BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Konon Muhammadiyah berdiri dengan
penuh problematika hidup, tantangan dan cobaan. Muhammadiyah berdiri bukan
berlandaskan utuk menyaingi organisasi-organisasi yang bermunculan pada waktu
itu, melainkan dengan asas dan norma-norma agama Islam. Banyak kemungkaran yang
terjadi pada masyarakat Islam, bercampurnya adat istiadat yang tidak dibenarkan
Islam menjadi barang wajib untuk dilakukan. Dalam berjalanya roda persyarikatan
ini K.H. Ahmad Dahlan (Pendiri Muhammadiyah) berbenturan dengan banyak hal,
beragam keyakinan, ritualistic yang notabennya lebih ke
arah kemusyrikan dan juga bid’ah.
Pesan Kiyai Dahlan mengingatkan bahwa
kader Muhammadiyah haruslah menjadi kader yang bermanfaat bagi Agama dan
Bangsa. Kiyai Dahlan sekalipun tidak pernah melarang kader-kadernya untuk
terjun dimanapun, berbagai macam profesi yang dilakukan kadernya tak membuat
roda persyarikatan meredup. Seruan itu dimaksudkan untuk memompa semangat
intelektual kader-kader muda dalam mentransformasikan nilai-nilai ke-Islaman.
Kiyai Dahlan bertutur “Hidup-hidupilah Muhammadiyah, jangan mencari hidup di
Muhammadiyah”. Pesan itu disampaikan tiada lain untuk memahamkan kepada
kader-kadernya agar lebih memikirkan ummat. Besar di luar maupun menjadi orang
yang terpandang tentunya akan menjadikan seseorang sombong dan riya’, lupa akan
dirinya. Menjadi orang besar seperti dokter, insinyur, dan lain sebagainya
tetapi tetap harus rajin berorganisasi, berdakwah di Muhammadiyah.
Menyoal kelahiran Ikatan Mahasiswa
Muhammadiyah (IMM), tak lepas dari Muhammadiyah itu sendiri. Kelahiran IMM
tidak lepas kaitannya dengan sejarah perjalanan Muhammadiyah, dan juga bisa
dianggap sejalan dengan faktor kelahiran Muhammadiyah itu sendiri. Hal ini
berarti bahwa setiap hal yang dilakukan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM)
merupakan perwujudan dari keinginan Muhammadiyah untuk memenuhi cita-cita
sesuai dengan kehendak Muhammadiyah dilahirkan. Sejalan dari sisi historis
Muhammadiyah pada waktu itu, pemuda-pemuda Muhammadiyah dikalangan mahasiswa
sudah seharusnya Muhammadiyah memiliki organisasi kemahasiswaan di
perguruan-perguruan tinggi Muhammadiyah maupun non-Muhammadiyah. Kelahiran IMM
tiada lepas dari persoalan-persoalan ummat yang melanda bangsa ini.
Kehadiran IMM sebenarnya merupakan
sebuah keharusan sejarah. Berbagai pergulatan social kemasyarakatan terjadi di bangsa
ini. Faktor-faktor problematis dalam persoalan keummatan itu antara lain ialah
sebagai berikut (Farid Fathoni, 1990: 102) :
1. Situasi
kehidupan bangsa yang tidak stabil, pemerintahan yang otoriter dan serba
tunggal, serta adanya ancaman komunisme di Indonesia
2. Terpecah-belahnya
umat Islam dalam bentuk saling curiga dan fitnah, serta kehidupan politik ummat
Islam yang semakin buruk
3. Terbingkai-bingkainya
kehidupan kampus (mahasiswa) yang berorientasi pada kepentingan politik praktis
4. Melemahnya
kehidupan beragama dalam bentuk merosotnya akhlak, dan semakin tumbuhnya
materialisme-individualisme
5. Sedikitnya
pembinaan dan pendidikan agama dalam kampus, serta masih kuatnya suasana
kehidupan kampus yang sekuler
6. Masih
membekasnya ketertindasan imperialisme penjajahan dalam bentuk keterbelakangan,
kebodohan, dan kemiskinan
7. Masih
banyaknya praktek-praktek kehidupan yang serba bid’ah, khurafat, bahkan
ke-syirik-an, serta semakin meningkatnya misionaris-Kristenisasi
8. Kehidupan
ekonomi, sosial, dan politik yang semakin memburuk
Dengan berbagai latar belakang
tersebut, sudah seharusnya IMM ini lahir di kalangan Muhammadiyah. Gagasan
untuk menghimpun dan membina para kader muda Muhammadiyah sudah lahir sejak
lama. Namun terkendala pada Muhammadiyah yang pada waktu itu belum memiliki
Perguruan Tinggi. Gagasan untuk mewadahi mahasiswa dari ka-langan Muhammadiyah
dalam satu himpunan setidaknya telah menjadi polemik di lingkungan Muhammadiyah
sejak lama. Perdebatan seputar kelahiran Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah
berlangsung cukup sengit, baik di kalangan Muhammadiyah sendiri maupun di
kalangan gerakan mahasiswa yang lain.
Setidaknya, kelahiran IMM sebagai
wadah bagi mahasiswa Muhammadiyah mendapatkan resistensi, baik dari kalangan
Muhammadiyah sendiri maupun dari kalangan gerakan mahasiswa yang lain, terutama
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Di kalangan Muhammadiyah sendiri pada awal
munculnya gagasan pendirian IMM terdapat anggapan bahwa IMM belum dibutuhkan
kehadirannya dalam Muhammadiyah, karena Pemuda Muhammadiyah dan Nasyi’atul
Aisyiyah masih dianggap cukup mampu untuk mewadahi mahasiswa dari kalangan
Muhammadiyah.
Dalam Muktamar Muhammadiyah di
Jakarta, saat itu Muhammadiyah sudah memiliki beberapa perguruan tinggi
Muhammadiyah. Pada waktu itulah, gagasan untuk mendirikan IMM digulirkan.
Gagasan mendirikan Ikatan ini muncul dari berbagai kalangan mahasiswa di
perguruan tinggi Muhammadiyah maupun non-Muhammadiyah. Keinginan kuat juga
diperlihatkan para tokoh Pemuda Muhammadiyah untuk melepaskan Departemen
Kemahasiswaan di lingkungan Pemuda Muhammadiyah untuk berdiri sendiri. Oleh
karena itu, lahirlah Lembaga Dakwah Muhammadiyah yang dikoordinasikan oleh Ir.
Margono, dr. Sudibyo Markus, Drs. Rosyad Saleh, sedangkan ide pembentukannya
dari Drs. Djazman al-Kindi.
Dari lahirnya Lembaga Dakwah
Muhammadiyah yang dikoordinasikan oleh Ir. Margono, dr. Sudibyo Markus, Drs.
Rosyad Saleh, dan Drs. Djazman al-Kindi inilah embrio-embrio kelahiran IMM
terlihat. Bibit awal diplopori dengan berdirinya Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah
Yogyakarta dan dilanjutkan dari berbagai daerah di Jawa. Pimpinan Pusat
Muhammadiyah meresmikan berdirinya Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) pada
tanggal 29 Syawal 1384 Hijriyah atau 14 Maret 1964 M. Penandatanganan Piagam
Pendirian Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah dilakukan oleh Ketua Pimpinan Pusat
Muhammadiyah saat itu, yaitu KH. A. Badawi. Peresmian IMM dilaksanakan di
Gedung Dinoto Yogyakarta dengan penandatanganan Enam Penegasan IMM oleh KHA.
