BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Istilah ilmu
kalam berasal dari kata al-kalam, yang mula-mula berarti susunan kata yang
mengandung suatu maksud. Kemudian kata tersebut menunjukan salah satu sifat
Tuhan, yaitu sifat berbicara atau mutakaliman. Sedangkan kata ”ilmu kalam”
sendiri mulai terpakai dimasa khalifah al-Ma’mun pada Zaman Dinasti Abbasiah.
Pada masa itu dipelajari buku-buku terjemahan filsafat Yunani oleh kaum
Mu’tazilah, kemudian meraka dipertemukanlah sistem filsafat dengan kajian agama
tentang Tuhan, hasil kajian tersebut menjadi ilmu yang berdiri sendiri dengan
nama ilmu kalam. Dalam agama terdapat dua ajaran
yang erat kaitannya dengan produktivitas, pertama agama mengajarkan bahwa
sesudah hidup pertama di dunia yang bersifat material ini, ada hidup kedua
nanti di akhirat yang bersifat spiritual. Bagaimana pengaruh ajaran ini
terhadap produktivitas dari penganut agama bersangkutan sangat tergantung dari
kedua corak pemikiran tersebut.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari ilmu kalam ?
2. Apa sumber-sumber ilmu kalam ?
3. Apa saja ruang lingkup ilmu kalam
?
4. Apa fungsi ilmu kalam ?
C.
Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian dari
ilmu kalam.
2. Untuk mengetahui sumber-sumber ilmu kalam.
3. Untuk mengetahui ruang lingkup ilmu kalam.
4. Untuk mengetahui fungsi ilmu kalam.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Ilmu Kalam
Istilah ilmu
kalam terdiri dai dua kata ilmu dan kalam. Kata ilmu kalam dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia, mengandung arti pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun
secara bersistem menurut metode tertentu. Adapun kata kalam
adalah bahasa Arab yang berarti kata-kata. Ilmu kalam secara Harfiah berarti
Ilmu kata-kata. Walupun dikatakan Ilmu tentang kata-kata, namun ilmu ini tidak
ada sangkut pautnya sama sekali dengan ilmu bahasa. Ilmu kalam mengggunakan
kata-kata dalam menyusun argumen-arguman yang digunakannya.
Ilmu
kalam juga disebut dengan Ilmu Tauhid. Kata tauhid mengandung arti satu atau
Esa. Jadi, Ilmu kalam membahas ajaran-ajaran dalam agama Islam. Ajaran-ajaran
dasar itu menyangkut wujud Allah, kerasulan Muhammmad, dan Al-Qur’an.
Abu Hanifah menyebut nama ilmu ini dengan fiqh al-akbar.
Menurut persepsinya, hukum islam yang dikenal dengan istilah fiqh terbagi atas
dua bagian. Pertama,fiqh al-akbar, membahas keyakinan atau
pokok-pokok agama atau ilmu tauhid. Kedua, fiqh al-ashghar, membahas
hal-hal yang berkaitan dengan masalah muamalah, bukan pokok-pokok agama, tetapi
hanya cabang saja. Al-Farabi mendefinisikan Ilmu Kalam
sebagai disiplin ilmu yang membahas Dzat dan Sifat Allah beserta eksistensi
semua yang mungkin, mulai yang berkenaan dengan masalah setelah kematian yang
berlandaskan doktrin Islam. Penekanan akhirnya adalah menghasilkan ilmu
ketuhanan secara filosofis.
Adapun Ibnu Khaldun mendefinisikan Ilmu Kalam adalah disiplin ilmu yang
mengandung berbagai argumentasi tentang akidah imani yang diperkuat dalil-dalil
rasional.
Sedangkan Musthafa Abdul Raziq berpendapat bahwa ilmu ini ( ilmu kalam)
bersandar kepada argumentasi-argumentsi rasional yang berkaitan dengan aqidah
imaniah, atau sebuah kajian tentang aqidah Islamiyah yang bersandar kepada
nalar.
