BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Terbentuknya Kabupaten Sinjai memiliki sejarah yang cukup panjang. Pada awalnya terdapat beberapa kerajaan-kerajaan, seperti kerajaan yang tergabung dalam federasi Tellu Limpoe dan Kerajaan–kerajaan yang tergabung dalam federasi Pitu Limpoe.
Tellu limpoe terdiri dari kerajaan-kerajaan yang berada dekat pesisir pantai yakni Kerajaan Tondong, Bulo-bulo dan Lamatti, serta Pitu Limpoe adalah kerajaan-kerajaan yang berada di daratan tinggi yakni Kerajaan Turungen, Manimpahoi, Terasa, Pao, Manipi, Suka dan Bala Suka.
Watak dan karakter masyarakat tercermin dari sistem pemerintahan demokratis dan berkedaulatan rakyat. Komunikasi politik di antara kerajaan-kerajaan dibangun melalui landasan tatanan kesopanan Yakni Sipakatau yaitu Saling menghormati, serta menjunjung tinggi nilai-nilai konsep “Sirui Menre’ Tessirui No’ yakni saling menarik ke atas, pantang saling menarik ke bawah, mallilu sipakainge yang bermakna bila khilaf saling mengingatkan.
Sekalipun dari ketiga kerajaan tersebut tergabung ke dalam Persekutuan Kerajaan Tellu Limpo’E namun pelaksanana roda pemerintahan tetap berjalan pada wilayahnya masing-masing tanpa ada pertentangan dan peperangan yang terjadi diantara mereka.
Bila ditelusuri hubungan antara kerajaan-kerajaan yang ada di kabupaten Sinjai di masa lalu, maka nampaklah dengan jelas bahwa ia terjalin dengan erat oleh tali kekeluargaan yang dalam Bahasa Bugis disebut SIJAI artinya sama jahitannya.
Hal ini diperjelas dengan adanya gagasan dari LAMASSIAJENG Raja Lamatti X untuk memperkokoh bersatunya antara kerajaan Bulo-Bulo dan Lamatti dengan ungkapannya “PASIJA SINGKERUNNA LAMATI BULO-BULO” artinya satukan keyakinan Lamatti dengan Bulo-Bulo, sehingga setelah meninggal dunia beliau digelar dengan PUANTA MATINROE RISIJAINA.
Eksistensi dan identitas kerajaan-kerajaan yang ada di Kabupaten Sinjai di masa lalu semakin jelas dengan didirikannya Benteng pada tahun 1557. Benteng ini dikenal dengan nama Benteng Balangnipa, sebab didirikan di Balangnipa yang sekarang menjadi Ibukota Kabupaten Sinjai.Disamping itu, benteng ini pun dikenal dengan nama Benteng Tellulimpoe, karena didirikan secara bersama-sama oleh 3 (tiga) kerajaan yakni Lamatti, Bulo-bulo, dan Tondong lalu dipugar oleh Belanda melalui perang Manggarabombang.
Agresi Belanda tahun 1859–1561 terjadi pertempuran yang hebat sehingga dalam sejarah dikenal nama Rumpa’na Manggarabombang atau perang Mangarabombang, dan tahun 1559 Benteng Balangnipa jatuh ke tangan belanda. Tahun 1636 orang Belanda mulai datang ke daerah Sinjai. Kerajaan-kerajaan di Sinjai menentang keras upaya Belanda untuk mengadu domba menentang keras upaya Belanda unntuk memecah belah persatuan kerajaan-kerajaan yang ada di suilawesi Selatan.
Hal ini mencapai puncaknya dengan terjadinya peristiwa pembunuhan terhadap orang-orang Belanda yang mencoba membujuk Kerajaan Bulo-bulo untuk melakukan peran terhadap kerajaan Gowa.Peristiwa ini terjadi tahun 1639.
Hal ini disebabkan oleh rakyat Sinjai tetap perpegan teguh pada PERJANJIAN TOPEKKONG. Tahun 1824 Gubernur Jenderal Hindia Belanda VAN DER CAPELLAN datang dari Batavia untuk membujuk I CELLA ARUNG Bulo-Bulo XXI agar menerima perjanjian Bongaya dan mengisinkan Belanda Mendirikan Loji atau Kantor Dagang di Lappa tetapi ditolah dengan tegas.