Badawi, yaitu :
1. Menegaskan
bahwa IMM adalah gerakan mahasiswa Islam
2. Menegaskan
bahwa Kepribadian Muhammadiyah adalah landasan perjuangan IMM
3. Menegaskan
bahwa fungsi IMM adalah eksponen mahasiswa dalam Muhammadiyah
4. Menegaskan
bahwa IMM adalah organisasi maha-siswa yang sah dengan mengindahkan segala
hukum, undang-undang, peraturan, serta dasar dan falsafah negara
5. Menegaskan
bahwa ilmu adalah amaliah dan amal adalah ilmiah
6. Menegaskan
bahwa amal IMM adalah lillahi ta’ala dan senantiasa diabdikan untuk kepentingan
rakyat
Tujuan akhir kehadiran Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah
untuk pertama kalinya ialah membentuk akademisi Islam dalam rangka melaksanakan
tujuan Muhammadiyah. Adapun maksud didirikannya Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah
antara lain adalah sebagai berikut :
1. Turut
memelihara martabat dan membela kejayaan bangsa
2. Menegakkan
dan menjunjung tinggi agama Islam
3. Sebagai
upaya menopang, melangsungkan, dan meneruskan cita-cita pendirian Muhammadiyah
4. Sebagai
pelopor, pelangsung, dan penyempurna amal usaha Muhammadiyah
5. Membina,
meningkatkan, dan memadukan iman dan ilmu serta amal dalam kehidupan bangsa,
ummat, dan persyarikatan
Dari
maksud dan tujuan didirikannya Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, dapat
dipahami bahwa IMM memang lahir tiada lain Muhammadiyah membutuhkan dan
menginginkan keberadaannya.
Menyinggung
sisi gerakan sosial IMM, tentunya tidak lepas dari penegasan dan maksud tujuan
lahirnya IMM. Gerakan sosial IMM harus dibangun berlandaskan ideologi Islam
yang sebenarnya, dan tentunya juga berdasarkan ideologi gerakan Muhammadiyah.
Nilai-nilai sosial terbangun dari gerakan intelektual. Gerakan Intelektual IMM
terbangun dari Intelektual Pencerahan (intelektual
enligthment) dan pengayaan
Intelektual (intelektual
enrichtment). Dari sisi
intelektual inilah nantinya akan terlahir kader-kader pencerahan bagi ummat dan
bangsa. Disisi lain kapasitas intelektual tidak akan cukup tanpa adanya
dorongan dan motivasi dari sisi lingkungan (masyarakat). Disamping itu perlu
adanya pengayaan intelektual itu sendiri, yang menentukan sebuah landasan
gerkan sosial yang akan dibangun.
Transformasi
nilai-nilai sosial IMM tidak lepas dari sokongan moril dari kalangan
masyarakat, yang tiada lain sebagai tempat berdakwah, dakwah khasanah Islam.
Secara historis IMM dilahirkan dari habitus-habitus yang bernama Lembaga Dakwah
Muhammadiyah yang diplopori Drs. Djazman al-Kindi. Dari sisi dakwahlah IMM
lahir, IMM dituntut dapat menjawab problematika hidup sosial kemasyarakatan
yang terjadi diwaktu lalu, sekarang dan menatap masa depan. Perlu adanya sebuah
tradisi intelektual yang digalakkan oleh seluruh kader IMM. Tradisi yang
tentunya sejalan dengan zaman global. Apakah IMM akan mengikuti arus atau
melawan arus.
Tradisi
Intelektual yang sejatinya di masifkan dikalangan kader IMM dan Muhammadiyah
pada umumnya yaitu : Membaca, Berdiskusi, Aksi dan Evaluasi. Ke empat unsur
tersebut sudah seharusnya menjadi garapan utama dalam pergerakan IMM dalam
berdakwah. Dalam pengkaderan IMM tentunya proses intelektual akan menjadikan
kader yang mengerti akan ilmu dan amal ilmiah IMM. Disamping itu perlu adanya
proses yang harus dijalani, yaitu :
1. Internalisasi
nilai –nilai Idiologi
2. Kristalisasi,
keyakinanan yang memberi warna dan prinsip gerakan
3. Transformasi
kepada masyarakat (praksis gerakan)
Dalam dimensi ideologis, kader IMM
sejatinya dapat menguatkan kapasitas intelktual yang berlandaskan ideologi
gerakan IMM. Menjadi akademisi muslim yang berakhlaqul karimahlah yang
diinginkan persyarikatan ini, sesuai dengan cita-cita hidup Muhammadiyah. Secara
konsepsi besar gerakan intelektual IMM harus memberikan pencerahan-pencerahan
terhadap persoalan-persoalan yang dihadapi oleh ummat. Kemudian menjawabnya
dengan jawaban yang Good
Answer (jawaban yang baik).
Tidak bersinggungan yang menyebabkan gap antar ummat. Gerakan yang harus
dilakukan kader-kader Ikatan ini yaitu:
1. Gerakan
penelitian (melalui kajian, diskusi, dialog, cangkru’an, observasi dll.)
2. Gerakan
Dakwah (gerakan jamaah, dakwah jamaah)
3. Pengabdian
(ilmu adalah amal, amal adalah ilmiah)
Berbicara bagaimana
merealisasikannya, tentunya Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah harus membangun
paradigma baru (agenda baru) yang pastinya berbeda dengan lainnya, namun sekali
lagi agenda yang dapat diterima masyarakat Islam di Indonesia maupun luar.
Paradigma-paradigma baru itu harus diwujudkan segera, karena Ikatan ini
didirikan bukan hanya untuk membuat konsepsi besar namun dengan gerakan nyata. Melalui gerakan pencerahan melalui
gerakan intelektual IMM dan menampakkan pada realita sosial.
B.
Rumusan Masalah
Bagimana gerakan pencerahan Intelektual IMM dalam
meretaskan realita sosial?
C.
Tujuan Penulisan
Untuk Mengetahui serta memahami gerakan pencerahan intelektual IMM dalam meretaskan realita sosial.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Rausyan Fikr
(Pemikir Tercerahkan)
Dalam pengantar terjemahan karya Ali Syari’ati,
Ideologi Kaum Intelektual: Suatu Wawasan Islam (1994)—menjelaskan bahwa Raushan
Fikr dalam bahasa Persia berarti “pemikir yang tercerahkan.” Dalam terjemahan
Inggris terkadang disebut Intelectual atau free thinkers. Raushan Fikr berbeda
dengan ilmuwan. Seorang ilmuwan menemukan kenyataan, seorang Raushan Fikr
menemukan kebenaran; ilmuwan hanya menampilkan fakta sebagaiman adanya, Raushan
Fikr memberikan penilaian seharusnya; ilmuwan berbicara dengan bahasa universal,
Raushan Fikr seperti para Nabi—berbicara dengan bahasa kaumnya; ilmuwan
bersikap netral dalam menjalankan pekerjaannya, Raushan Fikr harus melibatkan
diri pada ideologi.
Raushan Fikr juga adalah sosok yang sadar akan keadaan
manusia (human condition) di masanya, serta setting kesejarahannya dan
kemasyarakatannya yang menerima rasa tanggung jawab sosial. Ia tidak harus
berasal dari kalangan terpelajar maupun intelektual. Mereka adalah para pelopor
dalam revolusi dan gerakan ilmiah. Dalam zaman modern maupun berkembang,
Raushan Fikr mampu menumbuhkan rasa tangung jawab dan kesadaran untuk memberi
arahan intelektual dan sosial kepada rakyat. Raushan Fikr dicontohi oleh
pendiri agama-agama besar (para nabi), yaitu pemimpin yang mendorong
terwujudnya pembenahan-pembenahan stuktural yang mendasar. Mereka sering muncul
dari kalangan rakyat jelata yang mempunyai kecakapan berkomunikasi dengan
rakyat untuk menciptakan semboyan-semboyan baru, memproyeksikan pandangan baru,
memulai gerakan baru, dan melahirkan energi baru ke dalam jantung kesadaran
masyarakat. Gerakan mereka adalah gerakan revolusioner, mendobrak, tetapi
konstruktif. Dari masyarakat beku menjadi progresif, dan memiliki pandangan
untuk menentukan nasibnya sendiri. Seperti halnya para nabi, Raushan Fikr tidak
termasuk golongan ilmuwan dan bukan bagian dari rakyat jelata yang tidak
berkesadaran dan mandek. Mereka individu yang mempunyai kesadaran dan tanggung
jawab untuk menghasilkan lompatan besar.