Menurut Ahmad Hanafi, di dalam nash-nash kuno tidak terdapat
perkataan al-Kalam yang menunjukkan suatu ilmu yang berdiri
sendiri sebagaimana yang diartikan sekarang. Arti semula dari istilah al-Kalam adalah
kata-kata yang tersusun yang menunjukkan suatu maksud Kemudian dipakai untuk
menunjukkan salah satu sifat Tuhan, yaitu sifat berbicara. Sebagai contoh,
kata-kata kalamullah banyak terdapat dalam al-Qur’an,
diantaranya pada :
Surah al-Baqarah ayat 75,
أَفَتَطْمَعُونَ أَن يُؤْمِنُواْ لَكُمْ وَقَدْ كَانَ
فَرِيقٌ مِّنْهُمْ يَسْمَعُونَ كَلاَمَ اللّهِ ثُمَّ يُحَرِّفُونَهُ مِن بَعْدِ
مَا عَقَلُوهُ وَهُمْ يَعْلَمُونَ -٧٥-
Artinya:
“Maka apakah kamu (Muslimin) sangat mengharapkan
mereka akan percaya kepadamu, sedangkan segolongan dari mereka mendengar Firman
Allah, lalu mereka meng-ubahnya setelah memahaminya, padahal mereka
mengetahuinya?”
Surat Al-Baqarah ayat 253,
تِلْكَ الرُّسُلُ فَضَّلْنَا بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ
مِّنْهُم مَّن كَلَّمَ اللّهُ وَرَفَعَ بَعْضَهُمْ دَرَجَاتٍ وَآتَيْنَا عِيسَى
ابْنَ مَرْيَمَ الْبَيِّنَاتِ وَأَيَّدْنَاهُ بِرُوحِ الْقُدُسِ وَلَوْ شَاء
اللّهُ مَا اقْتَتَلَ الَّذِينَ مِن بَعْدِهِم مِّن بَعْدِ مَا جَاءتْهُمُ
الْبَيِّنَاتُ وَلَـكِنِ اخْتَلَفُواْ فَمِنْهُم مَّنْ آمَنَ وَمِنْهُم مَّن
كَفَرَ وَلَوْ شَاء اللّهُ مَا اقْتَتَلُواْ وَلَـكِنَّ اللّهَ يَفْعَلُ مَا
يُرِيدُ -٢٥٣-
Artinya
“Rasul-rasul itu Kami Lebihkan sebagian mereka dari sebagian yang lain. Di
antara mereka ada yang (langsung) Allah Berfirman dengannya dan sebagian lagi
ada yang Ditinggikan-Nya beberapa derajat. Dan Kami Beri ‘Isa putra Maryam
beberapa mukjizat dan Kami Perkuat dia dengan Ruhul Qudus.** Kalau Allah
Menghendaki, niscaya orang-orang setelah mereka tidak akan berbunuh-bunuhan,
setelah bukti-bukti sampai kepada mereka. Tetapi mereka berselisih, maka ada di
antara mereka yang beriman dan ada (pula) yang kafir. Kalau Allah Menghendaki,
tidaklah mereka berbunuh-bunuhan. Tetapi Allah Berbuat menurut kehendak-Nya.”
Surah an-Nisa’ ayat 164.
وَرُسُلاً قَدْ قَصَصْنَاهُمْ عَلَيْكَ مِن قَبْلُ
وَرُسُلاً لَّمْ نَقْصُصْهُمْ عَلَيْكَ وَكَلَّمَ اللّهُ مُوسَى تَكْلِيماً -١٦٤-
Artinya:
“Dan ada beberapa rasul yang telah Kami Kisahkan
mereka kepadamu sebelumnya dan ada beberapa rasul (lain) yang tidak Kami
Kisahkan mereka kepadamu. Dan kepada Musa, Allah Berfirman langsung.”
Penggunaan al-Kalam sebagai suatu ilmu yang berdiri
sendiri sebagaimana kita kenal saat ini pertama kali digunakan pada masa
kekhalifahan Bani Abbasiyah, tepatnya pada masa khalifah
Al-Ma’mun. Sebelumnya, pembahasan tentang kepercayaan-kepercayaan dalam
islam disebut al-fiqh fi ad-din, sebagai imbangan
terhadap al-fiqh fi al-ilm yang diartikan ilmu hukum ( ilmu
qanun ). Biasannya mereka menyebutkan al-fiqhi fiddiniafdhalu minal
fiqhi fil ‘ilmi, ilmu aqidah lebih baik dari ilmu hukum.
Adapun yang melatarbelakangi
mengapa ilmu ini dinamakan Ilmu Kalam adalah:
1. Permasalahan terpenting yang menjadi tema perbincangan
pada masa permulaan Islam adalah masalah firman Allah ( Kalam Allah ),
yaitu al-Qur’an. Apakah Kalamullah tersebut qadim atau hadits
( baru )? Walaupun permasalahan ini hanya merupakan salah satu bagian dari
pembahasan ilmu ketuhanan dalam Islam, namun karena ia menjadi bagian
terpenting maka ilmu ini dinamai Ilmu Kalam.