Tahun 1861 berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Sulawesi dan Daerah, takluknya wilayah Tellulimpoe Sinjai dijadikan satu wilayah pemerintahan dengan sebutan Goster Districten. Tanggal 24 pebruari 1940, Gubernur Grote Gost menetapkan pembangian administratif untuk daerah timur termasuk residensi Celebes, dimana Sinjai bersama-sama beberapa kabupaten lainnya berstatus sebagai Onther Afdeling Sinnai terdiri dari beberapa adats Gemenchap, yaitu Cost Bulo-bulo, Tondong, Manimpahoi, Lamatti West, Bulo-bulo, Manipi dan Turungeng.
Pada masa pendudukan Jepang, struktur pemerintahan dan namanya ditatah sesuai dengan kebutuhan Bala Tentara Jepang yang bermarkas di Gojeng. Sehingga Menilai salah satu objek wisata yaitu Benteng Balangnipa Menarik penulis untuk Mengkaji terkait sejarah serta kondisi Benteng Balangnipa.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Sejarah Benteng Balangnipa?
2. Bagaimana Kondisi Terkini Benteng Balangnipa?
C. Tujuan Penulisan
1. Menguraikan serta memahami Sejarah Benteng Balangnipa.
2. Menguraikan serta Memahami Kondisi Terkini Benteng Balangnipa.
D. Manfaat Penulisan
1. Menambah wawasan terkait Sejarah Benteng Balangnipa.
2. Memberikan referensi terkait keberadaan situs sejarah yang menjadi objek wisata masa kini.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Benteng Balangnipa
Sebuah benteng peninggalan masa lampau di Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan ramai dikunjungi warga pada hari libur. Benteng sebagai simbol bersatunya tiga kerajaan dan dijadikan benteng pertahanan bagi kolonial Belanda ini masih menyimpan beregam pesona serta misteri.
Benteng Balangnipa yang terletak di Kelurahan Balangnipa, Kecamatan Sinjai Utara, Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan ini didirikan pada tahun 1557 oleh tiga kerajaan setempat yakni kerajaan Bulo-bulo, Lamatti dan Tondong yang kemudian lebih dikenal dengan sebutan Kerajaan Tellulimpoe.
Dalam sejarah, tiga kerajaan ini berada dibawah naungan Kerajaan Gowa yang merupakan kerajaan terkuat di kawasan Indonesia Timur pada masa lalu. Secara geografis, benteng ini berada di pinggir Sungai Tangka yang memiliki hulu dari gunung Bawakaraeng hingga ke lepas Pantai Mangngarabombang. Sungai Tangka merupakan perbatasan wilayah antara Kerajaan Gowa dengan Kerajaan Bone.
Sejarah Singkat Benteng Balangnipa Benteng Balangnipa adalah sebuah benteng yang telah berdiri kokoh sejak abad ke 15 di kabupaten Sinjai, menuur sumber sejarah yang disaur dari laman resmi kabupaten Sinjai, Benteng Balangnipa didirikan tahun 1557 oleh kerajaan Tellulimpoe yang tidak lain adalah sebuah perserikatan antara rakyat pribumi dari Lamatti, Tondong dan Bulo-bulo. Benteng Balangnipa dibangun di atas tanah seluas 2500 meter persegi di daerah Balangnipa, kecamatan Sinjai Utara, tepatnya berada di sisi sungai Tangka.
Pada awal berdiri benteng ini dibangun dengan menggunakan batu gunung sebagai bahan utama pendirian benteng serta direkatkan dengan lumpur yang tidak lain diambil dari sungai Tanka itu sendiri. Dinding benteng dibuat kokoh dengan Persegi empat namun tidak kaku melainkan condong kea rah oval. Benteng yang dibangun sebagai basis pertahanan dari kerajaan Tellulumpoe dibangun dengan ketebalan dinding mencapai “Siwali Reppa” atau setengah Sepa, kira-kira sekitar 50 cm. Bangunan benteng dibangun menghadap ke sungai Tangka dengan 4 buah Bastion yang diletakkan pada masing-masing sudut benteng. Bastion-bastion tersebut dibangun sebagai pos bertahan pada saat benteng diserang atau pada saat benteng berada dalam kondisi Siaga.