Raushan Fikr adalah model manusia yang diidealkan oleh
Ali Syari'ati untuk memimpin masyarakat menuju revolusi. Raushan Fikr adalah
pemikir tercerahkan yang mengikuti ideologi yang dipilihnya secara sadar.
Ideologi akan membimbingnya kepada pewujudan tujuan ideologi tersebut, ia akan
memimpin gerakan progresif dalam sejarah dan menyadarkan umat terhadap
kenyataan kehidupan. Ia akan memprakarsai gerakan revolusioner untuk merombak
stagnasi. Sebagaimana rasul-rasul selalu muncul untuk mengubah sejarah dan
menciptakan sejarah baru. Memulai gerakan dan menciptakan revolusi sistemik.
Manusia Raushan Fikr memiliki karakteristik memahami situasi, merasakan desakan
untuk memberi tujuan yang tepat dalam menyebarkan gaya hidup moralitas dan
monastis, anti status quo, konsumerisme, hedonisme dan segala kebuntuan
filosofis, menuju masyarakat yang mampu memaknai hidup, konteks, dan realitas
masyarakat. Dalam salah satu karyanya, Tugas Cendekiawan Muslim (2001),
Syari’ati menjelaskan secara detail tanggung jawab orang-orang yang
tercerahkan, yakni: menentukan sebab-sebab yang sesungguhnya dari
keterbelakangan masyarakatnya dan menemukan penyebab sebenarnya dari kemandekan
dan kebobrokan rakyat dalam lingkungannya. (ia juga) harus mendidik
masyarakatnya yang bodoh dan masih tertidur, mengenai alasan-alasan dasar bagi
nasib sosio-historis yang tragis. Lalu, dengan berpijak pada sumber-sumber,
tanggung jawab, kebutuhan-kebutuhan dan penderitaan masyarakatnya, ia dituntut
menentukan pemecahan-pemecahan rasional yang memungkinkan pemanfaatan yang
tepat atas sumber-sumber daya terpendam di dalam masyarakatnya, dan
mendiagnosis yang tepat pula atas penderitaan masyarakatnya. Orang yang
tercerahkan akan berusaha untuk menemukan hubungan sebab akibat sesungguhnya
antara kesengsaraan, penyakit sosial, dan kelainan-kelainan serta berbagai faktor
internal dan eksternal. Akhirnya, orang yang tercerahkan harus mengalihkan
pemahaman di luar kelompok teman-temannya yang terbatas ini kepada masyarakat
secara keseluruhan.” Raushan Fikr merupakan kunci bagi perubahan, oleh
karenanya sulit diharapkan terciptanya perubahan tanpa peranan mereka.
Merekalah pembangun jalinan yang meninggalkan isolasi menara gading dan turun
dalam masyarakat.
Mereka adalah katalis yang meradikalisasi massa yang
tidur panjang menuju gerakan melawan penindas. Hanya ketika dikatalisasi oleh
Raushan Fikr masyarakat dapat mencapai lompatan kreatif yang besar menuju
peradaban baru. Pemikir tercerahkan adalah aktivis yang meyakini
sungguh-sungguh dalam ideologi mereka dan menginginkan syahid demi perjuangan
tersebut. Misi yang dilancarkan mereka adalah untuk memandu “massa yang
tertidur dan bebal” dengan mengidentifikasi masalah riil berupa kemunduran
masyarakat.
Jika boleh divisualkan, Ali Syari’ati seolah berorasi
kepada seluruh intelektual muslim di mana pun, “Wahai ulil albab, raushan fikr,
kalian jangan berhenti di atas menara gading! Turunlah ke bawah, ke
kampung-kampung, ke kota-kota, ke pasar-pasar, ke sekolah-sekolah, ke tempat di
mana ada sekumpulan manusia! Jangan puas dengan ilmu yang telah kalian
dapatkan. Sebab ilmu itu harus kalian abdikan ke tengah masyarakat. Tumbuhkan
kesadaran dan semangat umat untuk merubah dunia dengan bimbingan ilmu. Jangan
anjurkan mereka meniru-niru Barat atau menjiplak Timur. Sebab Barat dan Timur
bukanlah kutub yang harus dipilih, keduanya sama-sama tumbuh dari jantung
tradisi. Hidupkan Islam, sebab Islam bukan tradisi, bukan Barat, bukan pula
Timur! Islam adalah wahyu. Pelajari keyakinan dasar dan proses yang membentuk
kesadaran masyarakatmu, kemudian kebudayaan mereka, dan karakteristik mereka.
Tugas kalian adalah merobohkan sistem masyarakat yang berdasar atas penindasan,
ketidakadilan, dan kezaliman dengan membentuk umat yang terbangun atas dasar
tauhid. Inilah tugas para rasul. Kini, kalianlah penerusnya!”
B.
IMM sebagai
Organisasi Pergerakan
Organisasi pergerakan merupakan suara yang
idealis dari kaum akademisi/ intelektual dalam mengkritisi kebijakan penguasa
yang tak sesuai dengan kepentingan rakyat kecil. Organisasi ini merupakan
kolektif orang memiliki kesadaran yang sama dalam menyikapi realitas di
sekitarnya. Kesadaran ini timbul dikarenakan lingkungan serta budaya ilmu
tumbuh sehingga pemikiran melahirkan terbuka dan ilmiah. Ruang yang sering
ditawarkan oleh organisasi pergerakan adalah seruan moral dan aspirasi rakyat kecil (termarginalkan).
Organisasi pergerakan akan mudah dan selalu
bersentuhan dengan kepentingan khususnya kenegaraan. Hal tersebut dapat dilihat
pergerakan Mahasiswa 66 dan pergerakan Mahasiswa 98 untuk menjatuhkan rezim
kekuasaan yang melakukan penindasan dan bersifat ototerianism. Organisasi pergerakan selalu menyerukan
moral sebagai medium untuk melakukan pressurepada
kelembagaan Negara. Organisasi pergerakan dengan memiliki masa berupa mahasiswa
yang memiliki kesadaran untuk menciptakan kondisi yang lebih baik. Organisasi
pergerakan yang disuarakan adalah kepentingan rakyat demi tercipnya keadilan.
IMM sebagai salah satu dari organisasi
pergerakan Mahasiswa, hal ini dapat dilihat dari masa yang dimiliki merupakan
Mahasiswa. Melihat dari, masa yang dimiliki oleh IMM, maka dalam gerakannya
sesuai dengan organisasi pergerakan. IMM sebagai
salah satu dari pergerakan yang memberikan arti dan arahan yang jelas dalam
menentukan proses kepemimpinan yang akan datang.
IMM sebagai organisasi pergerakan bukan hanya
sekedar pengontrol kebijakan pemerintah tetapi yang lebih baiknya dapat
melakukan pendampingan dan pemberdayaan masyarakat. Kemampuan ini merupakan
suatu hal yang wajib dimana dengan jargonnya sebagai pembela rakyat, pembela
rakyat ini dapat ditafsirkan paling tidak kader IMM dapat melakukan pemberdayaan
dan pendampingan terhadap masyarakat. Penerjemahan IMM sebagai pembela rakyat
yang dilakukan untuk menyuarakan kepentingan rakyat dalam tiga tingkatan yakni
elit kekuasaan, kelas menengah dan masyarakat itu sendiri.