2. Dalam membahas masalah-masalah ketuhanan, para mutakallim (
ahli Ilmu Kalam ) menggunakan dalil-dalil aqliyah dan
dampaknya tercermin pada keahlian meraka dalam berargumentasi dengan mengolah
kata-kata. Dengan demikian, mutakallim diartikan juga dengan ahli debat yang
pintar memakai kata-kata.
3. Secara harfiah, kata kalam berarti “pembicaraan”.
Tetapi secara istilah, kalam tidaklah dimaksudkan “pembicaraan” dalam
pengertian sehari-hari, melainkan dalam pengertian pembicaraan yang bernalar
dengan menggunakan logika. Maka ciri utama Ilmu Kalasm ialah rasionalitas atau
logika .
Masalah
yang disebutkan di atas pada hakikatnya merupakan dasar-dasar dari ajaran
Islam. Dasar-dasar dari ajaran agama disebut Ushul al-Dinatau juga dinamakan
dengan Ilm al-Aqaid. Oleh sebab itu Ilmu Kalam juga disebut dengan Ilmu
al-Ushul al-Din atau Ilmu al-Aqaid al-Diniyah. Dalam literatur Barat disiplin
ini disebut dengan Islamic Theology atau Theology of Islam.
Jadi lebih ringkasnya ilmu kalam bisa diberi nama-nama
lain, yaitu:
1. Ilmu Ushul Al-Din ( Ilmu tentang Dasar-Dasar Agama)
2. Ilmu al-Aqaid al-Diniyah (Ilmu tentang Aqidah
Keagamaaan atau Ajaran-ajaran Pokok Agama.
3. Ilmu al-Tauhid ( Ilmu yang membahas tentang keesaan
Allah)
4. Teologi Islam (Ilmu Ketuhanan Islam). Dalam literatur
Barat teologi Islam disebut dengan The Islamic Theology atau The Theology of
Islam.
5. Al-Fiqh al-Akbar (Fikih Besar atau Ajaran dasar)
Nama-nama Ilmu Kalam dan Penyebabnya
1.
Ilmu Tauhid
Ilmu tauhid
digunakan juga sebagai nama bagi ilmu pengetahuan yang membahas persoalan
keimanan dalam ajaran Islam. Dinamakan ilmu tauhid karena dilihat dari aspek
tujuannya ilmu ini yaitu untuk menetapkan keesaan Allah dari segi zat, sifat,
dan perbuatan-Nya.
Ilmu kalam
disebut ilmu tauhid, karena sebgaian besar materi pembahasan ilmu kalam ini
berkaitan dengan materi-materi yang sama dibahas dalam ilmu tauhid, yaitu
keyakinan atau akidah, pokok bahasannya memfokuskan diri pada pola keesaan
Allah, baik zat, sifat maupun perbuatan-Nya.
Perbedaan dari
keduanya adalah dalil-dalil yang dijadikan sandarannya. Ilmu tauhid membahas
islam melalui pendekatan interpretasi dalil-dalil naqli, sedangkan ilmu kalam
lebih banyak mendasarkannya kepada dalil-dalil aqli (rasio).
2.
Ilmu Ushuluddin
Ilmu kalam
disebut ilmu ushuluddin dilihat dari segi kandungan yang dibicarakannya, yaitu
mengenai keyakinan atau keimanan yang merupakan dasar dari struktur agama
Islam. Dalam membahas masalah-masalah tersebut, dikemukakan dalil-dalil yang
berasal dari al-Qur’an maupun hadis.
Dilihat dari
tujuannya, ilmu ushuluddin adalah untuk memurnikan pengesaan terhadap Allah.
3.
Ilmu Aqaid
Ilmu kalam
disebut ilmu aqaid dilihat dari segi sasaran ilmu tersebut, yaitu meyakinkan
tentang adanya Allah, baik dari segi zat, sifat maupun perbuatan-Nya sehingga
akidah dan keyakinan tersebut benar-benar tertanam dalam hati, yang kemudian
menjadi dasar setiap amal perbuatan atau tingkah laku sehari-hari.
B. Ruang Lingkup Pembahasan Ilmu Kalam
Secara umum
ilmu kalam mencakup segala pembahasan yang berkaitan dengan masalah-masalah
keimanan dan hal ihwal yang berkaitan dengannya. Sedangkan secara khusus ruang
lingkup ilmu kalam mencakup hal-hal sebagai berikut:
- ilahiyat, yaitu
suatu pembahasan tentang segala yang berhubungan dengan Allah, misalnya
wujud Allah, nama-nama, sifat serta perbuatan-perbuatan-Nya;
- nubuwat, yaitu
segala sesuatu pembahasan yang berkaitan dengan masalah-masalh kenabian
dan kerasulan, termasuk pembahasan tentang kitab-kitab Allah, mukjizat,
kemaksuman (kesucian) para nabi dari dosa dan sebagainya;
- rububiyyah, yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang
berkaitan dengan alam metafisika (abstrak), seperti malaikat, jin, iblis,
syetan dan roh;
- sam’iyyat, yaitu pembahasan yang berkaitan dengan sesuatu
yang hanya dapat diketahi lewat metode ‘sam’iyyat’ (dalil naqli berupa
al-Qur’an dan Hadis), seperti persaoalan alam barzakh, akhirat, azab
kubur, kiamat, surga, neraka, mizan dan sebagainya.