Ada banyak kisah yang terjadi di dalam benteng, sebagian besar adalah kisah heroik dari prajurit-prajurit Tellulimpoe dalam melawan invasi yang dilakukan oleh VOC ke daratan Sinjai. Agresi militer Belanda yang dianggap sudah keterlaluan kemudian memecahkan perang yang paling historic di tanah Sinjai, yakni perang Mangngarabombang yang dikenal istilah Rumpa’na Mangngarabombang. Perang yang pecah sejak tahun 1859 sampai tahun 1861 menyimpan kisah pilu bagi rakyat setempat.
Perlawanan rakyat Tellulimpoe yang sangat tidak sebanding dengan kekuatan militer Belanda yang dilengkapi senjata modern dan teknologi yang canggih akhirnya membuat benteng Balangnipa jatuh ke tangan Belanda pada tahun 1859. Kejatuhan Benteng Balangnipa ternyata tidak membuat perlawanan surut, para pemberani dari rakyat pribumi terus menunjukkan perlawanan yang gagah berani tanpa mempedulikan perbedaan teknologi perang yang digunakan. Kisah perang Mangngarabombangpun berkahir dengan kisah yang menyedihkan dengan kekalahan telak pada tahun 1861, dua tahun setelah benteng ditaklukkan.
Selama masa aman dan tidak adanya penyerangan yang dilakukan oleh rakyat pribumi, tahun 1864 Belanda melakukan pemugaran benteng dengan menghilangkan seluruh ciri khas dan bentunk awal Benteng Balangnipa. Benteng direnovasi dengan gaya arsitektur khas Eropa kental. Benteng Balangnipa kemudian dijadikan basis pertahanan oleh Belanda untuk menguatkan kaki-kainya di tanah Sulawesi Selatan yang terkenal sangat sulit ditaklukkan dan tak pernah surut dalam berjuang.
Jalan-jalan ke Benteng Balangnipa - Sinjai Jika anda berkesempatan untuk jalan-jalan ke Benteng Balangnipa, anda akan di sambut oleh sebuah pintu raksasa seukuran 4 meter dengan bentuk melingkar pada bian atas menyerupai bentuk terowongan. Daun pintu dari kayu yang sangat berat dan tahan ledakan dari peluruh meriam kecil yang membutuhkan beberapa pria kekar untuk menggerakkannya.
Pada bagian dalam benteng anda akan menemukan lapangan yang agak terbuka dengan rumput hijau. Pada bagian dalam benteng terdiri dari 6 bangunan tua yang masih dijaga hingga hari ini. 2 bangunan yang pernah berfungsi sebagai dapur, 3 unit rumah dan satu banguan yang digunakan gudang penyimpanan mesiu dan peralatan perang. Benteng Balangnipa - Triptor.com T
idak sampai disitu, pada bagian dalam benteng terdapat beberapa penjara yang diduga digunakan sebagai tempat penyiksaan para tawanan yang tertangkap. Anda juga akan menemukan sebuah meriam yang dibuata dari perunggu. Meriam dengan ukuran moncong sebesar 11 cm dengan ruang pembakaran mesiu yang berdiameter 18 cm dengan panjang 96 cm masih dapat ditemukan di dalam benteng. Meriam ini bahkan memiliki kembaran di Istana raja Lamatti. Beberapa porselin kuno yang berasal dari Ming, Shati dan juga Ching dapat ditemukan di dalam benteng. Keramik-keramik dari Eropa dan Jepang yang dipergunakan oleh Belanda tetap berada pada tempatnya di dalam museum benteng Balangnipa.
Benteng Balangnipa sebagaimana bentuk mulanya, segi empat, pada tahun 1864, setelah dikuasai oleh Belanda, Benteng Balangnipa berubah konstruksinya menjadi bangunan yang dindingnya terbuat dari bahan bata merah, pasir, kapur, semen, lantai kayu, atap dari genteng, dan selesai dibangun pada tahun 1868. Dari sejak berdirinya benteng ini hingga sekarang Benteng Balangnipa berbentuk persegi empat, dengan gerbang menghadap ke utara berhadapan dengan Sungai Tangka. Masing-masing dinding berukuran : utara 49,45 meter, barat 49,10 meter, selatan 30,47 meter, dan timur 49,27 meter, dengan tinggi sekitar 4 meter.
Sementara setiap bastion lebih tinggi daripada dinding benteng. Tebal dinding benteng 0,50 meter. Setiap dinding memiliki 8 buah lubang bidik, kecuali dinding sebelah selatan tidak terdapat lubang bidik. Keseluruhan jendela baik besar dan kecil memiliki terali yang terbuat dari besi.