IMM memiliki peran signifikan dalam menyuarakan
suara rakyat, misalkan sebagai pressure kebijakan, melakukan lobi, negosiasi,
sebagai mediasi antara pemerintah dan masyarakat serta menjadi sharing patner
antara pemerintah dan masyarakat. Selanjutnya IMM melakukan pembelaaan terhadap
rakyat dengan pemberdayaan dan pendampingan sehingga rakyat tersadarkan,
bangkit melakukan perlawanan dan sehingga terciptanya keadilan.
C. IMM sebagai Organisasi Kader
Hakikat keberadaan IMM ialah suatu organisasi
kader dan pergerakan merupakan suatu kreasi dari para faunding fathers dalam menyikapi realitas pada
waktu itu. IMM sebagai organisasi kader merupakan esensi dari IMM yang cerminan
dari Muhammadiyah dan penerus Muhammadiyah dalam melakukan dakwah socialamar ma’ruf nahi munkar guna terciptanya
masyarakat ideal Muhammadiyah. Kelahiran dan kehadiran IMM di tengah derap
kemahasiswaan dan kepemudaan.
IMM inherent sejak kelahirannya telah menetapkan
dirinya sebagai organisasi kader. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan Djazman
Al-Kindi:“Kami Melahirkan dan membina IMM dengan maksud mempersiapkan masa
depan Muhammadiyah dengan tenaga yang terlatih, baik dibidang ilmiah
maupun dibidang amaliah”Gerakan IMM dalam eksistensinya merupakan
suatu gerakan intelektualitas. Gerakan amaliah merupakan aksiologi
dari intelektual (ilmiah) yang dimilikinya. Gerakan intelektual IMM sebagai
kader sesuai dengan semangat dan cita-cita Muhammadiyah yang termanifestasi
untuk kebangsaan dan kemanusiaan.
Selain itu
Ahmad Dahlan tidak secara khusus menyebutkan tujuan perkaderan. Tatapi dapat
ditemukan dalam pernyataannya:“dadijo kijahi sing kemadjoean,
adja kesel anggomu njamboet gawe kanggo Moehammadijah”.Dalam
penyataan tersebut, terdapat tiga kata kunci, yaitu “kijahi”,
“kemadjoean”, dan “njamboet gawe kanggo
Moehhammadijah”. Kiai adalah figure yang shalih, berkhlak mulia,
religious dan faham ilmu agama secara mendalam. Kemajuan adalah menunjuk kepada
kemoderenan, ilmu-ilmu pengetahuan (sain), dan intelektual. Sedangkan, “njamboet gawe kanggo Moehammadijah” adalah
manifestasi dari kerja-kerja kemanusiaan gerakan Muhammadiyah.
IMM sebagai
ortom Muhammadiyah yang diharapkan oleh pendiri IMM sebagai wahana pertukaran
fikiran dalam menentukan Muhammadiyah kedepannya. IMM sebagai organisasi kader yang diberitugas sebagai penerus tradisi KH.
Ahmad Dahlan, maka yang terpenting perkaderan IMM yakni untuk Muhammadiyah,
bangsa dan agama. Dalam kontsk kekinian, orientasi kader menurut Buya Syafi’I
Ma’arif adalah keder kemanusiaan, kebangsaan, keumatan, baru kemuhammadiyahan.
Dalam
perjalannya IMM bukan hanya berfungsi bagi kepentingan ideologis regenerasi
elite pimpinan (kader), tetapi penyiapan intelektual baru.[11] Yaitu suatu generasi baru dengan
kemampuan ide-ide Kiai Dahlan bagi maksud pragmatis dan fungsional Islam dalam
kehidupan duniawi yang beradab. Disinilah letak tanggungjawab sejarah dan
teologis Muhammadiyah di masa depan, yang lebih mungkin diperankan oleh IMM.
Senada dengan
itu, tujuan IMM terbentuk adalah “mengusahakanterciptanya
akademisi Islam yang berakhlak mulia untuk mencapai tujuan Muhammadiyah”. Tujuan ini yakni berdasarkan tiga aitem;
akademisi Islam, akhlak mulia dan mencapai tujuan Muhammadiyah. Makna dan
cita-cita yang diinginkan oleh Muhammadiyah pada IMM adalah melahirkan suatu
cendekiawan muslim (kiai berkemajuan) yang
berakhlak mulia (ojo pegel nyambot gawe) dan
mengupayakan terbentuknya masyarakat utama dalam perfektif Muhammadiyah (kanggo Muhammadiyah).
D. Paradigma Imm
Perbincangan IMM sebagai organiasasi pergerakan
dan organisasi kader, IMM memerlukan epistemology sebagai sumber alat baca
sehingga melahirkan paradigma, metodologi, serta metode, taktik, cara untuk
transformasi gerakan. Sehingga bagi kader IMM dapat berfikir secara sistematis
dan mudah untuk menganalisis secara rasional serta ilmiah.
IMM sebagai gerakan mahasiswa yang berdasarkan
Islam dan dalam naungan Muhammadiyah yang gerakannya mengikuti ititiba’ nabi. Maka yang dilakukan oleh IMMdalam
memandang realitas social dengan pengaplikasian wahyu agar dapat memberaikan
konstribusi dalam peradaban.
Epistemology IMM sebagai gerakan Islam
berdasarkan wahyu. Gerakan IMM adalah pengaktualisasian Al Qur’an yang bersifat
umum (grand theory) agar dapat menjadi sebuah teori
yang bersifat ilmiah. Sebagaimana dikatakan oleh Kuntowijoyo sikap kita adalah
melakukan objektifikasi terhadap Al Qur’an agar dapat diterima oleh umum.
Objektifikasi nilai-nilai Islam ini yang menjadikan gerakan Ikatan berbeda
dengan pergerakan yang lain serta dapat mewujudkan tujuan IMM. (Kuntowijoyo,
Hal)
Wahyu menjadi alat baca dalam berinteraksi
dengan realitas. Apa saja yang dapat menjadi ruh gerakan IMM dalam melakukan
gerakan social demi terciptanya cita-cita kolektif IMM. Pandangan dunia gerakan
IMM paling tidak terbagi menjadi tiga macam yang berada dalam intern IMM;
tujuan IMM semboyan IMM dan trilogy IMM.
1. Simbol dan Semboyan IMM
Selayaknya IMM dalam realitasnya memiliki
symbol, juga memiliki pandangan dunia dalam menggerakan IMM. Symbol dalam IMM
yakni yang menjadi ciri khas Ikatan seperti warna merah dan semboyan
IMM. Penggunaan warna merah dan semboyan tersebut dalam sejarahnya memiliki
makna yang dalam makna folosofis yang tinggi untuk kader yang baru mengenal
IMM. IMM menngunakan warna merah untuk menjawab PKI dan CGMI yang juga berwarna
merah. IMM ingin menunjukkan dengan warna merah tidak identik dengan kekejaman
dan komunis.Warna merah memiliki arti terdekatnya dengan sifat Allah yang
rahman dan rahim. Warna merah juga diidentikan dengan sifat yang pemberani,
pantang menyerah dan sungguh-sungguh. Penerjemahan warna ini, selayaknya
menjadikan cerminan karakter kader dalam kehidupan dan merespon realitas yang
ada. IMM menentang komunisme karena tidak sesuai dengan Pancasila, sebagai
sosialisme-religius.Keimanan seseorang tidak bias dikukur dari lambing atau
warna.