5. Pendapat lainnya membatasi pembahasan ilmu kalam
kepada tiga aspek pembahasan saja, yaitu:
- hal-ihwal yang berkaitan dengan Allah, baik zat,
sifat, nama-nama, kehendak, perintah serta ketentuan dan kepastian-Nya.;
- hah-ihwal yang berhubungan dengan kenabian dan
kerasulan, sebagai pembawa risalah Tuhan bagi umat manusia, misalnya
kajian tentang malaikat, nabi dan rasul, kitab-kitab Allah, sifat rasul
dan sebagainya.
- hal-ihwal yang berkaitan dengan peristiwa yang
akan terjadi di masa yang akan datang yaitu “yaumul akhirat”, meliputi
pembahasan tentang alam kubur, yaumum ba’ats, yaumul hasyr, mizan, shirat,
surga dan neraka, serta pembahasan lainnya.
C. Sejarah Timbulnya
Ilmu Kalam
1.
Menurut Harun
Nasution, kemunculan persoalan kalam dipicu oleh persoalan politik yang
menyangkut peristiwa pembunuhan utsman bin affan yang berbuntut pada penolakan
muawiyah atas kekhalifahan Ali bin abi thalib. Ketegangan tersebut mengkristal
menjadi perang Siffin yang berakhir dengan keputusan tahkim (arbitrase). Sikap
Ali menerima tipu muslihat Amr bin Al ash, utusan dari pihak Muawiyah dalam
tahkim. Kelompok yang awalnya berada dengan Ali menolak keputusan tahkim
tersebut mereka menganggap Ali telah berbuat salah atas keputusan tersebut
sehingga mereka meninggalkan barisannya, kelompok ini dikenal dengan nama
khawarij, yaitu orang yang keluar dan memisahkan diri.
2.
Diluar pasukan yang
membelot Ali, adapula yang sebagian besar tetap mendukung Ali. Mereka inilah
yang kemudian memunculkan kelompok syiah.
3.
Harun lebih jauh
melihat bahwa persoalan kalam yang pertama muncul adalaah persoalan siapa yang
kafir dan siapa yang bukan kafir.
4.
Sementara itu menurut
Dr. M. Yunan yusuf masalah ilmu kalam ini timbul berawal dari masalah politik
yaitu ketika usman bin affan wafat terbunuh dalam suatu pemberontakan . sebagai
gantinya Ali dicalonkan sebagai khalifah namun pencalonan Ali ini banyak
mendapat pertentangan dari para pemuka sahabat di Mekah. Tantangan kedua datang
dari Muawiyah, gubernur Damaskus salah seorang keluarga dekat Usman bin Affan.
Ia pun tidak mau pengangkatan Ali sebagai khalifah. Muawiyah menuntut untuk
menghukum para pembunuh Usman bin Affan.
5.
Hingga sampai
terjadinya peristiwa tahkim yang membuat Muawiyah naik tahta secara illegal.
Ketika Ali membiarkan hal itu terjadi sebagian tentara Ali tidak menyetujui hal
tersebut.mereka memandang Ali telah berbuat salah dan berdosa dengan menerima
keputusan (arbitrase) itu.
6.
Akhirnya mereka
menganggap Ali dan Muawiyah telah kafir. Dan hal itu berkembang bukan lagi menjadi
masalah politik namun telah menjadi masalah teologi. Mereka inilah yang dikenal
dengan kaum Khawarij.
D. Posisi ilmu kalam
dalam Islam
Untuk
menjelaskan bagaimana keberadaan ilmu kalam dalam kedudukannya dari keilmuan
agama Islam yaitu bagaimana posisi awal timbulnya keilmuan ini, sebenarnya
sudah sejak zaman sahabat yaitu ketika peristiwa terbunuhnya khalifah Usman bin
affan ilmu kalam ini lahir.