B. Bentuk Benteng Balangnipa
1. Letak Akses Dan Aksesibilitasi
Secara administrative benteng balangnipa tereltak di sungai tangka. Dusun tokinjong kelurahan balangnipa kecamatan sinjai utara, kabupaten sinjai , profinsi Sulawesi selatan, berada di ketinggian 15 meter dpl adapun batas batas wilayah situsnya adalah sebelah utara berbatasan dengan jlan sungai tangka, sebalah selatan berbatasan dengan permukiman penduduk sebelah timur berbatasan dengan lapangan sepak bola dan sebelah barat berbatasan dengan jalan anggrtek (PLN SINJAI).
Akses nebuju bentang balangnipa sangat mudah di jangkau baik kendaraan roda 2 maupun kendaran roda 4, hal ini di dukung kartena terjadinya serana transportasi umum situs tersebut jalan utama yang baik Dan beraspal.
2. Bentuk Benteng Balangnipa
Benteng balangnipa sebagaimana bentuk mulanya, juga sesudah di bangun pemerintah belanda bentuk nya tetap segi empat dengan menghadap ke utara berhadapan dengan sungai tangka, masing masing ukuran dinding panjang 49,45 m, dinding berat berukuran panjang 49,10 m. dan ketinggian dinding benteng 4 meter dari tanah 40-50 cm. benteng balang nipa ini memiliki 4 bastion di setiap sudutnya. Bahan benteng hapir seluruhnya berpondasi batu karang begitu pula dengan dinding tersusun dari tanah batu bata berspesi dengan campuran kapur, pasir dan semen.
3. Bastion
Benteng balangnipa ini memilki empat bastion yang berada masing masing di sudut timur laut, sudut tenggara, sudut barat daya, dan sudut barat laut. Bastion-bastion ini memiliki selasar berbentuk lingkaran namun namun tidak memiliki lekukan yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan senjata (Meriam). Di bagian bawah bastion ini terdapat sebuah ruang yang di lengkapi satu pintu yang berjeruji dan Sembilan buah ventilasi yang berjeruji yang dulunya di perkirakan berfungsi sebagai tempat mengintai.
4. Bagunan Kantor
Bangunan berlantai dua ini dulunya berfungsi sebagai kantor, bagunan ini terletak di sebelah utara dan memanjang dari barat ke timur dengan ukuran panjang 16 meter, lebar 8,50 meter serta tinggi 8.50 meter tidak termasuk atap. Bagunan ini berlantai 2 dapat di naiki dengan mengunakan tangga yang berada pada barat dan sebelah timur bagunan ini. Lantai bawah memiliki 4 ruangan sedangkan pada lantai atas terdapat 5 ruangan dengan fungsi masing-masing .
Saat ini, ruang satu pada lantai dua di gunakan sebagai ruang pengelolah museum dan ruang dua samapai dengan ruang lima di gunakan sebagai ruang pamer koleksi museum daerah kabupaten sinjai.
5. Dapur
Bagunan ini dahulunya di perkirakan berfungsi sebagai karena adanya dua buah cerobong yang menjurang ke atas pada bagunan ini . kedua bangunan dapur terletak di bagian uitara benteng dengan mengapit baguanan depan yang bagian bawahnya berfungsi sebagai pintu utama. Kedua bagunan dapur ini terletak memanjang dari barat ke timur yang ukuranya masing-masing 20 x 3 m dan terbagai atas tiga petak atau tiga ruang
6. Bagunan Barak Komandan
Bagunan in berada di sebelah timur berlantai dua dan menghadap kearah barat dengan ukuran panjang ruangan 12 m. lebar 8 m. tinggi tidak termasuk atap 7.50 m. atapnya sendiri sama dengan atap bagunan yang ada di depan yaitu pola limas dengan genteng. Bagunan in terdiri atas dua lantai, di mana pada lantai kedua terbuat dari papan begitupun dengan langit langitnya. Lantai satu terdiri atas 7 ruangan yaitu tiga kamar mandi dan empat ruang kosong. Pada lantai dua terdapat 4 ruangan. Pada sisi utara bagunan terdapt tangga melingkar yang terbuat daribahan kayu untuk menaiki lantai dua bagunan ini.
7. Bekas Ruang Mesiu
Bagunan ini membujur dari utara ke selatan. Namun sudah mangalami kerusakan yang cukup parah, bagunan ini dulunya di duga merupakan tempat penyimpanan amunisi atap bagunan sudah tidak ada lagi dan bagunan dinding terbuat dari struktur batu bata pintu bagunan berada di sudut sebelah selatan dan terdapat lima lubang-lubang kecil yang berada di sebelah timur dan bagunan barat.