Selanjutnya selain warna, IMM juga memiliki
symbol yang tertanam dalam diri kader sebagai semboyan yakni Unggul dalam Intelektual, Anggun dalam Moral dan Radikal dalam
Gerakan. Penambahan kata radikal dalam gerakan merupakan
tindakan praksis yang dilakukan oleh IMM sebagai pengapilakasian dari
pengetahuan yang diperolehnya. Kata radikal ini bermakna sebagai aksi yang
radikal dan mengakar sehingga yang mencerminkan dari pengetahuan yang
diperolehnya atau ada pada IMM. Kata moral dan penambahan radikal dalam gerakan
merupakan bentuk aksiologi sebagai tindakan kongkreat dari epistemology. Makna
dalam motto tersebut merupakan suatu kesatuan yang tak dapat dipisahkan dari
seluruh kata dalam semboyan IMM. Kata yang satu dengan yang lain bersifat
integral dan kohern sehingga menghasilkan makna yang utuh.
2. Trilogi IMM
Trilogi adalah merupakan lahan juang IMM dan
juga symbol IMM dalam melakukan transformasi gerakan. Trilogy IMM sebagai ruh
IMM dalam menilai diri serta cara melakukan transformasi social yang dilakukan.
IMM merupakan pergerakan kemahasiswaan. Oleh karena itu yang perlu dikerjakan
oleh IMM tercantumkan dalam bidang garapan IMM yang tertuang dalam trilogi IMM
kemahasiswaan, keagamaan dan kemasyarakatan. Sifat dari trilogi merupakan
kesatuan yang integral dimana satu-sama lain tidak dapat dipisahkan tetapi
dapat dibedakan.
Dalam sejarah munculnya trilogi IMM merupakan
pengambilan intisari dalam deklarasi IMM pada waktu Munas I IMM di
Solo, yaitu “Enam Penegasan IMM/ D E K L A R A S I S O L
O 1965: 1. IMM, adalah
gerakan mahasiswa Islam;2. Kepribadian
Muhammadiyah, adalah landasan perjuangan IMM; 3. Fungsi IMM, adalah sebagai eksponen mahasiswa dalam
Muhammadiyah (stabilisator dan dinamisator) 4. Ilmu adalah amaliyah IMM dan amal adalah ilmiyah
IMM; 5.IMM, adalah
organisasi yang sah mengindahkan segala hukum, undang-undang, peraturan dan
falsafah negara yang berlaku; 6.Amal IMM,
dilahirkan dan diabadikan untuk kepentingan agama, nusa dan bangsa.
Pengambilan intisari dalam deklarasi kota barat
tersebut memunculkan trilogy IMM yaitu, kemahasiswaan, keagamaan, dan
kemasyarakatan. 1. Kemahasiswaan merupakan penerjemahan dari IMM sebagai
gerakan mahasiswa Islam, dan fungsi IMM sebagai eksponen gerakan mahasiswa
dalam Muhammadiyah. 2. Keagamaan merupakan pengaplikasian kepribadian
Muhammadiyah sebagai landasan perjuangan. 3. Kemasyarakatan adalah amal yang
diabdikan bagi IMM adalah untuk nusa dan bangsa. Sedangkan, untuk kata ilmu
yang amaliah dan amal ilmiah merupakan ruh dari gerakan IMM.
Pertama, Keagamaan.
Pengungkapan dari trilogi ini menjadikan seorang kader IMM dalam keagamaan maka
seorang kader menguasai tiga tradisi dalam pengembangan keagamaan yang
libratif, emansiapatoris sehingga agama sebagai nilai serta ruh yang praksis
social kemasyarakatan. Semangat yang di bawa oleh Ahmad Dahlan adalah semangat
profetis agama dalam melakukan transformasi sosial.
Kedua,
Kemahasiswaan. Interpretasi terhadap
simbol trilogi yang kedua kemahasiswaan menjadi intelektualitas. Menggunakan
apa yang dicitakan oleh Kuntowijoyo sebagai contoh eksperimen dari masyarakat
ilmu. Gerakan yang dilakukan adalah gerakan intelektual (think the future). Gerakan yang dilakukan IMM adalah
keilmuan bukan politis.
Ketiga, Kemasyarakatan.
Pengungkapan simbol yang selanjutnya kemasyarakatan dengan interpretasinya
humanitas dan liberatif. Melihat problem yang terjadi sekarang dalam era
postmodernisme yang mencoba mengintegrasikan antara agama dengan ilmu
pengetahuan atau penyapaan bahasa langit dengan bumi. Pengintegrasian
ini mencoba memberikan tawaran terhadap problem dehumanisasi dengan
menggunakan istilah Kuntowijoyo dengan berdasarkan humanisme
teoantroprosentris.
E. Penerjemahan Gerakan Intelektual IMM Dalam
Realita Sosial
Berbicara tentang gerakan
Iteliktual, sebenarnya IMM sampai hari ini masih tetap memepertahankan ny tidak
terlepas dari Trilogi IMM: “Tertib Ibadah, Tekun Studi dan Mengamalkan
Ilmu Pengetahuannya”. Dari trilogi ini arah gerakn IMM terse-but lahir
yang kemudian menjadi gerakan kita sebagai kadernya. Ada
tiga tradisi gerakan IMM yang terkandung dalam trilogi IMM ya-itu:
1)
Tradisi Gerakan Dakwah Ke-agamaan.
Sebagai perpanjangan tangan Muhammadiyah di dunia kampus, IMM membina para
kadernya dalam upaya melahirkan konseptualisasi gerakan dak-wah yang dapat
menggairahkan dan mencerahkan kadernnya untuk memiliki religiusitas
yang tinggi dalam beragama.
2)
Kader Intelektual.
Gerakan intelek-tual dalam IMM bukan melahirkan kader-kader yang tamat di
perguruan tinggi dengan menyandang gelar sarjana, akan tetapi menciptakan dan
membina kader yang intelektual. Intelektual disini ada-lah a
devotee of ideas, knowledge, values(orang yang terlibat secara kritis dalam
nilai, tujuan, dan cita-cita yang mengatasis kebutuhan - kebutuahn prak-tis)
3)
Gerakan Sosial Kema-hasiswaan.
Kader Ikatan perlu memba-ngun gerakan protes atau perlawanan aksi
massa mahasiswa sebagai gerakan moral anak bangsa terhadap berbagai
ke-timpangan-ketimpangan kebijakan peme-rintah maupun dalam tatanan demokrasi
terhadap yang anti demokrasi. Hal terse-but dapat dilihat dari
kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak berpihak kepada rakyat atau yang
menyusahkan rakyat. Sebagai wujud gerakan mahasiswa, Melalui
kader-kadern kita harus mampu da-pat terjun ketengah-tengah masyarakat dalam
bentuk pendampingan kepada masyarakat. Dalam mewujudkan gerakan dan
mempertahankan tradisi gerakan IMM, IMM mempola kadernya melalui pengkaderan,
pelatihan dll. Hal ini dapat dilihat melalui pengkaderan formal dan informal,
mulai dari tingkat lokal hingga tingkat nasional. (Immawan)
Ada beberapa tanggapan tentang Intelektual,,
Intelektual
Kalangan intelektual bukanlah para sarjana
yang menyelesaikan pendidikannya di perguruan tinggi, karena sarjana tidak ada
jaminan disebut sebagai intelektual. Kalangan intelektual juga bukan sekadar
ilmuan yang mendalami, menguasai dan mengembangkan ilmu de-ngan penalaran dan
penelitian.
Intelektual adalah orang yang me-rasa terpanggil untuk memperbaiki
masyarakatnya, menangkap aspirasi me-reka (masyarakat), merumuskannya da-lam
bahasa yang dapat dipahami oleh se-tiap orang, menewarkan strategi dan
al-ternatif pemecahan masalah (problem solving). James Mac Gregor
Burns, ktika bercerita tentang intellecual leadership sebagai transforming
leadership , bahwa intelektual adalah a devotee of
ideas, knowledge, values. Intelektual adalah orang yang terlibat secara
kritis dalam ni-lai, tujuan, dan cita-cita yang mengatasis kebutuhan-kebutuahn
paraktis.