Namun seiring
berjalannya waktu dan penguasa umat Islam pada saat itu maka keberadaan ilmu
kalam ini seolah tenggelam dan hanya terdapat pada individu-individu umat Islam
sebagian adapun suatu kelompok tidak begitu besar yang mempelajari ilmu kalam
ini. Namun mereka senantiasa menanam akan pengertian keilmuan ini kepada
generasi penerus mereka hingga ilmu ini tetap terpelihara.
Ketika
memasuki periode kekuasaan Bani Abbasiyah barulah ilmu ini muncul kembali ke
permukaan seiring maraknya kajian keilmuan yang lainnya juga terjadinya
persentuhan dengan filsafat Yunani yang membuat ilmu ini berkembang pesat.
Walaupun terlihat dalam sejarah kailmuan Islam lebih dahulu muncul yaitu ilmu
kalam namun dalam pengkajiannya ilmu kalam ini seolah dikesampingkan dari pada
disiplin ilmu yang lainnya, seperti fiqh. Ushul fiqh, tafsir, ulumul Quran dan
Ulumul hadits.
Jadi sebutan
ilmu kalam sebagai suatu disiplin ilmu baru muncul pada penghujung abad
pertaama hijriah ketika para ulama dengan bergairah membicarakan Al-quran
(kalam ilahi) yaitu apakah Al-quran itu qadim atau baharu, permasalahan lain
terkait masalah-masalah keimanan dan perkembangaan disiplin ilmu ini berjalan
dalam bentuk diskusi yang berkelanjutan.
E.
Sumber-Sumber Ilmu Kalam
Sumber-sumber
ilmu kalam dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu dalil naqli ( al-Qur’an
dan Hadits ) dan dalil aqli ( akal pemikiran manusia). Al-Qur’an dan Hadits merupakan
sumber utama yang menerangkan tentang wujud Allah, sifat-sifat-Nya,
perbuatan-perbuatan-Nya dan permasalahan aqidah Islamiyah uang lainnya.
Para mutakallim tidak pernah lepas dari nash-nash
al-Qur’an dan Hadits ketika berbicara masalah ketuhanan. Masing-masing kelompok
dalam ilmu kalam mencoba memahami dan menafsirkan al-Qur’an dan Hadits lalu
kemudian menjadikannya sebagai penguat argumentasi mereka.
Berikut ini adalah sumber-sumber
ilmu kalam:
1. Al-Qur’an
Sebagai
sumber ilmu kalam, Al-Qur’an banyak menyinggung hal yang
berkaitan dengan masalah ketuhanan,di antarannya adalah :
a.
Q.S. Al-Ikhlas : 1-4. Ayat ini menunjukkan bahwa Allah Maha Esa.
b.
Q.S. Asy-Syara : 7. Ayat ini menunjukkan bahwa Tuhan tidak menyerupai
apapun di dunia ini. Ia Maha Mendengar dan Maha Mengetahui.
c.
Q.S. Al-Furqan : 59. Ayat ini menunjukkan bahwa Tuhan Yang Maha Penyayang
bertahta di atas “Arsy”. Ia pencipta langit,bumi, dan semua yang ada
diantara keduannya.
d.
Q.S.Al-Fath : 10. Ayat ini menunjukkan Tuhan mempunyai “tangan” yang
selalu berada diatas tangan orang-orang yang melakukan sesuatu selama mereka
berpegang teguh dengan janji Allah.
e.
Q.S. Thaha : 39. Ayat ini menunjukkan bahwa Tuhan mempunyai “mata” yang
selalu digunakan untuk memgawasi seluruh gerak, termasuk gerakan hati
makhluk-Nya.
Ayat-ayat diatas berkaitan dengan dzat, sifat, asma, perbuatan,tuntunan,
dan hal-hal lain yang berkaitan dengan eksistensi Tuhan. Hanya saja, penjelasan
rinciannya tidak ditemukan. Oleh sebab itu, para ahli berbeda pendapat dalam
menginterpretasikan rinciannya. Pembicaraan tentang hal-hal yang berkaitan
dengan ketuhanan disistematisasikan yang pada gilirannya menjadi sebuah ilmu
yang dikenal dengan istilah ilmu kalam.
2. Hadist.
Masalah-masalah dalam ilmu kalam juga disinggung dalam banyak hadits,
Diantarannya yaitu hadits yang menjelaskan tentang iman, islam, dan ihsan
termasuk menyinggu ilmu kalam,salah satu di antaranya juga
Adapula beberapa Hadits yang kemudian dipahami sebagian umat sebagai
prediksi Nabi mengenai kemunculan berbagai golongan dalam ilmu
kalam, diantaranya :
“Hadits yang
diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. Ia mengatakan bahwa Rasulullah bersabda, “
Orang-orang Yahudi akan terpecah belah menjadi tujuh puluh dua golongan.”