8. Penjara
Di Benteng Balangnipa terdapat penjara tempat pribumi ditahan. Ukurannya kecil, tapi bisa memuat ratusan orang. Di penjara ini dulu banyak orang yang meninggal karena sesak nafas dan dia juga buang air kecil dan buang air besar pada penjara tersebut, sehingga banyak korban yang meninggal dunia.
9. Sumur
Di Benteng Balngnipa memiliku beberapa sumur, ada sumur yang konon dan sumur yang bertembusan dengan Gojeng. Sumur yang konon ( menurut penduduk yang yang sering berkunjung di Benteng Balngnipa ) sumur itu adalah “tempat tinggal “ rakyat yang tidak patuh, maka ia akan dimasukkan kedalam sumur tersebut. Sumur yang kata penduduk bertembusan dengan gojeng itu bukan fakta tapi hanya mitos karena belum ada kepastian bahwa sumur itu jalur ke gojeng, sebab belum ada yang meneliti.
C. Kondisi terkini Benteng Balangnipa
Benteng Balangnnipa ini terletak di Sinjai, Sulawesi Selatan, dekat dengan Lapangan Gelora Massa. Masyarakat Sinjai datang ke Benteng Balangnipa dengan alasan mencari pelajaran sejarah tentang Benteng tersebut, atau berfoto dan refreshing. Kendati suasana mistik sangat nampak jika berada di dalam benteng ini, namun sejumlah pengunjung mengaku tetap menyukai benteng ini. Mereka umumnya datang berkunjung sekedar untuk melepas penat bersama keluarga dan selebihnya datang untuk menyaksikan sejumlah bangunan kuno ini.
Kondisi Benteng dari segi kebersihan masih tetap terjaga namun dari segi fisik bangunan atau pun saat ini terlihat sedikit Mengkhawatirkan terlihat dari banyaknya cat bangunan terkelupas, akibat cuaca. Kondisi Tembok yang kotor tidak terawat, Minimnya Akses untuk masuk ke ruang-ruang gedung Benteng. Kondisi Bangunan Penjara yang pintunya rusak, Sampah yang berada di Sumur yang sudah tidak terapakai merusak pemandangan atau nilai historis Benteng Balangnipa.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Benteng Balangnipa sebagai salah satu sarana pertahanan kerajaan-kerajaan dalam daerah Tellu Limpoe tak dapat dipisahkan dengan kegiatan daerah Tellu Limpoe menghadapi ancaman dari luar, baik pada masa ekspansi kerajaan Gowa maupun pada masa perluasaan kekuasaan kerajaan Gowa.
Benteng Balangnipa masih menjadi objek wisata pilihan yang masih ada yang berdiri kokoh di Sinjai namun Kondisi Benteng yang perlu mendapatkan perhatian lebih agar nilai sejarah dan budaya yang terkandung di dalamnya mampu tetap terjaga.
B. Saran
Benteng Balangnipa merupakan aset daerah bahkan aset bangsa tentunya perlu keasadaran untuk menjaga agar nantinya bisa menjadi pembelajaran bagi generasi yang akan datang. Referensi atau buku-buku tentang nilai sejarah benteng perlu di perbanyak lagi agar masyarakat khususnya pelajar mampu memahami Benteng Balangnipa.
DAFTAR PUSTAKA
http://kampungsinjai.blogspot.co.id/2011/10/asal-mula-kabupaten-sinjai.html
http://www.wisataholik.com/2017/02/jalan-wisata-sejarah-benteng-balangnipa.html
http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbsulsel/2013/12/04/benteng-balangnipa-sinjai/
http://travel.kompas.com/read/2013/04/28/16335055/Benteng.Balangnipa..Saksi.Bisu.Perjuangan.Masa.Kolonial
https://wisatasulawesi.com/benteng-balangnipa-rekam-jejak-masa-silam-sinjai/
DOKUMENTASI
Pintu Gerbang Masuk Benteng Balangnipa
Suasana Taman di Benteng Balangnipa
Bangunan di Benteng Balangnipa
Pemandangan dari benteng Balangnipa
Bastion
Penjara
Dapur
Sumur
Gudang Mesiu
Komentar
Posting Komentar