Tugas intelektual menurut Edwar A. Shils dalamInternational
Encyclopaedia of the Social Science adalah menafsirkan
pengalaman masa lalu masyarakat, men-didik pemuda dalam tradisi dan
keteram-pilan masyarakatnya melancarkan dan membimbing pengalaman estesis
keaga-maan berbagai sektor masyarakat.
Fajar Riza Ul Haq
dalam Memba-ngun Keragaman Meneguhkan Pemikiran ; Visi Politik Baru
Muhammadiyah, ciri intelektual kritis adalah yang selalu peka, mampu
berbicara dan tangkas me-nulis tentang realitas ketidakadilan. dalam lingkup
publik, mengutarakan kesenjangan sekaligus menjadi saksi. Bahkan melalui
epistemi intelektualisme kritis, secara akrobatik mereka melakukan kritik
terhadap dosa-dosa sosial demi advokasi kemanuasiaan.
Ulul Albab: Intelektual Plus
Dalam al-Qur’an, bahwa ulul al-bab adalah
orang-orang yang diberi keis-timewaan oleh Allah, diantara keistime-waan
tersebut adalah mereka diberi ilmu pengetahuan, hikmah, dan kebijaksana-an,
didalam al-Qur’an dan Terjema-hannya Departemen Agama RI, istilah
ulul albab diartikan: “orang-orang yang berakal”.
Disamping keistimewaan ulul al-bab juga dapat kita
lihat tanda-tanda dari ulul albab tersebut sebagai berikut:
1.
Orang yang bersungguh dalam men-cari
ilmu. (QS. Ali Imran: 7 dan 190)
Bersungguh-sungguh dalam mencari ilmu disini adalah
mencari ilmu de-ngan senantiasa menafakuri ciptaan Allah di langit dan di bumi.
Ada dua istilah yang diberikan al-Qur’an kepada kita
tafakur (sicience) dan tasyakur (teknologi). Tafakur adalah
merenungkan ciptaan Allah yang ada di langit dan yang ada di bumi kemudian menangkap
hukum-hukum serta pelajaran yang ada ter-dapat di alam semesta. Tasyakurada-lah
memanfaatkan nikmat dan kurnia Allah SWT dengan menggunakan akal fikiran
sehingga kenikmatan ter-sebut terasa bertambah.
2.
Orang yang mampu memisahkan an-tara
yang jelek dengan yang buruk (QS. Al-Maidah: 100)
Ulul albab harus bisa memisahkan antara yang baik
dengan yang jelek, walaupun hanya seorang memperta-hankan kebaikan tersebut
sedangakan banyak orang mempertahankan keje-lekan.
3.
Orang yang kritis dalam
mendengar-kan pembicaraan, pandai menimbang nimbang perkataan (ucapan), teori,
proposisi atau dalil yang dikemuka-kan oleh orang lain (QS. Az-Zumar: 18)
4.
Orang yang mampu memberikan ilmu
yang dimilikinya dalam rangka memperbaiki, memperingatkan bila terjadi
ketimpangan dalam masyara-kat, disamping itu dapat memberikan pencerahan
pengetahuan kepada masyarakat. (QS. Ibrahim: 52 dan ar-Ra’d: 19).
5.
Orang yang tidak takut kepada
siapa-pun melainkan hanya takut kepada Allah SWT. (QS. Al-Baqarah: 197 dan
ath-Thalaq: 10)
Disini
nampak sekali bahwa tanda ulul albab tersebut adalah bertaqwa kepada Allah SWT.
Ulul Albab: Intelektual
Antara ulul albab dengan intelektual hampir
memiliki kesamaan. Setelah kita coba menjelaskan pengertian ulul albab dan
tanda-tandanya kemudian pengertian intelektual dan ciri atau tanda-tandanya,
nampak sekali adanya kesamaan.
Dari kesamaan tersebut ulul albab memiliki kelebihan
dan keistimewaan yang tidak ada pada intelektual. Ulul albab rajin bangun pada
tengah malam untuk sujud dan ruku’ kepada Allah. Ulul albab dibekali keshalehan
dan ke-takwaan. Ulul albab merupakan inte-lektual plus, karena disana adanya
per-paduan sifat-sifat ilmuan, sifat-sifat intelektual dan sifat-sifat orang
yang dekat dengan Allah SWT.
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah
dan hendaklah setiap diri memperlihatkan apa yang telah diperbuatnya untuk hari
esok (akhirat) dan bertakwalah kepada Allah sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Hasyr: 18)
Ayat ini mengingatkan manusia agar senantiasa
melakukan aktivitas kehidupannya sebagai bekal menuju kehidupan akhirat.
Ada empat golongan manusia yang dikelompokkan
berdasarkan aktivitas dunia dan hasil yang diperolehnya di akhirat kelak:
a)
Golongan yang pertama adalah
golongan yang kehidupan dunianya sukses dan memiliki bekal yang cukup untuk
sukses pada kehidupan akhiratnya. Mereka dalah golongan yang menang karena
mendapatkan keduanya.
b)
Golongan kedua adalah golongan yang
kehidupan dunianya tidak sukses dari kacamata duniawi namun bekal akhiratnya
cukup hingga dapat mengantarkannya ke surga Allah. Golongan ini merupakan
golongan orang yangberuntung.
c)
Golongan ketiga adalah golongan yang
kehidupan di dunianya cukup sukses namun tidak memiliki bekal yang cukup untuk
akhiratnya, bahkan tidak cukup sama sekali. Ini adalah golongan orang
yang tertipu.
d)
Golongan keempat adalah golongan
yang kehidupan dunianya gagal begitu juga kehidupan akhiratnya gagal. Golongan
keempat ini adalah golongan orang yangmerugi.
Apakah kita termasuk golongan pertama yang beruntung
keduanya dunia dan akhirat, ataukah kita termasuk dalam golongan yang kedua
yang gagal di dunia namun cukup bekal untuk akhirat, ataukah kita termasuk ke
dalam golongan yang ke tiga atau justru yang keempat yang gagal di dunia dan
akhirat. Hanya kita yang bisa menjawabnya. Tidak ada yang tahu selain kita dan
Allah.
Namun, meskipun kita berada pada golongan yang kurang
beruntung pada saat ini, masih ada waktu untuk memperbaiki kualitas diri
asalkan kita selalu berusaha dan berdoa kepada Allah. Sukses dunia dan akhirat
tergantung kepada kita. Sejauh mana kita mampu mengaplikasikan perintah dan
larangan Allah dalam kehidupan sehari-hari.
Sukses dunia tidak selalu orang yang mempunyai harta
melimpah, mobil mewah, atau rumah yang indah. Namun kesuksesan adalah kejujuran
terhadap hidup. Meminjam istilah Mario Teguh “Orang miskin yang jujur
sebenarnya adalah orang kaya yang hartanya sedikit, sebaliknya orang kaya dari
hasil yang tidak jujur (baik) sebenarnya adalah orang miskin yang hartanya
banyak.”
Kita pasti sepakat, bahwa semua menginginkan yang
golonagn yang pertama, namun sejauh mana kita sudah berusaha untuk itu, atau
keinginan itu hanya angan-angan kosong tanpa ada usaha untuk mewujudkannya.
Kejarlah sebelum terlambat. Usaha kita akan terbatas oleh ruang dan waktu.
Pada suatu hari Rasul pernah menangis sendiri di depan
sahabatnya. Para sahabat bertanya, “Wahai rasul,apakah yang engkau tangisi?”