“Hadits yang diriwayatkan dari Abdullah bin Umar. Ia mengatakan bahwa
Rasulullah bersabda, “ Akan menimpa umatku yang pernah menimpa Bani Israil,
Bani Israil telah terpecah belah menjadi 72 golongan dan umatku akan terpecah
belah menjadi 73 golongan. Semuanya akan masuk neraka, kecuali satu golongan
saja, “ Siapa mereka itu, wahai Rasulullah?” tanya para sahabat. Rasulullah
menjawab ‘mereka adalah yang mengikuti jejakku dan sahabat-sahabatku’.
Syaikh Abdul Qadir mengomentari bahwa Hadits yang berkaitan dengan masalah
faksi umat ini, yang merupakan salah satu kajiiian ilmu kalam, mempunyai sanad sangat
banyak.Diantara sanad yang sampai kepada Nabi adalah yang
berasal dari berbagai sahabat, seperti Anas bin Malik, Abu Hurairah, Abu
Ad-Darba, Jabir, Abu Said Al-Khudri, Abu Abi Kaab, Abdullah bin Amr bin Al-Ash,
Abu Ummah, Watsilah bin Al-Aqsa.
Adapula pada riwayat yang hanya sampai kepada sahabat. Diantaranya adalah
Hadits yang mengatakan bahwa umat islam akan terpecah belah kedalam beberapa
golongan. Diantara golongan-golongan itu, hanya satu saja yang benar, sedangkan
yang lainnya sesat.
3. Pemikiran Manusia.
Sebagai salah satu sumber ilmu kalam, pemikiran manusia berasal dari
pemikiran umat islam sendiri dan pemikiran yang berasal dari luar umat islam.
Di dalam al-Qur’an, banyak sekali terdapat ayat-ayat yang memerintahkan manusia
untuk berfikir dan menggunakan akalnya. Dalam hal ini biasanya Al-Qur’an
menggunakan redaksi tafakkur, tadabbur, tadzakkur, tafaqqah, nazhar,
fahima, aqala, ulul al-albab, ulul al-ilm, ulu al-abshar, dan ulu
an-nuha. Diantara ayat-ayat tersebut yaitu :
Artinya : “ Maka hendaklah manusia memperhatikan dari apakah dia
diciptakan. Dia diciptakan dari air yang memancar. Yang keluar dari antara
tulang sulbi laki-laki dan tulang dada perempuan.” ( Q.S. At-Thariq
Ayat 5-7 )
Ayat-ayat yang
lain dapat ditemukan pada Surah Muhammad : 24, An-Nahl : 68-69, Al-Isra’ : 44,
Al-An’am : 97-98, At-Taubah : 122, Shad : 29, Az-Zummar : 9, Adz-Dzariyat :
47-49, Al-Ghatsiyah : 7-20, dan lain-lain.
Oleh karena
itu, jika umat islam sangat termotivasi untuk memaksimalkan penggunaan
rasionya, hal itu bukan karena ada pengaruh dari pihak luar saja, melainkan
karena adanya perintah langsung dari ajaran agama mereka. Hal inilah yang
akhirnya menyebabkan sangat jelasnya penggunaan rasio dan logika dalam
pembahasan ilmu kalam.
Adapun sumber
kalam berupa pemikiran dari luar Islam, Ahmad Amin menyebutkan setidaknya ada
tiga faktor penting.
Pertama, kebanyakan orang-orang yang memeluk Islam setelah
kemenangannya, pada awalnya mereka memeluk berbagai agama yaitu Yahudi,
Nasrani, Manu, Zoroaster, Brahmana, Sabiah, Atheisme, dan lain-lain.Mereka
dilahirkan dan dibesarkan dalam ajaran-ajaran agama ini. Bahkan diantara mereka
ada yang benar-benar memahami ajaran agama aslinya. Setelah fikiran mereka
tenang dan mereka benar-benar teguh memeluk agama Islam, mulailah mereka
memikirkan ajaran-ajaran agama mereka sebelumnya dan mengangkat
persoalan-persoalanya lalu memberinya corak baju keislaman.
Kedua, golongan Mu’tazilah memusatkan perhatianya untuk
dakwah Islam dengan membantah argumentasi-argumentasi orang-orang yang memusuhi
Islam. Untuk itu, mereka tidak akan bias menolak lawa-lawannya kecuali sesudah
mereka mempelajari pendapat-pendapat serta alas an-alasan lawan mereka. Maka
terjadilah perdebatan-perdebatan yang rasional antar agama saat itu.
