeperoleh pengetahuan dari Tuhan tanpa upaya, tanpa bersusah payah, tanpa
memerlukan waktu untuk memperolehnya.
Wahyu Allah (agama) berisikan
pengetahuan, baik mengenai kehidupan seseorang yang terjangkau oleh pengalaman,
seperti latar belakang dan tujuan penciptaan manusia, dunia, dan segenap isinya
serta kehidupan di akhirat nanti.
e.
Keyakinan
Keyakinan adalah kemampuan yang
ada pada diri manusia yang diperoleh melalui kepercayaan.
Sesungguhnya sumber pengetahuan antara wahyu dan keyakinan ini susah
untuk dibedakan secara jelas, karena keduanya menetapkan bahwa alat yang
dipergunakan adalah keyakinan. Perbedaanya barangkali keyakinan terhadap wahyu
yang secara dogmatik diikutinya adalah peraturan yang berupa agama. adapun
keyakinan melalui kemampuan kejiwaan manusia merupakan pematangan dari
kepercayaan. Karena kepercayaan itu bersifat dinamis mampu menyesuaikan dengan
keadaan yang sedang terjadi, sedangkan keyakinan itu sangat statis, kecuali ada
bukti-bukti yang akurat dan cocok buat kepercayaannya
f.
Nalar
Nalar adalah salah satu corak
berpikir dengan menggabungkan dua pemikiran atau lebih dengan maksud untuk
mendapatkan pengetahuan baru. Asas-asas pemikiran:
Principium
Identitas = sesuatu itu mesti sama dengan dirinya sendiri/asas kesamaan
(A=A).
Principium
Contradictionis = dua paham yang bertentangan, tidak mungkin benar dalam
waktu yang bersamaan (asas pertentangan).
Principium Tertii Exclusi =
apabila dua pendapat yang berlawanan tidak mungkin keduanya benar dan tidak
mungkin keduanya salah (asas tidak ada kemungkinan ketiga).
g.
Otoritas
Otoritas
adalah kekuasaan yang sah yang dimiliki oleh seseorang dan diakui oleh
kelompoknya yang memiliki kewibawaan. Pengetahuan yang diperoleh melalui
otoritas ini biasanya tanpa di uji lagi, karena orang yang telah menyampaikannya
mempunyai kewibawaan tertentu. Jadi kesimpulannya adalah bahwa pengetahuan
karena adanya otoritas terjadi melalui wibawa seseorang, sehingga orang lain
mempunyai pengetahuan.[12]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Hakikat
adalah suatu dasar atau inti dari sesuatu, sedangkan pengetahuan itu adalah
diperoleh secara metoda, tersusun secara sistematis dan mampu diuraikan secara
ilmiah itulah yang dikatakan pengetahuan yang objektif.
Dari
definisi diatas bahwa pengetahuan memiliki tempat yang sangat penting dalam
kehidupan manusia, sehingga manusia memiliki akal dan pikiran yang harus
digunakan untuk mengetahui sesuatu yang belum mereka ketahui.
Dari
pengetahuan manusia yang beraneka ragam sehingga dalam pencapaian
pengetahuannya harus didekatkan kepada kebenaran yang telah tuhan tetapkan
dimuka bumi, kemudian barulah pengetahuan itu bisa digunakan dalam kehidupan,
jadi pengetahuan manusia harus ada standart yang pasti didalam kehidupan
manusia agar kehidupan manusia menjadi terarah.
B.
Saran
Demikian penulisan makalah dengan
judul “Hakikat Pengetahuan” yang di dalamnya masih banyak materi yang di
sampaikan. Saran serta kritik kami terima demi kesempurnaan penulisan makalah
yang akan mendatang. Kekhilafan dan kesalahan dalam penulisan kata-kata dalam
makalah, mohon di maafkan karena tak ada gading yang tak retak dan tak ada yang
sempurna kecuali ALLAH SWT.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Tafsir.filsafat ilmu. Bandung: Remaja
rosda karya, 2004.
Ahmad
Tafsir, filsafat ilmu, Bandung:
Remaja rosda karya, 2012.
Burhanuddin
Salam, Pengantar Filsafat, Jakarta
: Bumi Aksara, 2008.
Idzam Fautanu, Idzam. 2012. Filsafat ilmu teori dan aplikasi, Jakarta: Referensi
Mohammad Hatta. alam pikiran yunani, Jakarta:
universitas IndonesiaUI Press,1986.
Surajiyo, filsafat ilmu dan perkembangannya di
Indonesia, Jakarta: Bumi aksara,2013.
[1]
Surajiyo, filsafat ilmu dan perkembanganya di Indonesia, (Jakarta:
Bumi aksara2013), hlm. 55.
[2]
Mohammad Hatta, Alam Pikiran Yunani, (Jakarta: universitas Indonesia
UI Press),1986 hlm. 122.
[3]
Surajiyo, filsafat ilmu dan perkembanganya di Indonesia, (Jakarta:
Bumi aksara2013), hlm. 60.
[4]
Ibid, hlm. 60.
[5]
Ibid, hlm. 60.
[6]
Ibid. hlm. 61.
[7]
Ibid. hlm. 61.
[8]
Burhanuddin Salam, Pengantar Filsafat, Jakarta : Bumi Aksara, 2008,
hlm. 5.
[9]
Ahmad Tafsir.filsafat ilmu, (Bandung: Remaja rosda karya, 2012), hlm.
68
[10]
Ahmad Tafsir.filsafat ilmu. (Bandung: Remaja rosda karya, 2004), hlm. 144.
[11]
Burhanuddin Salam, Pengantar Filsafat, (Jakarta : Bumi Aksara, 2008),
hlm, 167.
[12]
Prof. Dr. Idzam Fautanu, MA, Filsafat ilmu teori dan aplikasi, Referensi, 2012,
hal 68-71
Komentar
Posting Komentar