Rasul menjawab, “Sesungguhnya umur umatku hanya antara enam puluh sampai tujuh
puluh tahun,bandingkan dengan umur umat nabi dan rasul terdahulu yang sampai
ribuan tahun.”
Wajar kalau Rasul amat mengkhawatirkan umatnya. Jika
kita kalkulasikan, anggaplah umur yang dipatok oleh Allah hanyalah enam puluh
tahun. Dua per tiganya kita pergunakan untuk berusaha dan beristirahat di malam
hari. Tinggal dua puluh tahun. Kurangi dengan waktu yang kita habiskan sebelum
menginjak usia baligh. Sisa lima sampai tujuh tahun. Waktu sesingkat itu, apa
yang sudah kita lakukan.
Akirnya
kita juga harus mencermati kata-kata Ali ra. “Kematian terus mendekati kita dan
dunia semakin meninggalkan kita. Maka jadilah kalian anak-anak akhirat dan
jangan menjadi anak-anak dunia. Hari ini (kesempatan) beramal dan tidak ada
hisab, esok adalah hisab dan tidak ada lagi (kesempatan) beramal.”
F. IMM Dan
Realitas Sosial
Perubahan-perubahan yang terjadi di
masyarakat sejak IMM berdiri sampai sekarang sebenarnya dapat menjadi peluang
bagi setiap organisasi apa saja untuk menempatkan diri secara layak di tengah-tengah
arus perubahan globalisasi. Tapi ironisnya perubahan sering dipandang sebagai
gugatan dan yang sering muncul adalah reaksi defense mechanism yang
menguras energi, disamping konflik intern yang sering kali ditimbulkan oleh
perbedaan interpretasi mengenai esensi perubahan itu sendiri.
Ikatan Mahasiswa Muhammmadiyah
sebagai gerakan yang berdasarkan pada makna trilogi yaitu kemasyarakatan,
keagamaan, dan kemahasiswaan harus memiliki keberanian untuk bisa mengubah dan
memperbaiki realitas sosial yang terjadi didalam masyarakat. Seandainya kita
melihat dari latar belakang IMM berdiri tentunya itu akan menjadi acuan dan
kerangka dasar bagi perkembangan IMM dimasa yang akan datang, dalam proses
pembentukannya IMM memilih gerakan organisasi untuk belajar, untuk beramal, dan
untuk mengabdi. Hal itu dibuktikan dengan menyelesaikan persoalan-persoalan
yang kian kompleks mampu dihadapinya dengan menyatukan kekuatan serta komitmen
untuk bersama-bersama menghilangkan segala bentuk penyimpangan-penyimpangan yang
terjadi dan membentuk suatu peradaban yang lebih baik dengan berpihak kepada
kepentingan rakyat.
Sebagai bagian dari gerakan
mahasiswa yang berada di tanah air, kelahiran Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah
(IMM)-meminjam istilah Sujatmiko bukanlah lahir tanpa alas. Kelahiran IMM
bukanlah lahir dalam kondisi kebetulan (an historical accident)
melainkan berangkat dari sebuah keharusan sejarah (an historical necesety)
yang selalu berproses dan tumbuh serta bertumpu dari perwujudan sikap dan
kesadaran akan makna dalam hidup berbangsa dan bermasyarakat yang kesemuanya
itu untuk menjalani misi Ilahiyah, sesuai dengan pernyataan K.H. Ahmad Dahlan
yang isinya "Dari kalian nanti akan ada yang menjadi dokter,
meester, insinyur, tetapi kembalilah ke Muhammadiyah.
Beriring dengan berjalannya waktu,
Gerakan Mahasiswa selalu mengalami pergolakan dan pasang surut dari waktu ke
waktu dalam menjalankan suatu organisasinya tersebut. Sayangnya, kadang kala
dinamisnya gerakan mahasiswa tersebut tidak diimbangi oleh dinamis pemikiran
serta wacananya. Demikian pula dengan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah yang
mengalami penurunan dan kejumudan tahun demi tahun sehingga kader-kader
progresif yang bermunculan bisa dihitung dengan jari. Apalagi ditambah dengan
kehidupan yang serba modern danglamour yang sedikit banyak telah
merubah pola kehidupan mereka termasuk gerakan mahasiswa sehingga membuat
mereka terbuai larut di dalamnya dan lupa akan eksistensi serta tujuan
mereka.
Berdasarkan pada persolan-persoalan
tersebut, seharusnya kita sebagai kader-kader IMM yang merupakan organisasi
yang tumbuh dari masyarakat, khususnya kaum muda harus mampu mengaktualisasikan
peranan tersebut melalui karya nyata, yang diawali dengan menyerap aspirasi dan
kepentingan masyarakat, kemudian menyusun, mengutarakan dan menjabarkan
aspirasi dan kepentingan tersebut menjadi program terencana, baik dalam
lingkungan IMM maupun dalam masyarakat luas di samping sebagai penggerak
pembangunan bangsa ini juga untuk melanjutkan segala bentuk perjuangan IMM dari
generasi ke generasi .
G.
Memperteguh Ideologi Ikatan
Dari penjelasan diatas tentunya kita selalu mendamba-dambakan apa yang
tertulis, tapi apabila kita melihat fenomena IMM pada saat sekarang jauh dari
apa yang dicita-citakan mereka. Hal ini memang tidak bisa dipungkiri
perkembangan zaman membuat langkah gerakan mahasiswa termasuk IMM semakin
tersendat-sendat serta tidak mampu mempertahankan ideologi yang telah
dibentuk. Karena dalam arus perubahan globalisasi dan modernisasi yang tidak
dapat terbendung, para kader IMM seharusnya mampu mempertahankan secara
istiqomah dan diyakini secara integral dalam diri penganutnya dengan memiliki
arah gerak yang jelas sehingga tidak memunculkan stigma-stigma negatif dalam
proses pelaksanaannya.
Apabila
dicermati dimensi ideologis merupakan unsur mutlak yang harus dimiliki generasi
penerus. Dengan kata lain dimensi pertama ini menjadi tempat berpijak, dimensi
ini juga sekaligus menjadi semangat yang menjiwai serta menjadi penuntun arah
atau orientasi dari setiap perilaku dan tindakan dari seorang generasi muda.
Dimensi kedua, sebagai sumber insani bagi pembangunan nasional, menunjukkan
bahwa seorang generasi penerus haruslah melengkapi dirinya dengan kemampuan
yang menggambarkan kadar kualitasnya, baik secara akademis-intelektual maupun
secara teknis-profesional. Penguasaan seorang generasi penerus akan dimensi ini
menjadikan dirinya mampu menjadi tenaga pembangunan, bahkan tenaga penggerak
itu sendiri.
Pembangunan
nasional telah meningkatkan taraf hidup bangsa Indonesia, meskipun tingkat yang
dicapai belum sesuai dengan yang diharapkan. Dimana salah satu penyebabnya
adalah kurang kesadaran dan penghayatan terhadap disiplin nasional yang
ditandai dengan adannya berbagai kasus korupsi, penyalahgunaan jabatan,
kenakalan remaja, pengrusakan lingkungan, ketidak tertiban lalu lintas, dan
budaya konsumerisme yang kian menjangkiti kehidupan masyarakat. Kesemuanya ini
terasa sangat mengganggu keselerasan, keserasian dan keseimbangan hidup bangsa
Indonesia.