Ketiga, sebagaimana pada faktor kedua dimana para mutakallimun sangat
membutuhkan filsafat Yununi untuk mengalahkan lawan-lawannya, maka mereka
terpaksa mempelajari dan mengambil manfaat dari ilmu logika, terutama dari sisi
ketuhanannya. Misalnya An-Nadham, seorang tokoh Mu’tazilah, ia mempelajari
filsafat Aristoteles dan menolak beberapa pendapatnya, demikian juga Abu
al-Hudzail al-‘Allaf
4. Insting .
Secara
Instingtif, manusia selalu ingin bertuhan. Oleh sebab itu, kepercayaan adanya
Tuhan telah berkembang sejak adanya manusia pertama. Abbas Mahmoud Al-Akkad
mengatakan bahwa keberadaan mitos merupakan asal-usul agama dikalangan
orang-orang primitif. Tylor justru mengatakan bahwa animism-anggapan adanya kehidupan pada
benda-benda mati- merupakan asal-usul kepercayaan adanya Tuhan. Adapun Spencer
mengatakan lain lagi. Ia mengatakan bahwa pemujaan terhadap nenek moyang
merupakan bentuk ibadah yang paling tua. Keduanya menganggap bahwa animisme
dan pemujaan terhadap nenek moyang sebagai asal-usul kepercayaan dan ibadah
tertua terhadap Tuhan Yang Maha Esa, lebih dilatarbelakangi oleh adanya
pengalaman setiap manusia yang suka mengalami mimpi.
Di dalam mimpi,
seorang dapat bertemaan terhadap, bercakap-cakap, bercengkerama, dan sebagainya
dengan orang lain, bahkan dengan orang yang telah mati sekalipun. Ketika
seorang yang mimpi itu bangun, dirinya tetap berada di tempat semula. Kondisi
ini telah membentuk intuisi bagi setiap orang yang telah bermimpi untuk
meyakini bahwa apa yang telah dilakukannya dalam mimpi adalah perbuatan roh
lain, yang pada masanya roh itu akan segera kembali. Dari pemujaan terhadap roh
berkembang ke pemujaan terhadap matahari, lalu lebih berkembang lagi pada
pemujaan terhadap benda-benda langit atau alam lainnya.
Dari sini dapat
disimpulkan bahwa kepercayaan adanya Tuhan, secara instingtif, telah berkembang
sejak keberadaan manusia pertama. Oleh sebab itu, sangat wajar kalau William L.
Reese mengatakan bahwa ilmu yang berhubungan dengan ketuhanan, yang dikenal
dengan istilah theologia, telah berkembang sejak lama. Ia
bahkan mengatakan bahwa teologi muncul dari sebuah mitos ( thelogia was
originally viewed as concerned with myth ). Selanjutnya, teologi itu
berkembang menjadi “ theology natural “ ( teologi alam )
dan “revealed theology “ ( teologi wahyu ).
Jadi metodologi
yang digunakan oleh Ilmu Kalam dikenal dengan dalil naqli (dalil yang
menggunakan nash-nash agama, yaitu Al-Qur’an dan Hadis Nabi) Serta dali aqli
(dalil yang menggunakan argumentasi rasional). Dalam menggunakan dua metode
tersebut timbul dua corak pemikiran kalam,yakni pemikiran kalam rasional dan
pemikiran kalam tradisional.
Pemikiran kalam
rasional mempunyai ciri-ciri: memberi makna harfi kepada nash manusia terkait
dalam berkehendak dan berbuat, sunnatullah berubah-ubah, kekuasaan dan kehendak
mutlak Tuhan berlaku semutlak-mutlaknya, dan memberi daya yang kecil kepada akal.
Didalam pemikiran kalam dikenal dengan istilah ushul
(dasar) dan furu' (cabang). Pengertian ushul dalam pemikiran kalam adalah
ajaran-ajaran dasar agama yang di kalangan mutakalimin tidak diperselisihkan
lagi. Ajaran dasar itu adalah: Allah Maha Esa, Muhammad adalah Rosul, hari
akhirat itu pasti, surga dan neraka itu ada.
Sementara itu
pengertian furu' (cabang) dalam pengertian Islam adalah hasil interpretasi dari
ajaran dasar yang diantara para mutakalimin diperselisihkan pemahamannya.
Dengan kata lain masalah furu' adalah masalah-masalah yang ada di seputar
akidah Islam yang bukan ajaran dasar. Ajaran yang bukan dasar itu anatara lain
: Allah mempunyai sifat diluar zat atau tidak, diutusnya rasul wajib atau
bukan, Al-Qur'an bersifat qodim atau baharu. Surga dan neraka itu bersifat
jasmani atau rohani, dan melihat Allah di akhirat apakah dengan penglihatan
jasmani atau rohani.
F.
Fungsi Ilmu Kalam dalam Bidang Ilmu dan Amalan Islam
Berdasarkan pada pengertian dan kedudukan ilmu tauhid yang mendasari semua
keilmuan dan amalan dalam islam , maka ilmu kalam berfungsi dalam dua bidang yang salin terjalin antara yang satu bidang dengan yang lainnya
yaitu :
1. Dalam Bidang I’tiqoyah
a. ilmu kalam berfungsi memberikan dasar dan landasan mental
(basic mentalty) yang kuat bagi keimanan seorang muslim terhadap keesaan tuhan
sebagai satu-satu nya sesembahan dalam ibadah (tauhid uluhiyah)
b. memberikan penerangan yang
bersifat dakwah terhadap orang-orang non muslim untuk diajak beriman secara
tauhid yang tidak bercampur dengan kemusrikan dengan penjelasan yang baik dan
bijaksana , baik dalam artian menolak terhadap semua ajaran ketuhanan yang
salah diinterpretasikan maupun bersifat operatif terhadap pemahaman yang
bersifat merusak kemurnian tauhid .
2. Dalam Bidang Ijtihad
Dalam bidang ini ilmu kalam berfungsi :
a.
Menjelaskan dan membahas obyek ilmu tauhid secara
ilmiah , dengan berdasarkan dalil naqli yang shahih dan dikuatkan dengan dalil
aqli yang tidak bertentangan / menyimpang dari ajaran islam itu sendiri
b.
Melengkapi dasar dasar / landasan ilmiah bagi
keimanan orang-orang islam yang sekaligus berarti mempersenjatai mereka dengan
dalil dalil ilmiyah . dengan demikian agar orang orang islam memiliki kekebalan
dan kemampuan terhadap unsur unsur yang akan menggoyahkan keimanan mereka dalam
bidang i’tiqad
c.
Karena itu dengan modal tersebut diharapkan dapat
jadi pandangan atau sebagai falsafah hidup bagi kaum muslimin dalam menjalani
kehidupannya yang dalam hal ini sebagai ” way of life ”
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan
bahwa Ilmu Kalam
adalah suatu ilmu yang membahas tentang akidah dengan dalil-dalil aqliyah
(rasional ilmiah) dan sebagai tameng terhadap segala tantangan dari para
penentang, berdasarkan sumber-sumber yang sudah diterangkan yang kemudian akan
bermanfaat bagi diri kita dalam menjaga akidah islam.
Terlebih kita
sebagai umat muslim perlu meningkatkan produktivitas keilmuan kita dengan
berfikir seperti apa yang dijelaskan di atas yaitu tetap menyeimbangkan antara
urusan dunia dan akhirat agar seimbang apa yang kita lakukan di mata Allah. Dan
juga pembahasan ilmu kalam ini tidak terlepas dari kritikan tajam dari para
ulama sebagai warna perbedaan bagi kita untuk lebih menyikapinya dengan arif
dan bijaksana.
B. Saran
Semoga dengan
kita telah memperdalam pembahasan ini kita mendapatkan khazanah keilmuan yang
bermanfaat bagi kita sebagai modal dalam mengarungi kehidupan yang semakin
rumit terutama problema-problema tentang pemikiran antara kaum tradisionalisme
dan rasionalisme mengenai dasar-dasar ilmu kalam di dalam islam ini
Kritik dan
saran yang membangun, penulis harapkan demi tercapainya perbaikan ke arah yang
lebih positif dan bermanfaat.
DAFTAR PUSTAKA
Nasir, Sahilun A. 2010. Pemikiran Kalam
(teologi Islam). Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Rozak, Abdul dan Rosihon Anwar. 2013. Ilmu Kalam.
Bandung: Pustaka Setia.
Rozak, Abdul dan Rosihon Anwar. 2014. Ilmu Kalam.
Bandung: Pustak Setia.
Wiyani, Novan Ardi. 2013. Ilmu Kalam.
Bumiayu: Teras.
Yusuf, M yunan. 2014. Alam Pikir Islam
Pemikiran Kalam. Jakarta: Pranadamedia grup.
https://butterflyonly.wordpress.com/2014/03/11/dasar-dasar-ilmu-kalam-tauhid/
http://keratonilmu.blogspot.com/2013/03/pengertian-dasar-dasar-dan-sejarah.html
http://punyasuhanda.blogspot.com/2012/01/pengertian-dasar-dasar-sejarah-dan.html
Komentar
Posting Komentar