Ikatan
Mahasiswa Muhammadiyah sebagai organisasi otonom dan organisasi mahasiswa,
calon ilmuwan dan cedekiawan muslim, dengan latar belakang kehidupan
kepemudaan, intelektual, dan keagamaan mempunyai tanggung jawab sosial dan
peranan yang tidak kecil artinya dalam ikhtiar mewujudkan pembangunan lahiriah
dan batiniah. Dengan disertai ide dasar gerakan IMM yang pertama,
vision yakni membangun tradisi intelektual dan wacana pemikiran melalui intelektual
enlightment(pencerahan intelektual) dan intelektual enrichment (pengkayaan
intelektual). Kedua, value yaitu suatu usaha untuk mempertajam hati
nurani melalui penanaman nilai-nilai moral agama sehingga membangun pemikiran
yang konseptual dengan mendapatkan pembenahan dari Al-Qur'an. Ketiga,
courage atau keberanian untuk menjalankan aktualisasi program, misalkan dalam
melakukan advokasi terhadap permasalahan masyarakat dan menyatukan ideology
ikatan dalam pemberdayaan umat, peranan tersebut bertambah penting apabila IMM
dituntut untuk menyelesaikan problematika-problematika kebangsaan yang
mengalami perubahan signifikan tahun demi tahun sebagaimana perjuangan yang
dilakukan oleh para founding father pada masa silam.
H. Meneropong Arah
Gerakan IMM
Menuju Gerakan Pencerahan
“Pergerakan itu maju kalau tidak ditindas, pergerakan juga
maju kalau ditindas”
(Sukarno)
(Sukarno)
Imm sebagai sebuah gerakan tentu
sangat penting peranannya dalam mengemban misi kenabian dan dalam mengemban
misi kerakyatan. Imm tidak hanya berfungsi sebagai gerakan dakwah, akan tetapi
juga berfungsi sebagai gerakan umat, gerakan perkaderan, juga gerakan
kerakyatan.
Sebagai gerakan yang ada dalam
lingkup kemahasiswaan tentunya kita mempunyai peran penting dalam mempengaruhi,
mengajak, dan melakukan perubahan dan membawa iklim yang kondusif dalam rangka
mendukung dan mewujudkan cita-cita bangsa.
Tak terasa umur IMM sudah tidak
lagi muda, karena sudah kepala empat. Tentu watak dan karakter harus sudah
berubah. Watak dan karakter gerakan kita jangan sampai seperti yang dikatakan
syafii maarif yaitu beromantisme internal.
IMM harus sudah saatnya progress,
futuristic tanggap terhadap permasalahan-permsalahan yang ada di lingkungan IMM
pada khususnya dan kebangsaan pada umumnya. Zaman yang makin lama makin bergerak
harus kita hadapi tantangan-tantangannya. Ke depan apa yang perlu dilakukan
IMM?sebenarnya pertanyaan inilah yang cukup mendasar. Hal yang bisa kita
lakukan sebagai penggerak IMM adalah : Pertama, Reorientasi gerakan secara
terarah. Dalam hal ini IMM harus menentukan orientasi dan program yang jelas
bagaimana gerakan ini akan dibawa. Mau ke arah pragmatiskah?,ke arah
romantismekah? Atau kerakyatan?.
Kedua, Implementasi manifesto
profetik. Sudah saatnya IMM menunjukkan bahwa dia adalah gerakan yang
berkarakter. Bagaimana masyarakat akan melihat bahwa kita punya posisi tawar
yang jelas dan terarah.
Ketiga, Melakukan Pembaruan
Pemikiran Islam. Dalam hal ini IMM harus merubah konstruk pemikiran yang taqlid
dan kita harus melakukan pembaruan pemikiran kita selaku kader IMM. Bagaimana kita
bisa berfikir progress, futuristic,dan toleran.
Keempat,Perubahan Konsep
perkaderan dengan konsep liberatif dan humanis. Dalam hal ini ke depan kita
perlu mengubah konsep perkaderan kita yang non humanis, penuh dengan
pemenjaraan pikiran,dan elitis.
Kita perlu mengubah konsep
perkaderan yang demikian dengan konsep perkaderan yang liberatif dan humanis.
Kader harus kita biarkan bagaimana agar mereka senantiasa berubah menjadi
manusia yang seutuhnya. Biarkan mereka berindividuasi dan menemukan dirinya masing-masing.
Tugas kita adalah membantu saja agar mereka menemukan dirinya itu.
Terakhir, Seperti yang dikatakan
sukarno “pergerakan itu maju kalau ditindas,pergerakan itu maju kalau tidak
ditindas”. IMM harus senantiasa membangun semangat kemandirian, tidak
membiarkan untuk terus menyandarkan “ndoke si blorok”(mengandalkan pada
atasan). IMM
harus tetap berdikari meskipun banyak penindasan menimpa dirinya. Baik itu
kampanye hitam, penghambatan gerakan,dan lain-lain.IMM harus menjadi pelopor
untuk melawan penindasan sistemik,dan penindasan akal. Bagaimana IMM berperan
untuk menjadi stake holder dalam aksi massa agar terwujud gerakan yang
membebaskan.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari semua penjelasan dan uraian di atas tadi dapatlah
kita ambil kesimpulan nya bahwa gerakan seorang intelektual atau seorang
civitas akademik itu dimulai dari dirinya sendiri, ketika dia telah mampu
memimpin dirinya baru lah dia bisa melahirkan suatu gerakan bersama
dalam membangun masyarakat yang cerdas yang selalu berada dalam keridhoan Allah SWT baik dunia
maupun akhirat
Maka istilah intelektual profetik dimaksudkan sebagai
mereka yang memiliki kesadaran akan diri, alam dan Tuhan yang menisbatkan semua
potensi yang dimiliki sebagai pengabdian untuk kemanusiaan dengan melakukan
humanisasi, liberasi, dijiwai dengan transendensi di semua dimensi kehidupan
sesuai dengan kompetensi yang dimiliki.
Seorang intelektual bukan merupakan seorang sarjana
tapi seorang intelektual itu adalah orang yang mampu berdampingan dengan
masyarakat, mengayomi dan menyalurkan inspirasi masyarakat itu sendiri serta
mampu menangkap perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat dan menyikapi
nya dengan cepat,cermat,cerdas.
B.
Saran
Makalah ini
adalah malah sederhana dalam memahami secara spefsifik tentang bagimana
sebanarnya peran atau gerakan pencerahan IMM dalam realita sosial dalam hal ini
gerakan intelektualnya dalam cover Ideologi Ikatan menuju peradaban yang
mencerahkan, maka penulis memohon saran serta kritik bila makah ini masih memiliki
kekurangan sehingga di masa yang akan datnag bisa diperbaiki untuk kebaikan.
DAFTAR PUSTAKA
Kuntowijoyo. Islam sebagai Ilmu: Epistemologi,
Metodologi dan Etika. (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2006)
M. Abdul Halim Sani. Grand Perkaderan Ikatan;
Suatu Respon terhadap Permasalahan Global dan Kaderisasi
IMM (Makalah LIP DPP IMM Yogyakarta,01-06 Februari 2009)
Nurcholish Madjid. Islam Doktrin dan Peradaban: Sebuah
Telaah Kritis tentang Masalah Keimanan, Kemanusiaan dan Kemoderenan. (Jakarta:
Paramadina, 2000)
Singh, Rajendra. Gerakan Sosial Baru. (Yogyakarta:
Resist Book, 2010).
http://abuyoesoef13.blogspot.com/2012/07/rausyan-fikr-pemikir-tercerahkan.html
http://lenteralima.blogspot.com/2013/11/imm-dan-realitas-sosial.html
http://kawahinstitute.blogspot.com/2009/01/meneropong-arah-gerak-imm-menuju.html
http://pelajarberkemajuan.blogspot.com/2013/07/indigenous-gerakan-imm.html
http://didikachmadi.wordpress.com/2013/06/27/imm-dan-gerakan-sosial-sebuah-tinjauan-ideologis-dan-historis/
Komentar
Posting Komentar